ERA.id - Pagi itu, Rabu 24 Mei 2013, warga dihebohkan adanya sosok yang tergeletak tidak berdaya di halaman di lapangan voli SMP Islam Athirah, Jalan Kajaolalido, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.
Sejumlah guru, pengelola sekolah, hingga siswa-siswi SMP itu kaget atas peristiwa itu. Ada siswa mengenakan baju seragam kaus SMP Athira berwarna hijau, ditemukan tak bergerak. Belakangan diketahui sosok itu bernama Basman Nafa Yaskura atau BNY, usia 15 tahun, siswa kelas VIII.
Atas kejadian itu, pihak sekolah lalu mengabari orang tua korban. Ayah korban, Benny Yusuf Nurdin, pejabat Kementerian Perhubungan yang ditugaskan sebagai Kepala Pengelola Trasportasi Darat di Provinsi Banten, usai mengetahui putra bungsunya tewas tragis karena diduga melompat dari lantai delapan gedung sekolah itu, langsung bertolak ke Makassar.
Korban sempat dibawa ke Rumah Sakit Jaury Akademis, tidak jauh dari sekolahnya, untuk ditolong. Namun takdir berkata lain, Basman tak tertolong. Jenazah korban kemudian dibawa ke RS Bayangkara untuk keperluan visum dan penyelidikan polisi.
Benny, yang dijemput dari Bandara Hasanuddin menggunakan mobil patroli Dishub, tak kuasa menahan tangis sesaat tiba di RS Bayangkara. Beberapa keluarga berusaha menenangkannya, tetapi kesedihan mendalam tidak mampu ia bendung. Bahkan keluarganya ikut menangis haru di depan kamar jenazah.
Awalnya pihak keluarga mengizinkan petugas mengautopsi korban, namun urung dilakukan sehingga jasad almarhum hanya divisum luar sebagai bahan laporan serta penyelidikan pihak berwajib.
Selanjutnya jenazah dibawa pulang ke rumah duka di kompleks Gosyen, Jalan Aroepala, eks Hertasning Baru Makassar untuk disemayamkan lalu dimakamkan.
Benny menyatakan sampai saat ini keluarga belum bisa menerima kejadian itu. Meski Polrestabes Makassar telah berusaha memecahkan kasus tersebut hingga menyimpulkan korban diduga bunuh diri, jatuh dari lantai delapan atap sekolah milik mantan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 HM Jusuf Kalla itu.
Ia mengungkapkan sempat didatangi aparat Polda Sulsel di kediaman pribadinya setelah beberapa hari kejadian, menanyakan perihal kematian anaknya itu yang masih menjadi tanda tanya.
Kepada wartawan, Benny menyatakan kedatangan mereka membicarakan seputar penyelidikan serta tindak lanjutnya.
"Hanya pemantauan saja karena proses hukum sudah dilakukan Polrestabes. Jadi, kita percaya. Itu tugas mereka secara profesional. Saya juga sudah mengunjungi lokasi anak saya di sekolah itu. Sesuai dengan informasi dan berita, di lantai delapan, roof top (atap), memastikan tas dan sepatu anak saya posisinya di mana setelah kejadian," tuturnya.
Sebab, menurut dia, ada yang janggal dengan kematian anaknya itu karena tasnya ditemukan di dalam ember toilet musala, begitu pula sepatunya berada depan musala sekolah.
Bahkan dari rekaman kamera pengintai CCTV, korban hanya terpantau saat naik lift ke lantai delapan, tetapi di lantai delapan CCTV tidak berfungsi alias rusak.
"Kalau saya melihat, di lantai delapan itu tidak ada tempat melompat. Di lantai delapan di situ ada tangga ke roof top, tapi kita tidak bisa bilang di situ karena tidak melihat. CCTV juga tidak bisa membuktikan anak saya naik ke atas, sehingga kita sama-sama menduga. Kalau saya, secara pribadi, tahu karakter anak saya. Sampai saat ini belum menyakini anak saya bunuh diri," ucapnya sembari menangis.
