Ingat Kasus Anggota TNI yang Tabrak Remaja di Nagreg? Begini Kelanjutannya

| 07 Apr 2022 13:58
Ingat Kasus Anggota TNI yang Tabrak Remaja di Nagreg? Begini Kelanjutannya
Perwira menengah TNI Kolonel Infanteri Priyanto

ERA.id - Peristiwa tabrakan yang melibatkan Handi (16), Salsabila (14), dan tiga oknum TNI AD pada 8 Desember 2021 di Nagreg, Kabupaten Bandung, berlanjut kasusnya.

Untuk diketahui, usai insiden itu, para korban diduga dibawa oleh tiga orang tentara, lalu para korban hilang secara misterius.

Kemudian pada 11 Desember, dua jenazah korban ditemukan di aliran Sungai Serayu yang ada di Jawa Tengah. Setelah ditemukan, jenazah para korban dikembalikan ke keluarga dan dimakamkan.

Kini, perwira menengah TNI Kolonel Infanteri Priyanto, mesti mempertanggunjawabkan perbuatannya. Ia jadi terdakwa dalam kasus pembunuhan di Nagreg.

Saat sidang, ia bilang kalau Handi dan Salsa sudah meninggal usai ditabrak. Alasannya, korban terlihat tidak bergerak. Padahal, dari penelusuran dokter forensik, pernyataan Priyanto tidak benar sama sekali.

"Kami (Kolonel Priyanto, Kopral Dua Andreas Dwi Atmoko, dan Kopral Satu Ahmad Sholeh) saat mengangkat korban ke mobil, benar-benar tidak melihat dia bergerak. Tubuhnya lemas, kaku, seperti mengangkat karung. Menurut kami, secara visual itu sudah meninggal," kata Kolonel Priyanto dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Kamis (7/4/2022).

Pernyataan tersebut, kata Ketua Hakim Brigadir Jenderal TNI Faridah Faisal, bertentangan dengan keterangan ahli, yakni dokter forensik dr. Muhammad Zaenuri Syamsu Hidayat yang memastikan Handi Saputra dibuang ke Sungai Serayu, Banyumas, Jawa Tengah, dalam keadaan hidup.

Zaenuri, yang dihadirkan oleh Oditurat Militer Tinggi II Jakarta, Kamis (31/3), sebagai ahli di persidangan, menjelaskan bahwa air hanya ditemukan di paru-paru korban, tidak di lambung.

"Artinya, korban dibuang ke sungai dalam keadaan tidak sadar, tetapi masih hidup," kata Zaenuri.

Dokter forensik yang mengautopsi jenazah Handi itu menyampaikan jika korban dalam keadaan sadar, ada air ditemukan di lambung dan paru-paru. Namun, jika korban dalam keadaan tidak sadar, air hanya ditemukan di paru-paru.

Kondisi lainnya, kata Zaenuri, jika korban dalam keadaan meninggal, air tidak ditemukan di dua organ tersebut.

Dengan demikian, hasil autopsi Handi Saputra menunjukkan korban dibuang ke Sungai Serayu dalam keadaan tidak sadar dan akhirnya meninggal dunia tenggelam setelah air memenuhi rongga paru-parunya.

Meski begitu, Kolonel Priyanto bersikeras menyatakan dirinya dan dua anak buahnya menyangka bahwa dua korban tersebut, terutama Handi Saputra, sudah tidak bernyawa.

Oleh karena itu, dia dan anak buahnya membuang tubuh Handi ke anak Sungai Serayu. "Kami tidak melihat korban bergerak dan bernapas," kata Kolonel Priyanto.

Selanjutnya, Oditur Militer Tinggi Kolonel Sus Wirdel Boy mengatakan sidang pembacaan tuntutan akan dilaksanakan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Kamis (21/4) depan.

Menanggapi pernyataan Kolonel Priyanto tersebut, Oditur Militer Tinggi Kolonel Sus Wirdel Boy selaku penuntut umum saat sidang mengatakan, bahwa warga negara yang tidak memiliki keahlian tidak diperbolehkan mengambil keputusan perihal menentukan seseorang masih hidup atau sudah meninggal.

"Kalau korban kecelakaan, yang menentukan tidak meninggal atau meninggalnya korban adalah dokter. Jadi, yang dilakukan terdakwa bukanlah kewenangannya," ujar Kolonel Sus Wirdel Boy.

Rekomendasi