ERA.id - Pedagang Kaki Lima (PKL) yang biasanya berjualan di Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) mengadu ke DPRD Kota Solo, Jumat (30/9/2022), karena tak bisa lagi kembali ke Jurug.
Mereka ditemui oleh Ketua DPRD Kota Solo Budi Prasetyo, Ketua Komisi 2 DPRD Kota Solo Honda Hendarto, Anggota Komisi 2 DPRD Kota Solo Abdul Ghofar Ismail dan Wawanto.
Usai pertemuan tersebut, Ketua Komisi 2 DPRD Kota Solo, Honda Hendarto mmengaku menampung keluhan pedagang yang merasa terusir dari TSTJ.
”Kami terima keluhannya. Tadi dikatakan diusir, harus dikosongkan oleh Pak Direktur tanpa pemberitahuan,” katanya.
Pasca mendapat keluhan ini, DPRD Kota Solo akan menyurati secara resmi Perumda TSTJ. Surat ini akan diberikan secara kelembagaan dan ditembuskan ke Wali Kota Solo.
Saat ditanya apakah akan memanggil TSTJ, Honda enggan melakukannya. ”Tidak usah dipanggil, disurati saja secara resmi,” katanya.
Menurutnya, pemindahan PKL ini tidak sejalan dengan visi dan misi Wali Kota Solo yang mengembangkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) agar naik kelas.
”Harusnya TSTJ yang dibangun secara profesional sedemikian rupa, mereka para UMKM ini juga dinaikkan kelasnya. Harusnya ini kesempatan yang bagus untuk menaikkan UMKM menjadi seperti apa yang diinginkan Mas Wali (Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka),” katanya.
Bahkan DPRD Kota Solo menyayangkan kebijakan dari Perumda TSTJ dan Pemkot Solo yang tidak mengajak komunikasi dewan terkait revitalisasi TSTJ.
Padahal selama ini TSTJ merupakan mitra dari DPRD Kota Solo. "Tahu saja enggak kok, pembicaraannya blas nggak ngerti. Bukan kecolongan, mungkin memang kami tidak dianggap ada oleh Perumda (TSTJ). Padahal Perumda adalah mitra kami, ya kalau nggak dianggap nggak apa-apa,” katanya.
Honda optimis, dengan adanya surat bisa membuat TSTJ meninjau kembali keputusannya. ”Solusi yang paling baik ya mereka dinaikkan kelasnya. Bukannya dicampakkan. Makanya ini tegas kami dukung,” katanya.
Sementara itu Ketua Paguyuban Bakul Taman Jurug, Sarjuni merasa lega. Sebab selama ini mereka merasa terpinggirkan dan dianggap sebelah mata oleh pengelola Jurug.
Padahal mereka sudah berjualan di sana sejak tahun 1970. "Kami merasa upaya kami diperjuangkan oleh DPRD. Biar nanti eksekutif dipanggil DPRD,” katanya.