Prank Nasional Mahkamah Konstitusi: Karpet Merah Putra Mahkota?

| 16 Oct 2023 20:55
Prank Nasional Mahkamah Konstitusi: Karpet Merah Putra Mahkota?
Ilustrasi. (ERA/Luthfia Arifah Ziyad)

ERA.id - Mahkamah Konstitusi (MK) belakangan kerap diplesetkan sebagai Mahkamah Keluarga oleh warganet. Hal tersebut terkait hiruk pikuk uji materi batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang disinyalir demi kepentingan putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka agar bisa maju sebagai cawapres Prabowo Subianto. Hari ini, Senin (16/10/2023), MK membacakan putusannya.

Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), usia minimal capres dan cawapres dibatasi 40 tahun. Sementara Gibran sendiri tahun ini baru berusia 36 tahun. 

Total ada tujuh permohonan terkait uji materi batas usia tersebut, yaitu:

  1. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang meminta batas usia capres-cawapres diubah menjadi 35 tahun;
  2. Partai Garuda yang meminta perubahan frasa menjadi “berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai penyelenggara negara”;
  3. Wali Kota Bukittinggi Erman Safar, Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa, dan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak yang meminta batas usia diubah menjadi 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai penyelenggara negara;
  4. Almas Tsaqibbirru yang meminta syarat pencalonan capres-cawapres diubah menjadi berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah;
  5. Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Arkaan Wahyu yang meminta batas usia capres-cawapres diturunkan menjadi 21 tahun;
  6. Melisa Mylitiachristi Tarandung yang meminta batas usia diubah menjadi 25 tahun;
  7. Soefianto Soetono dan Imam Hermanda yang meminta batas usia diubah menjadi 30 tahun.

Uji materi tersebut menjadi polemik karena diduga kuat merupakan upaya pihak-pihak tertentu untuk memuluskan jalan Gibran sebagai cawapres. Ditambah lagi Ketua MK saat ini, Anwar Usman adalah adik ipar Jokowi. 

SETARA Institute menilai uji materi tersebut bukan lagi untuk menegakkan hak-hak konstitusional warga, tetapi untuk kepentingan individu semata.

"Diduga kuat dilandasi nafsu kuasa keluarga Jokowi dan para pemuja Jokowi yang hendak mengusung Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Solo, yang belum genap 40 tahun, sebagai Cawapres Prabowo," ungkap Ketua Dewan Nasional SETARA Institute dalam keterangan tertulisnya, Senin (9/10/2023).

Dalam amar putusannya, MK menolak gugatan PSI, Partai Garuda, dan beberapa kepala daerah yang ingin batas usia capres-cawapres diturunkan maupun yang meminta penambahan frasa berpengalaman sebagai penyelenggara negara.

MK menilai pasal terkait batas usia capres-cawapres dalam UU Pemilu tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UUD 1945. Sementara usulan pengecualian bagi calon di bawah batas usia yang punya pengalaman sebagai penyelenggara negara tidak beralasan menurut hukum.

MK juga berpendapat bahwa yang berwenang memutuskan pembatasan usia minimal capres-cawapres adalah Pembentuk Undang-Undang, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama dengan Presiden.

Namun, MK mengabulkan sebagian gugatan dari Almas Tsaqibbirru, seorang mahasiswa hukum Universitas Negeri Surakarta yang mengaku mengidolakan Gibran. 

"Mengabulkan pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta, Senin. Gugatan pemohon dinilai beralasan menurut hukum. 

MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak punya kekuatan hukum mengikat, selama tidak dimaknai “berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.

“Sehingga Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi ‘berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’,” ujar Anwar. MK pun memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Putusan MK tersebut otomatis membuka peluang Gibran maju dalam kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Setelah sebelumnya ia mengakui sudah berkali-kali diminta Prabowo untuk mendampinginya. 

Sinyalemen mobilisasi dukungan Prabowo-Gibran

Sebelum MK membacakan putusannya, baliho-baliho dan kaus-kaus bergambar Prabowo-Gibran marak ditemui di mana-mana. Salah satu baliho besar bertuliskan “Prabowo-Gibran Presiden & Wakil Presiden RI 2024” misalnya terpampang di sudut jalan Yogyakarta.

Gibran sendiri berkali-kali memberi konfirmasi terkait pinangan Prabowo. "Semua orang kan sudah tahu. Beliau (Prabowo) sudah minta berkali-kali (jadi cawapres)," ucapnya di kantornya, Senin (9/10/2013).

