Hikayat Diego Maradona dan 10 Cerita Melegenda yang Ia Tinggalkan

| 26 Nov 2020 12:15
Hikayat Diego Maradona dan 10 Cerita Melegenda yang Ia Tinggalkan
Gambar Diego Armando Maradona di tembok kota Naples, Italia. Maradona adalah mantan bintang timnas Argentina yang wafat di umur 60 tahun, Rabu (25/11/2020). (Foto: Jack Hunter)

ERA.id - Diego Maradona merupakan suatu fenomena sepak bola. Pemain bernomor punggung 10 ini dikenal bertubuh gempal bontot dengan tinggi 165 cm saja, membuatnya mudah menyelinap bek-bek raksasa di lini pertahanan lawan.

Namun, selain membuat 'Gol Tangan Tuhan' yang fenomenal di Perempatfinal Piala Dunia 1986 kala Argentina vs Inggris, Maradona ternyata juga diliputi berbagai hal menarik yang belum diketahui banyak orang. Sepuluh hal inilah di antaranya.

1. Ibu Diego Berteriak 'Gooool!' Saat Diego Lahir

Diego Armando Maradona lahir pada tanggal 30 Oktober 1960 di Buenos Aires, Argentina. Lahir sebagai anak kelima dari pasangan Diego Maradona Sr., seorang pekerja di perusahaan transportasi, dan Dalma 'Tota' Salvadora Franco.

Sebuah legenda, satu dari sekian hal, mengatakan bahwa ibunya, Tota, berteriak 'Goooool!' saat sang anak kelima lahir. Kaki Diego pun sedang menendang-nendang saat ia diangkat oleh dokter yang membidani kelahirannya. Kisah ini semakin menancap sebagai urban legend di kampung halaman Diego Maradona seiring kenaikan popularitasnya dan kerap diceritakan kembali dalam buku-buku biografi sang legenda sepak bola.

2. Persahabatannya dengan Jorge Cyterszpiler

Namanya adalah Jorge Cyterszpiler. Ia dikenal seorang fanatik klub Argentinos Juniors, seorang 'figur keberuntungan' tim itu, di awal dekade 1970an. Badannya besar, lembut, dan berdiri menggunakan kruk, karena saat kecil ia mendapat penyakit polio.

Sempat absen dari pinggir lapangan karena sebuah trauma, ia lantas terpikat pada permainan Diego Maradona, sebuah 'fenomena' karena ia sudah bermain di klub senior Argentinos Juniors di usia 10 tahun.

Keduanya lantas langsung berteman akrab. Cyterszpiller, yang berasal dari keluarga Yahudi-Polandia kaya, kerap mentraktir Diego, yang hidupnya sederhana, ke restoran pizza, membelikannya Coca-Cola usai latihan. Mereka juga kerap bermain Monopoly hingga larut malam dan lalu terlelap di kasur yang sama.

Saat Diego memutuskan untuk meninggalkan sekolah, kawannya ini memutuskan untuk belajar ekonomi. Pada tahun 1977, ketika Diego menjadi pemain paling dielu-elukan di Argentina, Cyterszpiler kemudian ditunjuk untuk menjadi juru bicara sang pemain gelandang tersebut. Saat itu keduanya bahkan belum genap berusia 20 tahun.

3. Junta Militer Argentina Mencoba Mencegah Ia Pindah ke Barcelona

Di awal dekade 1980an, popularitas Maradona sudah berada di tingkat yang 'tak terbayangkan'. Seperti diceritakan di The Ringer, level yang dihuni oleh Diego saat itu tak sekadar ketika seorang superstar dikerubungi fansnya saat tiba di bandara.

Di situs tertulis:

"Junta militer yang memerintah Argentina saat itu sampai harus menggunakan dana nasional untuk mencegah transfer Diego ke Barcelona karena ia dianggap sebagai aset bangsa... Pihak militer bahkan bermaksud mencegahnya untuk secara fisik keluar dari Argentina."

