Pesawat Siluman AS Bahayakan Penerbangan Sipil di Laut China Selatan

| 12 Aug 2020 10:50
Pesawat Siluman AS Bahayakan Penerbangan Sipil di Laut China Selatan
Ilustrasi pesawat mata-mata.

ERA.id - Pesawat pengintai Amerika Serikat ketahuan menggunakan rangka pesawat sipil saat melakukan misi pengintaian di pantai provinsi Guangzhou, China, kata sumber koran South China Morning Post (SCMP). Pejabat militer China melihat taktik ini membahayakan pesawat sipil di area tersebut.

Dalam beberapa pekan terakhir, Amerika Serikat telah mengintensifkan misi pengintaian di tepi selatan China. Salah satu misi yang menggunakan pesawat E-8C pada Rabu, (5/8/2020), bahkan mendesak Menteri Pertahanan China Wei Fenghe untuk menelepon Menteri Pertahanan Amerika Serikat Mark Esper.

Sumber SCMP yang dekat dengan satuan militer CHina People's Liberation Army, mengatakan bahwa pesawat militer E-8C awalnya teridentifikasi oleh pusat kendali udara di Guangzhou sebagai pesawat komersil karena terbang di ketinggian 9.000 meter di atas Laut China Selatan.

Namun, mendekati ke ibukota Guangdong, identitas pesawat berhasil diidentifikasi sebagai pesawat militer.

"Kecelakaan atau keputusan yang keliru bisa terjadi di tengah memanasnya tensi diplomatik China dan AS," kata sumber SCMP tersebut. "Menyamarkan diri sebagai pesawat sipil adalah taktik biasa dari Amerika dan Israel. Namun, Laut China Selatan adalah salah satu zona udara paling sibuk di dunia sehingga bisa membahayakan penerbangan sipil sungguhan."

Seorang instruktur Naval Academy di Kaohsiung, Taiwan, Lu Li-shih, mengakui bahwa misi-misi militer kerap menyamarkan diri. Hal ini sering membahayakan pesawat atau kapal sipil bila operator senjata militer di suatu daerah tak mendapat konfirmasi dari obyek tersebut.

Pada tanggal 7 Januari, pesawat penumpang Boeing 737 asal Ukraina ditembak jatuh di Teheran, Iran, menewaskan 176 penumpang dan kru kabin. Pemerintah Iran berdalih ada salah identifikasi, di mana pesawat tersebut dianggap sebagai "target berbahaya."

Kecelakaan serupa juga terjadi pada 1 September 1983 ketika pesawat Boeing 747 dari Korean Air Lines ditembak jatuh oleh senjata Su-15 milik Soviet ketika sedang menuju ke Seoul. Seluruh 269 penumpang dan awak kabin tewas dalam insiden tersebut. Saat itu, angkatan udara Soviet mengira bahwa pesawat tersebut merupakan "pesawat jet mata-mata dari Amerika Serikat."

Ahli militer asal Hong Kong Song Zhongping menjelaskan bahwa penggunaan rangka badan pesawat komersil sebagai pesawat mata-mata sering dipilih karena bisa mengurangi ongkos misi. "Untungnya, kebanyakan pesawat mata-mata yang dimodifikasi dari pesawat berpenumpang tidak membawa senjata, namun hanya mengumpulkan informasi militer," kata Song.

"Operasi malam hari yang dijalankan pesawat AS dari Laut CHina Selatan berusaha memata-matai persenjataan mutakhir dari militer China. Ini dikarenakan mobilisasi militer biasa dilakukan malam hari," kata Song.

Pasukan Seventh Fleet AS menolak memberi komentar mengenai operasi malam hari pesawat E-8C. Mereka mengatakan bahwa pesawat tersebut tidak berasal dari Angkatan Laut AS.

Rekomendasi