ERA.id - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin (31/7) mendesak Myanmar untuk kembali menjalankan pemerintahan demokratis, setelah junta militer negara itu memperpanjang status darurat.
Status tersebut mengakibatkan pelaksanaan pemilihan umum kian tertunda.
"Sudah jelas, kami terus menentang kudeta tersebut, dan kami menginginkan pemerintahan demokratis dikembalikan di Myanmar sesegera mungkin," kata wakil juru bicara PBB, Farhan Haq, kepada para wartawan dikutip dari Antara.
Junta militer Myanmar telah memperpanjang masa pemberlakuan status darurat untuk keempat kalinya sejak melakukan kudeta pada 2021. Karena diperpanjang, status itu tetap berlaku setelah 31 Juli.
Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional Myanmar juga telah membicarakan pemilu yang tertunda di negara Asia Tenggara itu--yang sebagian besar penduduknya beragama Buddha.
Myanmar didera kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintah Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021.
Kudeta tersebut disikapi dengan kerusuhan oleh massa, yang mengutuk penggulingan terhadap Suu Kyi serta penerapan kekuasaan oleh militer.
Junta telah menahan Suu Kyi beserta banyak pejabat lainnya serta menindas para pengunjuk rasa. PBB memperingatkan bahwa Myanmar sudah beranjak ke perang saudara.
Menurut PBB, selama dua tahun terakhir ini ada lebih dari 1,5 juta orang yang terpaksa mengungsi.
Selama masa itu pula, lima juta anak di Myanmar menghadapi kondisi yang sangat memerlukan bantuan kemanusiaan.
Data PBB menunjukkan bahwa sedikitnya 2.890 orang kehilangan nyawa di tangan militer dan pihak-pihak pendukungnya.
Sebanyak 767 orang ditangkap sejak militer mengambil alih kekuasaan, menurut data tersebut.