Tradisi Salam Tempel, Sejarah, dan Dampak Positifnya

| 28 Mar 2023 22:05
Tradisi Salam Tempel, Sejarah, dan Dampak Positifnya
Artis membagikan uang saat Idulfitri di lingkungan rumahnya (antaranews)

ERA.id - Tradisi salam tempel merupakan salah satu kebiasaan masyarakat Indonesia saat Lebaran atau Idulfitri. Ini menjadi kebiasaan yang tak kalah populer dari memasak opor dan beli pakaian baru.

Dalam KBBI, salam tempel merupakan kiasan yang memiliki arti salam yang disertai uang (atau amplop berisi uang) dan sebagainya yang diselipkan dalam tangan orang yang disalami. Salam tempel bisa dilakukan dalam berbagai kesempatan. Saat Lebaran, ini menjadi tradisi berupa pemberian uang (secara cuma-cuma) kepada orang lain, biasanya oleh orang dewasa kepada anak kecil.

Ilustrasi anak menyimpan uang (freepik)

Sejarah Tradisi Salam Tempel

Kegiatan bagi-bagi uang pada Idulfitri bukan pertama kali ada di Indonesia. Tradisi ini sudah ada sejak abab pertengahan, tepatnya pada masa Khalifah Dinasti Fatimiyah di Afrika Utara, dilansir Cash Matters.

Pada masa tersebut, terdapat tradisi membagikan uang, pakaian, atau permen kepada anak-anak dan masyarakat umum ketika Idulfitri hari pertama. Kemudian, pada masa akhir Kesultanan Utsmaniyah (Ottoman)—sekitar lima abad kemudian—bagi-bagi saat Lebaran mengalami perubahan. Yang dibagikan hanya uang tunai. Selain itu, orang yang diberi berubah menjadi hanya lingkungan keluarga.

Di Indonesia, tradisi membagikan uang saat Lebaran juga mendapatkan pengaruh dari budaya Arab dan Tionghoa. Hal tersebut disampaikan oleh Didi Purnomo, dosen Ilmu Sosiologi dan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Menurutnya, hal tersebut membuahkan akulturasi di berbagai wilayah di Indonesia.

"Makanya di Betawi mengenal istilah nanggok, di Surabaya ada tradisi galak gampil, di Minang ada manambang," terang Didi, dikutip Era.id dari BBC.

Beberapa waktu lalu, salam tempel mengalami sedikit perubahan akibat COVID-19. Masing-masing orang tidak diperbolehkan saling bersalaman sehingga pemberian uang dilakukan secara digital (nontunai).

Pemberian uang secara nontunai memungkinkan inti tradisi tetap dilakukan, tetapi ada yang terkikis. Ikatan emosional antara pihak yang memberi dan diberi menjadi berkurang. Dengan kata lain, salam tempel memberikan dampak positif bagi ikatan sosial dan emosional.

"Dalam satu pola baru, tentu ada hal yang dikorbankan. Memang dari sisi modernitas ada yang baru, digital dan sebagainya. Tapi di sisi sosial akan berbeda. Tidak bisa bertemu secara langsung, tidak bisa berjabat tangan secara langsung, itu rasanya di hati agak berbeda. Nah itu yang saya pikir akan terkikis," terang Didi.

Salam Tempel di Negara Lain

Di Uni Emirat Arab, tradisi bagi-bagi saat Lebaran ini disebut eidiyah, seperti dilansir The National. Tradisi ini seperti salam tempel di Indonesia, yaitu memberikan uang tunai pada hari raya, misalnya saat Idulfitri atau Iduladha.

Ini telah menjadi kebiasaan yang dilakukan sejak dahulu. Namun, eidiyah di Uni Emirat Arab tidak menjadi tradisi universal. Tidak semua keluarga melakukan hal tersebut (membagikan uang kepada anak-anak atau kerabat muda). Seiring waktu berjalan, eidiyah bahkan tidak hanya berupa uang. Ada pula yang memberikan ponsel pintar atau konsol gim.

"Tradisi Ramadan semakin berubah seiring dengan munculnya globalisasi," ungkap Sammy Badran, asisten profesor Ilmu Politik di Departemen Studi Internasional Universitas Sharjah.

Meski demikian, eidiyah dengan uang tunai tetap eksis. Sebagian orang tua tetap memberikan uang tunai agar si anak bisa belajar mengatur keuangan.

"Di sisi lain, ada orang tua yang menggunakan tradisi eidiyah sebagai cara untuk mengajar anaknya tentang pengelolaan uang dan menabung untuk masa depan," lanjutnya.

Hal tersebut juga menjadi salah satu alasan tradisi salam tempel masih dilakukan di Indonesia. Selain sebagai sedekah, salam tempel juga menjadi apresiasi kepada anak yang telah satu bulan berbuasa dan pelatihan pengelolaan keuangan. 

Rekomendasi