PMK di Sulsel Tembus 2.180 Kasus, 181 di Antaranya Dipotong Bersyarat

| 06 Aug 2022 06:35
PMK di Sulsel Tembus 2.180 Kasus, 181 di Antaranya Dipotong Bersyarat
Ilustrasi (Antara)

ERA.id - Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Provinsi Sulawesi Selatan semakin bertambah. Hingga kini, hewan terkonfirmasi terjangkit sebanyak 2.180 kasus.

Dari jumlah tersebut, terdapat 194 ekor sembuh, 33 ekor mati, dan 181 dipotong bersyarat, sementara sisanya merupakan kasus aktif.

"181 hewan ternak yang berasal dari Makassar, Bone, Bantaeng dan Gowa telah dipotong bersyarat. Laporan yang masuk sampai hari ini ini akan dicatat. Karena harus dibuktikan dengan hasil visum dan dokumentasi lapangan sehingga nanti bisa dipertanggungjawabkan," ungkap Sekretaris Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sulsel, Abdul Muas, Jumat (5/8/2022).

Ia mengemukakan, Kementerian Pertanian telah menjanjikan dan menjamin hewan yang terdampak penanganan PMK akan mendapat kompensasi maksimal Rp 10 juta.

Kompensasi dan bantuan diberikan kepada perseorangan atau kelompok ternak yang memenuhi syarat dengan hewan ternak yang memenuhi kriteria terdampak penanganan PMK.

Muas juga menyebutkan, proses pemberian bantuan untuk pemotongan bersyarat itu harus dibuktikan dengan data-data otentik. Salah satunya adalah hasil visum dari tenaga dokter hewan atau medis yang ada di daerahnya.

"Kemudian disaksikan oleh pemerintah setempat dalam hal ini kepala desa atau lurah yang ada di lokasi itu," ujarnya.

Abdul Muas melanjutkan, kompensasi atau bantuan dibayarkan melalui mekanisme belanja langsung di mana dana kompensasi dari rekening kas negara dibayarkan secara langsung kepada rekening penerima kompensasi atau bantuan.

Untuk di Sulsel, Muas mengatakan semua kompensasi telah dibayarkan.

"Langsung dibayarkan ke peternaknya. Tetapi ada kriteria, persyaratan yang harus dipenuhi, dilaporkan kemudian dilakukan pemotongan. Ada dokumentasi, ada hasil visum dokternya dan diketahui oleh pemerintah setempat," terangnya.

Namun sebelum dibayarkan, hewan-hewan yang akan dipotong bersyarat harus diverifikasi dahulu di tingkat kabupaten/kota. Data ith kemudian diteruskan ke pemerintah pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian.

"Itu dilaporkan kemudian nanti kabupaten mengirim ke provinsi, provinsi tindak lanjut ke pusat. Nanti pusat akan mentansfer langsung dananya ke yang bersangkutan," ucapnya.

Meski ada aturan pemotongan bersyarat, namun Muas mengatakan tidak ada pemaksaan. Akan tetapi, peternak yang tidak ingin ternaknya dipotong bersyarat harus benar-benar menjaga ternaknya agar tidak berkeliaran ke mana-mana.

"Dia harus melakukan proses pengendalian pengobatan. Kalau tidak mau pemotongan bersyarat boleh, tetapi jangan ternaknya dibiarkan bersentuhan dengan ternak lain. Apalagi mau memindahkan ternaknya ke suatu tempat ke tempat yang lain," tuturnya.

Dirinya mencontohkan, seperti di Toraja,  masyarakat setempat tak sedikit yang enggan kerbaunya dipotong bersyarat. Pasalnya, harga kerbau di sana jauh lebih tinggi dibandingkan harga maksimal kompensasi yang dijanjikan pemerintah.

"Makanya di Toraja lebih banyak melakukan proses penyembuhan karena harga kerbau yang mereka pelihara nilai ekonomisnya tinggi dibandingkan dengan biaya bantuan ini," beber Abdul Muas.

Selain dipotong bersyarat, salah satu langkah untuk mencegah penyebaran virus PMK dengan melakukan vaksinasi pada hewan ternak. Muas mengaku Sulsel telah menerima vaksin dari Kementerian Peternakan sebanyak 15 ribu dosis, yang telah didistribusikan sebanyak 14.300 dosis.

Maka dari itu, Muaz menyebut pihaknya telah meminta penambahan vaksin sekitar 2,5 juta dosis.

"Realisasi vaksinasi dilapangan sebanyak 7.236 ekor, jadi teman-teman ini masih berproses melakukan vaksinasi dilapangan. Pemerintah Pusat sekarang juga kan proses pengadaan 24,8 juta dosis untuk dibagi ke seluruh Indonesia. Mudah-mudahan kita Sulsel bisa dapat 2,5 juta," pungkasnya.

Rekomendasi