Pihak keluarga juga sempat didatangi pihak sekolah untuk menyampaikan belasungkawa dan permintaan maaf. Ia menanyakan bagaimana keseharian anaknya selama di sekolah. Apakah suka bolos atau tidak, ternyata anaknya baik, tes IQ masuk kategori superior dan masuk Kelas Tozza (pilihan). Akan tetapi, korban tidak mau karena temannya sedikit.
Ia menegaskan selama ini hubungan dengan anak ketiganya dari tiga bersaudara sangat baik, bahkan sering video call ketika bersama ibunya. Walau dirinya bertugas di Kementerian Perhubungan di luar wilayah Sulsel, ia tetap memperhatikan kondisi anak-anak maupun keluarganya selama berdinas di luar kota.
"Tidak ada masalah dengan anak saya. Ini yang saya mau luruskan, tidak ada kerenggangan. Pendapat orang di luar sana tidak benar, hanya sepihak, tidak melihat dari dalam, hanya dari luar. Saya berharap kasus kematian anak saya diungkap secara terang benderang oleh kepolisian," katanya.
Kejanggalan jelang korban tewas
Sementara itu, ibu kandung korban, Jane Riatri Timbonga, mengungkapkan, menjelang kematian anaknya, ia sempat berkomunikasi pada Rabu (24/5) pukul 08.34 Wita dan menelponnya bahwa sudah sampai sekolah.
Kendati korban awalnya tidak ingin masuk sekolah dan memberi tahu wali kelasnya dengan alasan sakit, ia akhirnya tetap pergi ke sekolah.
"Waktu itu, dia menelpon, saya bilang kalau memang sudah sampai, tolong fotokan (swafoto) (untuk) Mama, tapi langsung dia tutup. Sejak itu tidak ada komunikasi lagi. Waktu kejadian, ada chat ditunjukkan Fatimah Kalla, anaknya tidak mau pergi sekolah, tapi tidak saya perhatikan karena fokus anak saya masih di lapangan. Tiga hari setelah kejadian, saya ditunjukkan suami saya, barulah kuingat, (chat)," ungkapnya.
Meski demikian, ungkap Jane, dari chat media sosial yang dikirimkan pihak sekolah melalui suaminya lalu diperlihatkan, ia menduga ada "yang lain", terlihat ganjil dan bahasanya tertata, tidak seperti chat biasanya, sebab ia tahu persis karakter tulisan anaknya melalui chat.
"Saya tahu anak saya bagaimana, saya yakin 100 persen bahwa itu bukan tulisan anak saya. Saya tahu anak saya pandainya dan mengikuti saya, sains. Saya tahu anak saya tidak pandai berkata-kata, menyusun kata yang ada di chat itu," ujar Jane, yang juga guru, sembari meneteskan air mata.
Jane sangat berharap keadilan dan pengungkapan kematian anaknya segera ditegakkan aparat penegak hukum.
Walaupun sudah ada kesimpulan dari kepolisian bahwa anaknya diduga bunuh diri, sampai kini pihak keluarga belum menerima sepenuhnya kesimpulan itu karena ada banyak kejangggalan dan keganjilan yang belum diselidiki penyidik polisi.
Hentikan penyelidikan
Polisi sejauh ini sudah menyimpulkan bahwa kematian siswa tersebut akibat melompat dari roof top sekolah.
"Dari rangkaian hasil proses penyelidikan, tidak ditemukan unsur pidana. Hasil pemeriksaan dari kita yang dipaparkan, korban diduga melompat, bunuh diri sehingga penyidikan dihentikan karena tidak ditemukan ada unsur pidana," ujar Kapolrestabes Makassar Kombes Pol. Mokhamad Ngajib saat rilis pengungkapan kasus di aula kantornya, Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (2/6).
Selama penyelidikan, polisi telah melaksanakan secara transparan. Selain itu, juga sudah disampaikan hasil penyelidikan kepada pihak keluarga. Semua hasil dibuka selama proses penyelidikan, begitu pula alat bukti yang diperoleh dan keterangan saksi-saksi sebanyak 24 orang, juga telah diperiksa.
