ERA.id - Seorang tahanan di RTP Polrestabes Medan tewas secara tragis. Ia dianiaya bahkan parahnya beredar kabar kalau dia dipaksa masturbasi pakai balsem.
Tahanan itu adalah Hendra Syahputra. Saat ditemukan tewas, didapati tengkorak kepalanya retak. Hendra memang dihajar dan diperas oleh sesama tahanan.
Aksi keji itu, kabarnya merupakan perintah penjaga Rumah Tahanan (RTP) Polrestabes Medan, Leonardo Sinaga.
Soal masturbasi pakai balsem itu, jaksa penuntut umum (JPU) Pantun Marojahan Simbolon yang bilang dalam sidang pembacaan dakwaan di ruang Cakra VIII PN Medan.
Disebut, Hendra dipaksa oleh tahanan bernama Rizki, untuk masturbasi pakai balsem, setelah dimintai uangnya sebesar Rp 2 juta.
Mendengar itu, hakim Khamozaro Waruwu geram. JPU langsung diminta menindaklanjuti masalah yang didera mendiang Hendra. Hakim meminta agar semua fakta persidangan dilaporkan kepada Kapolri, Jendral Listyo Sigit Prabowo.
"Saudara penuntut umum jangan anggap sepele masalah ini, ada yang tidak beres di sebuah instansi resmi di Polrestabes Medan."
"Kalau bisa Kapolri harus tahu masalah ini, ada yang tak beres di sel tahanan Polrestabes Medan, jadi jangan dianggap sepele," kata hakim mengulang permintaannya kepada JPU, Kamis (9/6/2022), dikutip dari Tribun News.
"Soal salah tidak bersalah, itu nomor dua, tapi ada kewajiban untuk melindungi hak-hak asasi setiap tersangka, dan Kapolrestabes Medan tidak boleh lepas tangan dalam perkara ini," tambahnya.
Dalam sidang itu, dihadirkan terdakwa Hisarma Pancamotan Manalu, yang terbukti menggebuk Hendra dalam tahanan. Saat itu, hakim Khamozaro menggertak Hisarma.
"Coba kamu buka dulu masker kamu itu, ya, biar lebih sehat terlihat kamu. Kurang ajar saya dengar keteranganmu tadi," kata hakim dengan nada tinggi.
Ya, Hisarma memang mengaku bahwa dirinya diperintahkan oleh Leonardo Sinaga, anggota Polrestabes Medan untuk menjadi keji dengan memeras dan menyiksa Hendra Syahputra, tahanan kasus dugaan pencabulan.
"Leo Sinaga itu apa tugasnya? Dimana dia sekarang? Apakah masih dinas atau sedang menjalani pemeriksaan," tanya hakim.
"Setau saya masih aktif di Polrestabes Medan, Pak hakim," jawab terdakwa Hisarma.
"Kami disuruh Leo Sinaga untuk memukuli korban bu hakim," tambah Hisarma lagi.
"Leo memerintahkan kami untuk meminta uang kepada korban. Kata Leo, 'minta uang Rp5 juta sama dia (korban), banyak uangnya itu, kawan anaknya dicabulinya, kalian siksa aja'," terang Hisarma.
Pengacara terdakwa yang mendengar pengakuan itu, lalu bertanya. "Jadi, kalau seandainya korban memberikan uang itu, apakah kalian kebagian juga," tanya pengacara terdakwa.
Secara gamblang, Hisarma mengakui ada menerima uang dari Leonardo Sinaga tiap kali memeras tahanan. "Biasanya dikasihnya bu," ucap terdakwa.
"Ooooo, berarti sudah sering ya," timpal majelis hakim Eliwarti.
Keluarga korban terpukul
Keluarga korban jelas terpukul. Bagaimana tidak, kematian Hendra sungguh tragis dan didalangi oleh anggota aktif Polrestabes Medan, Leonardo Sinaga.
Sayang, kejelasan hukum soal Leonardo Sinaga belum terang. Pimpinan kepolisian, baik itu Kapolrestabes Medan atau Kapolda Sumut tak pernah merespons.
"Dalam sidang disebutkan, ada oknum (polisi) aktif yang terlibat. Seharusnya Kapolda bertanggung jawab atas semua ini," kata Hermansyah, adik kandung almarhum Hendra Syahputra di luar ruang sidang.
"Kenapa masih ada hal seperti ini terjadi. Kejanggalan dalam perkara ini, kenapa disembunyikan bukti-bukti, kan sudah jelas anggotanya terlibat, kenapa disembunyikan," kata Herman.
Dalam persidangan muncul pula info baru, kalau ada 12 orang yang menganiaya Hendra. sayang, baru satu yang bisa dihadirkan di sidang.
"Setahu saya ada 12 orang tersangka. Tapi dalam perkara ini, baru terdakwa Hisarma yang diadili," kata Herman.
Diketahui, para tersangka adalah Tolib Siregar alias Randi, Wily Sanjaya alias Aseng Kecil, Nino Pratama Aritonang, Hendra Siregar alias Jubal, Juliusman Zebua, Andi Arpino, Rizki dan Hisarma Pancamotan Manalu.