Popularitas Diego saat itu memang berdasar. Ia melesakkan 116 gol dalam 167 pertandingan bersama Argentinos Juniors, dan 28 gol saat 40 kali bertanding untuk Boca Juniors. Saat itu usianya belum genap 21 tahun.

4. Maradona Adalah Cinta Mati bagi Kota Naples, Italia

Dekade 1980an merupakan fase puncak dalam karir sepakbola Maradona. Setelah sempat susah payah menunjukkan sinarnya di Barcelona, ia pada 1984 pindah ke klub Napoli.

Sudah menjadi fenomena sepak bola dunia, Maradona disambut sebagai 'penyelamat Napoli' pada 5 Juli 1984, ketika untuk pertama kalinya ia tampil di hadapan 75 ribu fan yang telah memenuhi Stadion Stadio San Paolo. Karir Maradona di Napoli pun sangat membanggakan: juara Liga Serie A Italia pertama Napoli pada musim 1986/1987 ketika sepak bola Italia didominasi oleh klub-klub di kawasan Italia bagian utara dan tengah, seperti AC Milan, Juventus, Inter Milan dan Roma.

Diego Maradona
Banyak sudut kota Naples yang dihiasi kenangan warga setempat atas Maradona. (Foto: @napolistreetart/Instagram)

Hingga saat ini, jejak popularitas Maradona masih terasa di Kota Naples. Telusuri kawasan Spaccanapoli dan kamu akan menemukan banyak toko menjual segala pernak-pernik tentang si 'Anak Emas'. Nama Diego pun sangat terkenal di sana. Catatan sipil setempat mencatat bahwa dari tahun 1984-1991, ada 515 anak-anak yang dinamai Diego. Bahkan 12 anak mendapatkan nama Diego Armando.

5. Mematahkan Rekor Nilai Transfer Pemain, Dua Kali

Sebagai pemain penyerang bernomor punggung klasik 10, Maradona menjadi pelain pertama yang dua kali mematahkan rekor dunia untuk nilai transfer pemain.

Pertama adalah ketika ia pindah ke Barcelona dengan nilai transfer Rp94,5 miliar.

Kedua adalah saat ia pindah ke klub Napoli dengan nilai transfer Rp130,4 miliar.

6. Habiskan Rp211,8 Juta per Bulan untuk Menelepon Ibunya

Dalam sebuah wawancara di tahun 1990, Maradona mengaku sangat dekat dengan keluarga dan saudaranya. Saat itu ia terlihat menunjukkan setumpukan tagihan telepon yang menunjukkan ia menghabiskan minimal 15.000 dolar AS, atau Rp211,8 juta, per bulan untuk menelepon ibunya.

Ibu Diego meninggal di usia 81 tahun pada Minggu, 20 November 2011 karena sejumlah penyakit.

Dalam autobiografinya, Diego menulis demikian: "Hal paling penting yang bisa dimiliki Maradona adalah berkumpul bersama seluruh keluarganya... Saya tidak berutang apapun pada siapapun kecuali pada keluarga saya."

7. Fansnya mendirikan Gereja Maradona pada tahun 1998

Diego Maradona lahir sebagai seorang pemeluk agama Katolik Roma. Namun, beberapa fansnya di Kota Rosario, Argentina, pada tahun 1998 begitu melihatnya sebagai 'sang penyelemat' hingga mendirikan the Church of Maradona, alias sebuah persekutuan gereja yang menjadikan dirinya sebagai sosok perantara Sang Pencipta.

Bahkan ada sebuah doa, adopsi dari doa Bapa Kami, yang ditujukan pada figur sang pemain bola.

Diego kami, yang ada di lapangan, dimuliakanlah kaki kirimu. Datanglah kekuatan magismu dan diingatlah gol-golmu di bumi seperti di surga. Berilah kami kebahagiaan hari ini, dan ampunilah para jurnalis, seperti kami mengampuni para mafia Kota Naples. Dan janganlah masukkan dirimu ke sisi off-side, tapi bebaskanlah kami dari Havelane.

Diego.

