ERA.id - Jepang mulai melepaskan air radioaktif yang sebelumnya diolah dari pembangkit listrik Fukushima yang rusak ke Samudera Pasifik, 12 tahun setelah terjadinya krisis nuklir. Hal ini tetap dijalankan Jepang, meskipun China sudah menetapkan larangan terhadap impor makanan laut Jepang. Hal tersebut menimbulkan protes di Jepang sendiri serta Korea Selatan. Lantas apa saja dampak limbah nuklir Jepang?
Air limbah yang berasal dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima yang hancur sebelumnya disimpan dalam tangki selama bertahun-tahun. Para ahli menjelaskan pelepasan limbah tersebut aman, tetapi tidak semua ilmuwan sepakat tentang dampak yang akan muncul. Kandungan tritium dapat ditemukan dalam air di seluruh dunia.
Kadar Tritium Menentukan Dampak
Banyak ilmuwan mengatakan jika kadar tritium rendah, maka dampak yang ditimbulkan dapat diminimalisir. Namun para kritikus menyebutkan dibutuhkan lebih banyak penelitian mengenai bagaimana hal ini dapat menimbulkan dampak di dasar laut, terlebih kehidupan laut dan manusia.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA), yang berpusat di Fukushima, menjelaskan bahwa analisis independen di lokasi memperlihatkan konsentrasi tritium dalam air yang dibuang jauh ada di bawah batas operasional 1.500 becquerel per liter (Bq/L). Batas tersebut disebutkan enam kali lebih kecil dari batas air minum yang ditentukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 10.000 Bq/L, yang menjadi ukuran radioaktivitas.
Lantas apa yang dikhawatirkan dari pelepasan limbah di Fukushima?
Pada hari Jumat, Tepco menjelaskan tingkat radioaktivitas sampel air laut yang diambil pada Kamis sore menunjukkan berada dalam batas aman, dengan konsentrasi tritium di bawah 1.500 Bq/L.
Kementerian Lingkungan Hidup Jepang menjelaskan pihaknya juga sudah mengumpulkan sampel air laut dari 11 lokasi berbeda pada hari Jumat dan mengumumkan hasilnya pada Minggu 27 Agustus 2023.
James Smith, profesor ilmu lingkungan dan geologi di University of Portsmouth, menyebutkan bahwa "secara teori, Anda dapat meminum air ini", sebab ketika disimpan, air limbah sudah diolah dan kemudian diencerkan.
Fisikawan David Bailey, yang menjalankan laboratorium Perancis yang mengukur radioaktivitas, menyepakati hal tersebut dan menambahkan bahwa kuncinya adalah jumlah tritium yang terkandung di sana.
Namun, beberapa ilmuwan menjelaskan kita tidak dapat memperkirakan dampak dari pelepasan limbah tersebut.
Profesor Amerika Emily Hammond, pakar hukum energi dan lingkungan di George Washington University, menyebutkan tantangan radionuklida (seperti tritium) adalah bahwa radionuklida menimbulkan pertanyaan yang tidak bisa dijelaskan sepenuhnya oleh ilmu pengetahuan. Khususnya terkait tingkat paparan yang sangat rendah, apakah bisa dianggap aman.
“Kita bisa sangat percaya pada pekerjaan IAEA dan tetap mengakui bahwa kepatuhan terhadap standar tidak berarti bahwa tidak ada konsekuensi terhadap lingkungan atau manusia yang diakibatkan oleh tindakan tersebut,” jelas dia.
Data Jepang Diragukan AS
Aktivis lingkungan melayangkan protes terhadap pembuangan air limbah pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima ke laut. Pada bulan Desember 2022, Asosiasi Laboratorium Kelautan Nasional AS mengeluarkan pernyataan yang mengungkapkan keraguan mereka dengan data Jepang.
Sementara itu, Ahli biologi kelautan Robert Richmond, dari University of Hawaii, menjelaskan telah menyaksikan penilaian dampak radiologi dan ekologi yang tidak memadai. Mereka sangat khawatir bahwa Jepang bukan hanya tidak mampu melakukan pendeteksian apa yang masuk ke dalam air, sedimen, dan limbah organisme.
Ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Kalo kamu mau tahu informasi menarik lainnya, jangan ketinggalan pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya! Bikin Paham, Bikin Nyaman…