ERA.id - Polisi Australia menetapkan serangan pisau di sebuah gereja di Sydney sebagai aksi terorisme. Serangan itu melukai seorang uskup dan pendeta selama kebaktian.
Pelaku penusukan berhasil ditangkap oleh kepolisian New South Wales (NSW) setelah menusuk uskup Mar Mari Emmanuel dan seorang pendeta di Assyrian Christ The Good Shepherd Church, Sydney, Australia. Dari hasil pemeriksaan, pelaku merupakan seorang pria berusia 16 tahun.
"Kami akan menuduh ada perencanaan yang matang atas dasar bahwa orang ini telah melakukan perjalanan ke lokasi tersebut, yang tidak dekat dengan alamat tempat tinggalnya, dia melakukan perjalanan dengan pisau dan kemudian uskup dan pastor telah ditikam," kata Komisaris Polisi New South Wales Karen Webb, dikutip ABC News, Selasa (16/4/2024).
Lalu, kata Webb, tersangka menunjukkan motif agama di balik serangan tersebut. Meski demikian, remaja tersebut diketahui polisi namun tidak masuk dalam daftar pengawasan teror.
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menegaskan “tidak ada tempat untuk kekerasan di komunitas kami. Tidak ada tempat bagi ekstremisme kekerasan.”
Dalam siaran online khotbah tersebut, pelaku terlihat mengenakan pakaian berwarna hitam dan berjalan mendekati altar. Pelaku lantas menikam uskup Emmanuel dan pendeta Isaac Royale selama kebaktian berlangsung,
"Ratusan orang yang ingin membalas dendam berkumpul di luar gereja Ortodoks Asyur, melemparkan batu bata dan botol, melukai petugas polisi dan mencegah polisi membawa remaja tersebut keluar," kata para pejabat.
Akibat kemarahan jemaat, pelaku dan dua polisi mengalami luka-luka dan mendapat perawatan.
"Tersangka remaja dan setidaknya dua petugas polisi juga dirawat di rumah sakit," kata Penjabat Asisten Komisaris Polisi Andrew Holland.
Di sisi lain, pihak gereja dalam pesan di media sosial mengatakan uskup dan imam dalam kondisi stabil dan meminta doa umat.
"Merupakan keinginan uskup dan ayah agar Anda juga mendoakan pelakunya,” kata pernyataan itu.
Lebih dari 100 bala bantuan polisi tiba sebelum remaja tersebut dibawa dari gereja dalam insiden yang berlangsung selama berjam-jam tersebut.
“Sejumlah rumah rusak. Mereka telah masuk ke sejumlah rumah untuk mendapatkan senjata untuk dilemparkan ke polisi. Mereka telah melemparkan senjata dan barang ke arah gereja itu sendiri. Jelas ada pihak yang ingin mengakses pemuda yang melukai para ulama,” ujarnya.
Insiden ini terjadi tiga hari setelah Australia digemparkan dengan penyerangan di sebuah mal yang menewaskan enam orang dan melukai puluhan lainnya.
Holland berpendapat bahwa serangan akhir pekan itu meningkatkan respons masyarakat terhadap penikaman di gereja.
“Mengingat ada insiden di Sydney beberapa hari terakhir yang melibatkan pisau, jelas ada kekhawatiran,” katanya.
“Kami telah meminta semua orang untuk berpikir rasional pada tahap ini. Kami berbicara dengan tokoh masyarakat dan anggota masyarakat untuk berbicara dengan masyarakat setempat, untuk mencoba dan menjaga masyarakat tetap tenang," tegasnya.
Perdana Menteri New South Wales, Chris Minns, menggambarkan kejadian tersebut sebagai “mengganggu” di media sosial dan mendesak masyarakat untuk tetap tenang dan “tetap bersatu.” Para pemimpin agama menyatakan keterkejutan dan belasungkawanya.
Walikota Fairfield Frank Carbone, pemimpin pemerintah kota tetangga, menggambarkan uskup sebagai pemimpin komunitas.
“Ini adalah situasi yang sangat emosional. Jelas masyarakat sangat kecewa,” kata Carbone kepada Sky News.
Uskup tersebut, yang digambarkan di media lokal sebagai sosok yang terkadang dianggap memecah belah dalam isu-isu seperti pembatasan Covid-19, muncul dalam berita nasional tahun lalu dengan komentarnya tentang gender.