73 Golongan Islam yang Dibicarakan oleh Nabi Muhammad SAW, Siapa Saja?

| 09 Mar 2021 14:27
73 Golongan Islam yang Dibicarakan oleh Nabi Muhammad SAW, Siapa Saja?
Ilustrasi Kakbah (Adli Wahid dari Pixabay)

ERA.id - Banyak umat Islam yang mempertanyakan hadis Nabi Muhammad SAW tentang perpecahan umat Islam menjadi 73 golongan. Satu sisi ada hadis yang menyatakan bahwa yang selamat itu satu golongan, sedangkan di hadis lain menyatakan bahwa yang selamat 72 golongan dan yang masuk neraka adalah satu golongan. 

Tekait hadis 73 golongan Islam yang dibicarakan Nabi Muhammad merujuk pada hadis riwayat Imam Turmudzi, Abu Dawud, dan Ibn Majah. Masing-masing dalam kitab Sunan-nya meriwayatkan hadits tentang penggolongan umat Islam menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan atau firqoh, dan hanya satu golongan di antaranya yang selamat dari ancaman siksa neraka, yaitu golongan yang konsisten pada ajaran Nabi Muhammad SAW dan para Sahabatnya (Jama’ah) atau yang kemudian disebut dengan sebutan Ahlussunnah wal Jama’ah. 

Dilansir Nu Online, Syeikh Muhammad Muhyiddin Abdul-Hamid, seorang ulama yang banyak men-tahqiq karya-karya unggulan dalam ilmu kalam, seperti karya Imam al-Asy’ari, al-Baghdadi di atas, menyatakan kesulitannya untuk memperoleh hitungan yang valid terhadap firqoh-firqoh baru, seperti Ahmadiyah dan lain-lain. Hal itulah masalah yang muncul dari hadits 73 firqoh.

Dalam kitab al-Milal wan Nihal karya Imam Syahrastany dan  Iljamul Awam 'an Ilmil Kalam karya Imam al-Ghazali disebutkan hadits prediksi Rasulullah bahwa akan ada perpecahan umat dan yang selamat adalah Ahlussunah wal Jamaah.

Lahirnya aliran-aliran dalam Islam memang sudah diprediksi oleh Nabi Muhammad saw dalam salah satu hadisnya.

"Orang-orang Yahudi bergolong-golong terpecah menjadi 71 atau 72 golongan, orang Nasrani bergolong-golong menjadi 71 atau 72 golongan, dan umatku (kaum muslimin) akan bergolong-golong menjadi 73 golongan. Yang selamat dari padanya satu golongan dan yang lain celaka."

Kemudian ditanyakan, "Siapakah yang selamat itu?"

Rasulullah SAW menjawab, "Merekalah Ahlusunnah wal Jama’ah."

Dan kemudian ditanyakan lagi, "Apakah Ahlusunnah wal jama’ah itu?"

Nabi Muhammad menjawab, "Apa yang aku berada di atasnya, hari ini, dan beserta para sahabatku (diajarkan oleh Rasulullah saw dan diamalkan beserta para sahabat)." (HR. Imam Thabrani)

Respons para ulama terhadap hadis tersebut berbeda-beda. Setidaknya, ada tiga macam respons yang diberikan.

Pertama, hadis-hadis tersebut digunakan sebagai pijakan yang dinilainya cukup kuat untuk menggolongkan umat Islam menjadi 73 firqah, dan di antaranya hanya satu golongan yang selamat dari neraka, yakni Ahlussunnah wal Jama’ah. 

Di antara kelompok ini antara lain; Imam Abdul Qahir al-Baghdadi (Al-Farq bainal-Firaq), Imam Abu al-Muzhaffar al-Isfarayini (at-Tabshir fid Din), Abu al-Ma’ali Muhammad Husain al-‘Alawi (Bayan al-Adyan), Adludin Abdurrahman al-Aiji (al-Aqa’id al-Adliyah) dan Muhammad bin Abdulkarim asy-Syahrastani (al-Milal wan Nihal). Ibn Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa (vol-3) menilai bahwa hadits tersebut dapat diakui kesasihannya.

Kedua, hadis-hadis itu tidak digunakan sebagai rujukan penggolongan umat Islam, tetapi juga tidak dinyatakan penolakannya atas hadits tersebut. Di antara mereka itu, antara lain; Imam Abu al-Hasan Ali bin Isma’il al-Asy’ari (Maqalatul Islamiyyin wa ikhtilaful Mushollin) dan Imam Abu Abdillah Fakhruddin ar-Razi (I’tiqadat firaqil Muslimin wal Musyrikin). 

Kedua pakar ilmu kalam ini telah menulis karya ilmiahnya, tanpa menyebut-nyebut hadits-hadits tentang Iftiraq al-Ummah tersebut. Padahal al-Asy’ari disebut sebagai pelopor Ahlussunnah wal Jama’ah.

Ketiga, hadis Iftiraqul Ummah tersebut dinilai sebagai hadis dla’if (lemah), sehingga tidak dapat dijadikan rujukan. Di antara mereka adalah Ali bin Ahmad bin Hazm adh-Dhahiri, (Ibn Hazm, al-Fishal fil-Milal wal-Ahwa’ wan-Nihal). 

Pengertian firqah atau golongan dalam hadits tersebut, oleh para ulama dan para ahli tersebut, berkaitan dengan Ushuluddin (masalah-masalah agama yang fundamental dan prinsipil), bukan masalah furu’iyyah atau fiqhiyyah yang berkaitan dengan hokum-hukum amaliyah atau yang kerap disebut sebagai masalah khilafiyah, semacam qunut shalat subuh, jumlah raka’at tarawih, ziarah kubur, dan lain-lain. 

Syeikh Muhammad Muhyiddin Abdul-Hamid, seorang ulama yang banyak men-tahqiq karya-karya unggulan dalam ilmu kalam, seperti karya Imam al-Asy’ari, al-Baghdadi di atas, menyatakan kesulitannya untuk memperoleh hitungan yang valid terhadap firqoh-firqoh baru, seperti Ahmadiyah dan lain-lain.

Rekomendasi