Bahkan sejak korban ditemukan di lantai dasar beserta rekaman CCTV yang diperoleh dari pihak sekolah maupun CCTV tambahan dari luar sekolah yang didapatkan penyidik, termasuk jejak digital, kronologi motif dugaan melakukan bunuh diri, kata dia, telah dilakukan pendalaman dengan menyamakan proses pembuktian kejadian yang mengakibatkan korban meninggal dunia.
Saat ditanyakan apa motifnya sampai korban berani mengakhiri hidupnya melompat dari roof top di lantai delapan dan apakah ada masalah keluarga atau ada motif lain yang kini menjadi misteri, mantan Kapolres Kota Palembang ini menegaskan tidak ada permasalahan.
Mengenai posisi korban sebelum ke sekolah dan berada di Kabupaten Gowa, kata dia, pengecekan itu dari pihak keluarga melalui GPS. Sebab, dari jejak digital proses perjalanan dibuktikan pada pukul 09.25 Wita korban sudah ada di sekolahnya.
Dari rekam jejak digital yang diperoleh penyidik, sekitar pukul 07.56 Wita korban memesan transportasi daring. Kemudian pada pukul 08.01 Wita menuju ke Gowa. Pukul 08.21 Wita kembali memesan transportasi daring lalu berangkat pukul 08.27 Wita dari arah Gowa menuju BTN Pelita Mas Gowa.
Selanjutnya, pukul 08.48 Wita, korban dari arah Gowa menuju sekolah Athirah Makassar dan tiba pukul 09.21 Wita. Korban lalu masuk ke pintu utama sekolah. Pukul 09.25 Wita, korban terpantau CCTV berjalan sendiri menuju musala dan setelah itu tidak terlihat.
Namun saat menuju tangga lantai delapan terlihat oleh saksi dan pada pukul 09.44.55 Wita, korban ditemukan di lantai dasar pada lapangan voli sekolah setempat.
Selain itu dari keterangan saksi, pada 24 Mei 2023, korban sebelumnya telah izin tidak masuk sekolah, namun belakangan yang bersangkutan tetap masuk dan tiba pukul 09.25 Wita di sekolahnya.
Dokter ahli forensik RS Bhayangkara Makassar Deny Mathius dalam rilis pengungkapan kasus itu menyatakan bahwa hasil yang ditemukan dari foto rontgen dan pemeriksaan luar CT scan terdapat beberapa luka di tubuh korban yang disebabkan oleh benda tumpul.
Selain luka memar, kata dokter Deny, termasuk ada kondisi patah tulang di tubuh korban. Patah tulang di sekitar panggul sisi kiri, kemudian paha kiri sampai lengan kiri, kanan juga ada, sampai patah tulang tertutup atau yang terbuka. Ruas-ruas tulang belakang juga dan tulang ekor itu juga ada patah
SMP Athirah dukung polisi ungkap kasus
Manajemen Sekolah Islam Athirah menyerahkan penyelidikan kasus tersebut kepada kepolisian setempat mulai dari Polsek hingga ditangani Polrestabes Makassar.
"Kami sangat terbuka untuk membantu pihak kepolisian dengan membuka akses selebar-lebarnya, menyediakan saksi-saksi yang dibutuhkan, hingga seluruh barang bukti tanpa ada intervensi siapa pun," kata Direktur Sekolah Islam Athirah, Syamril melalui siaran persnya.
Manajemen Sekolah Islam Athirah juga terus menjaga komunikasi dengan keluarga korban. Pihaknya bahkan telah berkomunikasi dengan orang tua, berbicara terbuka dari hati ke hati. Sekolah Islam Athirah percaya pihak kepolisian dapat bertindak profesional untuk menyingkap kasus itu seterang-terangnya.
"Kami sangat merasakan kehilangan. Kami memiliki komitmen yang sama, menyerahkan sepenuhnya peristiwa ini kepada pihak kepolisian," katanya.
Pihaknya minta masyarakat menahan diri tidak ikut menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya.