ERA.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif Nurdin Abdullah mengakui telah menerima gratifikasi dari para pengusaha serta Direksi Bank Sulselbar.
Dana dari gratifikasi itu digunakan untuk bonus tahunan petugas taman dan protokol.
"Di persidangan terdakwa mengakui bahwa benar pernah menerima uang sejumlah 200 ribu dolar AS dari saksi Nuwardi bin Pakki alias Haji Momo, mengakui benar menerima uang dari Fery Tanriadi sejumlah Rp2,2 miliar yang kemudian terdakwa meminta ditukarkan ke dalam bentuk dolar Singapura," kata JPU KPK Zainal Abidin, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar, Senin (15/11/2021) kemarin.
Fery Tanriady adalah rekanan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang juga Komisaris Utama PT Karya Pare Sejahtera.
"Terdakwa mengakui benar menerima uang sejumlah Rp1 miliar dari saksi Haerudin, kemudian mengakui menerima uang melalui Sari Pudjiastuti dan Syamsul Bahri yang sumbernya tidak diketahui untuk keperluan bonus tahunan kepada petugas taman, protokol, dan lain lain sejumlah Rp800 juta yang sisanya dibelikan mesin 'speed boat' dan 'jetsky'," kata jaksa Zainal.
Haerudin juga merupakan rekanan Pemprov Sulsel sekaligus pemilik PT Lompulle. Sedangkan Sari Pudjiastuti adalah Plt Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa, dan Syamsul Bahri adalah ajudan Nurdin.
"Bahwa terdakwa beranggapan penerimaan uang tersebut merupakan bentuk bantuan pengusaha untuk pembangunan Masjid Ikhtiar Tamalanrea Makassar, dan hal itu sudah biasa dilakukan," kata jaksa Zainal.
Atas penyangkalan Nurdin tersebut, JPU KPK berpendapat keterangan Nurdin berbeda dengan keterangan saksi dosen Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Syarifudin Syarif yang menerangkan kalau tidak pernah ada pengusaha atau kontraktor yang ingin menyumbang untuk pembangunan Masjid Ikhtiar Tamalanrea.
"Dan belum pernah ada penyampaian dari terdakwa atas adanya bantuan dari kontraktor atau pengusaha untuk pembangunan masjid tersebut," ujar jaksa.
Bahkan, menurut JPU KPK, beberapa pemberian tersebut berasal dari Fery Tanriady yang oleh Nurdin Abdullah telah ditukar dalam mata uang dolar Singapura dan disimpan dalam brankas sejumlah 190 ribu dolar Singapura.
"Namun tidak diberitahukan dan tidak diserahkan kepada Pengurus Masjid Ikhtiar Tamalanrea," kata jaksa.
Masjid Ikhtiar Tamalanrea berada di Kompleks Perumahan Dosen Universitas Hasanuddin Tamalanrea Jaya Makassar, Sulawesi Selatan.
Dalam perkara ini, Nurdin Abdullah dituntut 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan serta kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp3,187 miliar dan 350 ribu dolar Singapura subsider 1 tahun penjara.
Nurdin juga diminta untuk dicabut hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak selesai menjalani pidana pokoknya.
Nurdin dinilai terbukti menerima suap senilai 150 ribu dolar Singapura (sekitar Rp1,596 miliar) dan Rp2,5 miliar serta gratifikasi senilai Rp7,587 miliar dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,128 miliar), sehingga total seluruhnya adalah sekitar Rp13,812 miliar.