Diego Maradona
Diego Armando Maradona bermain untuk klub Napoli dari tahun 1984-1991. (Foto: @napolistreetart/Instagram)

8. Berapa Jumlah Anak Maradona Sebenarnya? Tak Ada yang Tahu.

Sebelum seseorang remaja 18 tahun bernama Santiago Lara membuat pengakuan mengejutkan di acara TV Intrusos en el Espectaculo (2019), yaitu bahwa Diego Maradona adalah ayah biologisnya, orang-orang di Argentina sudah mempertanyakan soal sebenarnya ada berapa anak Maradona.

Pada 2018, angkanya ditaksir mencapai lima orang, yaitu dua anak perempuan, dari pernikahannya dengan istri pertama, Claudia Villafane; satu laki-laki dan perempuan dari pernikahan kedua; dan satu anak laki-laki dari pacarnya, Veronica Ojeda. Namun, itu hitungan resminya.

Tahun 2018, pengacaranya menyatakan bahwa Diego sempat "lepas kontrol" saat menjalani rehab di Kuba, dan meyakini bahwa Maradona menjadi ayah bagi beberapa anak yang hidup di sebuah pulau di Kuba, yang ia kunjungi bersama keluarga Fidel Castro pada era 2000an.

9. Tidak Hanya Jago Juggling Bola

Ada sebuah ucapan lucu dari mantan penyerang timnas Prancis dan bekas administrator UEFA, Michael Platini, yaitu bahwa "Apapun yang Zidane bisa lakukan dengan sebuah bola sepak bisa dilakukan Maradona dengan sebutir jeruk."

Hal ini benar. Ketika Diego masih bermain untuk Argentinos Juniors, ia biasa diundang untuk menghibur para penonton dengan melakukan berbagai trik menggunakan bola. Namun, tak berhenti di situ. Kali ini ditayangkan lewat TV, ia memperlihatkan kemampuannya melakukan juggling dengan berbagai jenis benda, mulai dari botol hingga jeruk. Tak heran kepopuleran Diego Maradona begitu membekas di publik Argentina.

10. Persembunyian yang Hening di Kota Esquina

Seorang superstar hidup di tengah hingar-bingar dan pujian fans, namun, juga bernafas dalam dunia yang penuh tekanan. Pada awal 1980an, ketika kepindahannya ke Eropa berusaha dicegah berbagai pihak, Diego Maradona pun memilih untuk kembali ke sebuah kota yang begitu dicintai keluarga besarnya, yaitu kota kecil bernama Esquina.

Kota ini terletak di Provinsi Corrientes yang ada di arah timur laut Argentina. Diego memang tidak lahir di sini, namun, orangtua Diego tak pernah berhenti memandang kota ini sebagai 'rumah' mereka.

Esquina adalah kota yang dialiri sebuah sungai, Rio Corrientes, di mana di salah satu tepinya rumah gedek keluarga Diego Maradona pernah didirikan. Pada era 1940an dan 1950an, rakit mengapung terbawa aliran sungai ini, membawa buah-buahan hasil kebun hingga beras dari kawasan dalam menuju Pelabuhan Buenos Aires.

Seorang penulis, Jimmy Burns, mengatakan bahwa kondisi hidup keluarga Maradona di situ "pra-industri", namun, ini bukan berarti mereka keluarga yang kesulitan membayar tagihan listrik dan semacamnya. Jauh dari itu. Rumah keluarga besar Diego masih beralaskan tanah. Atapnya terbuat dari alang-alang. Ayah Diego jarang punya uang dan sering harus berlayar di sungai untuk mencari ikan.

Namun seluruh kehidupan itu meninggalkan kenangan di keluarga Maradona. Mereka selalu ingat tanah lapang yang hijau, pucuk-pucuk cemara dan cuit burung.

Di tempat seperti inilah, Maradona bisa duduk dan melihat rusa-rusa kecil lewat. Sejenak, ia bisa keluar dari penatnya hidup sebagai seorang superstar, atau sebagai 'penyelamat' kepada siapa banyak orang berdoa memohon berkat dan kebahagiaan.

Rekomendasi