Dari nama-nama tersebut, hanya terdakwa Hisarma Pancamotan Manalu yang diadili di PN Medan. Sementara berkas tersangka lainnya 'tiarap' di Polrestabes Medan.
Kronologi
JPU Pantun Marojahan Simbolon menyebut dalam dakwaan, kalau kasus pembunuhan Hendra Syahputra ini bermula pada November 2021.
Andi Arpino yang merupakan Kepala Blok (Kablok) dipanggil oleh Penjaga Piket Rumah Tahanan Polrestabes Medan. Saat mendatangi petugas piket, Andi mengantarkan korban Hendra Syahputra (meninggal dunia) ke Blok G.
"Lalu, saksi Andi meminta uang kebersamaan kepada korban sebesar Rp2 juta, yang mana setiap tahanan harus membayar uang kebersamaan kepada saksi Andi,"
"Kemudian korban menghubungi saksi Hermansyah, tapi korban tidak memberikan uang kebersamaan kepada saksi Andi," sebut JPU Pantun Marojahan Simbolon.
Andi Arpino meminta uang tersebut karena dipaksa oleh Leonardo Sinaga, anggota Polrestabes Medan yang menjaga RTP.
Kala itu, korban tetap tidak memberikan uang, sehingga saksi Juliusman Zebua memukul pundak Hendra sampai terjatuh. "Kemudian saksi Andi meminta agar korban menghubungi keluarganya, tapi nomor handphone keluarga korban tidak aktif,"
"Mengetahui hal tersebut, saksi Willy Sanjaya alias Aseng Kecil dan saksi Nino Pratama Aritonang langsung memukul punggung korban dari arah belakang,"
"Lalu, saksi Hendra Siregar alias Jubel memukul bagian pundak korban dan saksi Nino memukul bagian lutut sebelah kiri korban menggunakan bola karet yang dibungkus menggunakan baju," sebut JPU.
Selanjutnya, saksi Andi menyuruh korban kembali menghubungi keluarganya bernama Hermansyah, agar diberikan uang Rp2 juta untuk uang kebersamaan.
Sayangnya, Hermansyah tidak memiliki uang tersebut. "Mendengar hal itu, saksi Tolib Siregar alias Randi merasa kesal dan kembali memukul lutut sebelah kiri korban, masing-masing sebanyak dua kali menggunakan bola karet,"
"Lalu, terdakwa Hisarma Pancamotan Manalu menendang bahu sebelah kanan korban sebanyak satu kali sampai korban terjatuh ke lantai,"
"Kemudian korban berjalan ke arah belakang sel, dan diikuti terdakwa serta tahanan lainnya ikut mengelilingi korban," urai JPU.
Kemudian, tahanan bernama Rizki membawa balsem dan menyuruh korban mastrubasi dengan menggunakan balsem. Setelah itu, saksi Andi mengaku kepada korban, jika tidak punya uang, jangan berjanji ke petugas piket. Alasannya, bahaya.
Pada malam harinya, korban mendatangi saksi Andi. Belum sempat sampai menemui saksi Andi, saksi Hendra Siregar alias Jubal mengadang dan memukul tangan korban menggunakan asbak dengan mengatakan 'Mau ngapain kau menjumpai Kablock', dan saksi Jubal mengancam korban dengan menggunakan bola karet tersebut.
Esoknya korban kembali menemui saksi Andi hendak meminjam ponsel untuk menghubungi Hermansyah (keluarga korban), namun tidak diangkat. Tak lama saksi Nino memukul korban menggunakan kaleng rokok, sehingga korban lutut sebelah kanan dan kiri lebam. Selain itu, bagian punggung belakang korban juga lebam, karena dipukul. Akibatnya, korban susah berjalan.
"Lalu, saksi Hendra Siregar alias Jubel melemparkan bola karet ke arah bagian tubuh korban, hingga mengalami sakit dan susah berjalan. Kemudian, saksi Andi memberikan handphonenya agar korban menghubungi keluarga dan memberitahukan bahwa korban sedang sakit, namun tidak direspon," ujar jaksa.
Pada Sabtu, 21 November 2021 sekira pukul 08.30 WIB, korban demam tinggi. Hisarma lalu melapor ke piket yang berjaga, dan korban dibawa ke Klinik Polrestabes Medan untuk diperiksa. Pada Selasa, 23 November 2021 sekira pukul 03.00 WIB, korban dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara. Sekira pukul 17.00 WIB, korban dinyatakan meninggal dunia.
Usai diperiksa, terkuak kalau korban mati lemas disebabkan pendarahan yang luas pada rongga kepala disertai retaknya dasar tulang tengkorak kepala akibat trauma kena benda tumpul. "Atas perbuatannya, terdakwa melanggar Pasal 170 ayat (2) Ke-3 KUHPidana Subs Pasal 368 ayat (1) Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana Subs Pasal 351 ayat (3) Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana," pungkasnya.