Ia juga mengaku sudah melaporkan tawaran tersebut ke partainya yang mengusung Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden (bacapres). Namun, ia juga mengaku belum mengiyakan tawaran Prabowo karena masih belum cukup umur.

“Ya ditunggu saja (keputusan) di MK,” tambah Gibran.

Kubu Prabowo sendiri baru akan mengumumkan nama cawapresnya pekan depan. Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menyampaikan mereka masih menunggu putusan MK.

“Minggu depan, ini hari Minggu. Senin atau Selasa, pokoknya sabar. Putusan MK kita tunggu, pokoknya sabar. MK adalah lembaga peradilan yang sifatnya final dan mengikat,” ucapnya di Kota Solo, Minggu (15/10/2023).

Sementara itu, Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengakui banyak dukungan dari partainya agar Gibran mendampingi Prabowo dalam Pilpres 2024. Pilihan itu juga bakal diputuskan bersama para ketua umum partai dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM).

“Usulan-usulan tentang cawapres sudah ditampung, termasuk Gibran akan kami bicarakan dengan ketua umum partai koalisi. Ada beberapa nama yang mengerucut dari empat daerah,” ujar Dasco di Kota Solo, Minggu.

Sebelumnya, di media sosial ramai akun-akun besar mengutip keberhasilan Gibran sebagai wali kota maupun berbagai kemajuan di Kota Solo. Salah satunya akun X @txtdaripemerintah yang membagikan berita soal survei kepuasan warga Solo terhadap kinerja Gibran pada Sabtu (14/10/2023).

Unggahan tersebut lalu dikomentari banyak influencer dengan pengikut puluhan hingga ratusan ribu. Rata-rata bernada positif. Misalnya tampak dari komentar akun @AndyHuskyyy yang bilang, “Gw tanya warga yg beneran asli Solo, emang bener kok Bang. Gak heran banyak orang Jogja liburan main ke Solo.”

Menjelang pembacaan putusan MK, narasi “kemenangan anak muda” juga mulai beredar di media sosial. Misalnya, akun X @PolJokesID yang punya lebih dari 400 ribu pengikut menaikkan poster daftar presiden dan perdana menteri di bawah 40 tahun tepat sebelum pembacaan putusan. Akun tersebut mengomentari peluang majunya Gibran sebagai "momen para pemimpin muda untuk mengambil alih".

Sementara narasi seputar dinasti politik Jokowi dibalas dengan dalih “kompetensi”. 

Kalau ini bisa potensi untuk buat dinasti politik, ya balik lagi sih, di Indonesia selagi sistem politiknya masih demokrasi … Jadi ga bisa dibilang dinasti juga, karena balik lagi pilihan ada di masyarakat,” tulis @PolJokesID, Senin. “Kalau pemimpin muda ini anak presiden, dia berprestasi dan kompeten ya masyarakat pasti suka dan milih dia.”

Dalam laporan Tempo, kubu relawan Jokowi juga sudah mulai bergerak mengusung nama Gibran. Badan relawan Jokowi Presiden (Bara JP) disebutkan telah mencetak ratusan spanduk dan kaus bergambar Gibran dan siap menyebarkannya ke daerah setelah mendapat arahan Jokowi.

Sedangkan kelompok relawan Jokowi lainnya, Projo sudah mendeklarasikan dukungan mereka untuk Prabowo pada Sabtu (14/10/2023). Menurut sumber Tempo, deklarasi tersebut berdasarkan titah Jokowi akhir September lalu agar Projo mendukung Prabowo. Projo juga disinyalir mendapat informasi bahwa MK bakal mengabulkan gugatan batas usia capres-cawapres, lalu diminta mulai menggaungkan pasangan Prabowo-Gibran.

Dari kawan jadi lawan

Pengamat politik Ray Rangkuti mengungkapkan bahwa belakangan banyak kritik terhadap Jokowi muncul dari pendukungnya sendiri. 

"Terlihat meningkatnya kritik publik atas situasi langkah-langkah Pak Jokowi, akhir-akhir ini. Uniknya, nada kritik itu justru banyak bermunculan dari para pemilih pak Jokowi sendiri," ujarnya kepada ERA, Senin.

Salah satu pendukung Jokowi yang vokal menolak uji materi batas usia capres-cawapres di MK dan mengungkapkan kekecewaannya kepada Jokowi adalah Denny Siregar. Ia juga yang ikut meramaikan tagar #KamiMuak di media sosial.

