ERA.id - DPD Demokrat Sulsel diterpa isu tak sedap. Kabarnya, sejumlah pengurus DPC di sejumlah daerah mengaku tak nyaman, makanya mereka berani membelot saat KSP Moeldoko berkonflik dengan Ketum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Kemungkinan, hal itu adalah imbas dari kegerahan dan ketaknyamanan mereka dengan kondisi Demokrat di Sulsel yang diketuai Ni'matullah Erbe atau yang akrab disapa Ulla.
Hal tersebut disampaikan mantan Wali Kota Makassar sekaligus mantan Ketua DPD Demokrat Sulsel, Ilham Arif Sirajuddin. Menurutnya, Ketua DPC di Sulsel yang ikut KLB Deli Serdang bukan tidak setuju ke AHY, tapi mungkin tidak merasa bahagia dengan kepemimpinan Demokrat di Sulsel.
“11 DPC yang makan malam bersama saya waktu itu sebelum ramai-ramai soal KLB, bisa jadi mereka tidak happy dengan kepemimpinan di Sulsel saat ini. Bukan tidak suka AHY-nya,” beber IAS dikutip dari FAJAR pada 11 April lalu.
Belakangan, IAS diketahui mencari dukungan dengan harapan dirinya bisa kembali menakhodai Demokrat Sulsel dan memenangkan partai berlambang Mercy itu. Sementara saat dikonfirmasi ke Ulla, sampai berita ini diturunkan, belum ada jawab soal isu tak sedap tersebut.
Lalu bagaimana tanggapan pakar soal itu? Pengamat politik Universitas Hasanuddin, Dr Sukri mengungkapkan peluang IAS sangatlah lebar jika memanfaatkan konflik internal partai itu sendiri. Sukri bilang, peluang itu diarahkan sesuai keinginan para kader yang mulai tidak nyaman dengan kepengurusan yang sekarang.
"Karena itu, sekarang tinggal kita lihat pihak mana yang akan memanfaatkan isu konflik (pusat) ini dan akan diarahkan ke mana efek konflik ke depan," ucapnya kepada ERA.id melalui sambungan teleponnya, Sabtu (29/5/2021).
Sukri menuturkan, pada dasarnya konflik akan membawa dua efek. Pertama efek negatif, yakni akan menimbulkan ketidaksolidan dalam internal Demokrat. "Jika ini terjadi, maka mau tidak mau, akan ada kekecewaan dari beberapa pihak yang sangat mungkin akan memberi dorongan pada perlunya untuk mengevaluasi pengurus yang ada," tegas pria berkacamata ini.
Sementara itu, dalam konteks wacana persaingan menuju ke pembentukan pengurus baru, isu penting ini tentunya akan dimanfaatkan oleh pihak tertentu. Contohnya dengan menunjukkan bahwa pengurus saat ini tidak mampu untuk mengontrol konflik yang terjadi, sehingga akan berpotensi menghambat kebijakan partai ke depan.
Namun di sisi lain, konflik juga berpotensi menimbulkan semangat kebersamaan dari pihak-pihak yang ada. "Jika konflik dilihat sebagai upaya pihak-pihak tertentu (misalnya pihak dari luar) untuk menganggu stabilitas partai, maka para kader justru akan bersatu untuk menyelesaikan konflik tersebut," tandasnya.