"Saya itu pecinta Jokowi. Dua periode saya turun ke jalan untuk bela Jokowi. Tapi ketika ada yang ajak saya kampanye Jokowi 3 periode, saya menolak keras. Karena saya ingin Jokowi selesai dengan elegan," ungkapnya dalam salah satu video. "Tapi semakin lama suara saya semakin lemah, terutama ketika melihat fakta-fakta anak Jokowi begitu mudah hidupnya karena jadi anaknya presiden."

Menurut Denny, Jokowi tidak tegas melarang anak-anaknya memanfaatkan namanya sebagai presiden, hingga akhirnya mereka menduduki posisi penting dengan mudah.

Padahal, dulu Denny terkenal sebagai buzzer Jokowi. Ketika Gibran mencalonkan diri sebagai wali kota Solo, ia juga menulis panjang lebar pembelaannya terhadap pilihan anak Jokowi itu yang dituding sedang melanggengkan dinasti politik.

"Kalau Jokowi mau membangun dinasti politik, pada waktu dia jadi Wali Kota Solo tentu dia sudah menyiapkan anak-anaknya untuk ada di satu partai politik. Tetapi tidak," ujar Denny dalam tulisannya Jokowi Tergoda Dinasti Politik? tiga tahun silam. Kini, ia yang menjadi salah satu tim sukses Ganjar mengaku muak dengan upaya Jokowi.

Senada dengan Denny, budayawan tua Goenawan Mohamad juga mulai menyuarakan kekecewaannya kepada Jokowi dan keluarganya.

"Jokowi naik ke puncak dari lapis bawah. Gibran naik ke puncak dari…puncak," tulisnya di X, Rabu (11/10/2023).

Goenawan yang mengaku aktif mendukung Jokowi sejak awal hingga menyambut bahagia terpilihnya kembali Jokowi di periode kedua kini merasa kecewa dengan sikapnya.

"Presiden Jokowi–sebagaimana saya temukan sedikit demi sedikit–melakukan apa yang dilakukan Suharto: Memberi perlakuan istimewa bagi anak-anaknya," begitu bunyi surat terbuka mantan Pemimpin Redaksi Tempo itu kepada Jokowi.

Setelah putusan MK

Usai pembacaan putusan MK yang memberi peluang mereka yang berusia di bawah 40 tahun untuk maju menjadi capres atau cawapres selama pernah menjabat sebagai kepala daerah, bagi pengamat politik Ray Rangkuti, yang menghalangi Gibran maju tinggal hati nuraninya.

"Gibranlah yang harus memutuskan. Sebab semua perangkat yang dibutuhkan

untuk sampai ke sana telah tersedia. Hambatan telah disingkirkan, jalan telah dirapikan, onak dan duri telah dibenamkan, jembatan telah dibentangkan. Gibranlah satu-satunya orang yang bisa mengukur dirinya sendiri," ujar Ray. "Bukan ukuran konstitusi, UU, atau lainnya, tapi ukuran etik, dan kepantasan."

Selain itu, menurutnya, Gibran juga harus mempertimbangkan risiko jika ia memutuskan maju mendampingi Prabowo.

"Bila Gibran menerima pinangan itu, jelas beliau akan dikeluarkan dari keanggotaan  PDIP. Mungkin tidak cukup itu, keanggotaan Presiden Jokowi bisa jadi akan dipasifkan," lanjutnya.

Skenario selanjutnya adalah kemungkinan PDIP bakal menarik satu per satu anggotanya dari kabinet dengan cara yang halus, misalnya lewat pengunduran diri dengan alasan fokus kampanye 2024.

"Maka peta koalisi akan berubah. PDIP akan mengambil posisi oposisi moderat bersama PPP, Nasdem, PKB, dan tentu saja PKS," lanjut Ray. 

Kekuatan pemerintah dengan oposisi akan lumayan berimbang. Jika oposisi bergabung maka jumlah kursi mereka di DPR mencapai 314 kursi. Ini akan menjadi mayoritas. Sementara komposisi kursi pendukung pemerintah hanya 261 kursi dari Golkar, Gerindra, Demokrat, dan PAN.

"Dengan situasi ini, tidak sulit untuk membayangkan, urusan pilpres, tampaknya bukan hanya soal dukung-mendukung capres-cawapres, tapi mulai masuk ke pembagian blok politik baru," pungkas Ray. "Ini akan lebih hangat, lebih riuh dan jelas akan jauh dari harapan Jokowi akan sebuah pemilu yang tidak gaduh."

Rekomendasi