ERA.id - Virus SARS-CoV-2 di beberapa bagian Asia, Eropa dan Amerika Utara telah bermutasi sehingga mudah menyebar, tapi tidak terlalu mematikan bagi inangnya, seperti dikatakan pakar dari National University Hospital di Singapura.
"Mungkin ini sebuah kabar baik ketika virus lebih menular, tapi tidak terlalu mematikan," kata Paul Tambyah, konsultan senior National University Hospital dan presiden terpilih dari International Scoety of Infectious Disease pada Reuters.
Perubahan itu diakibatkan oleh mutasi dengan kode D614G dari virus SARS-CoV-2 yang mengakibatkan gejala COVID-19. Mutasi ini juga, menurut Tambyah, yang menyebabkan turunnya jumlah angka kematian dari infeksi virus tersebut.
"Virus tersebut perlu menginfeksi lebih banyak orang, namun, tidak sampai membunuh, karena virus tersebut bergantung pada inangnya untuk bersarang dan mendapatkan makanan," imbuhnya.
Mutasi ini sebenarnya sudah ditemukan pada bulan Februari dan informasi tersebut sudah beredar di Eropa dan Amerika. Covid-19 Genomics UK Consortium (COG-UK), grup yang menemukan mutasi D614G, mengatakan bahwa virus mutasi ini semakin mudah ditemui di seluruh dunia dan menjadi penyebab 75% infeksi yang telah terjadi.
Seperti ditulis di The Guardian, (22/8/2020), para peniliti di Inggris telah meninjau 13.000 sampel virus korona baru sejak pertengahan Maret dan menemukan bahwa mutasi baru terjadi dua kali sebulan, suatu tingkat evolusi yang dianggap cukup stabil oleh para pakar.
Penemuan Paul Tambyah baru-baru ini melengkapi studi di London School of Hygiene and Tropical Medicine, yang menemukan sejumlah mutasi di 5.000 sampel genom DNA virus korona yang didapatkan dari seluruh dunia. Kelompok tersebut menemukan dua mutasi gen yang terjadi pada protein 'spike' virus tersebut, yang menandai bahwa virus SARS-CoV-2 telah beradaptasi pada sel manusia.
04Aug20 @covidgenomicsuk update: 32701 of 69358 global SARS-CoV-2 genomes. Screenshot shows distribution of D614G mutation and you can read the recent consortium analysis here:
)https://t.co/k7Ef6Qd6M2 ) https://t.co/FVxfEM3A3g pic.twitter.com/KNvw4Su2rq
— Centre for Genomic Pathogen Surveillance (@TheCGPS) August 7, 2020
Profesor Nick Loman, anggota grup COG-UK dari Universitas Birmingham, mengatakan bahwa ada beberapa alasan suksesnya sebuah mutasi virus. Salah satunya adalah virus mana yang lebih dulu berhasil menyebar di populasi manusia.
"Dari sudut pandang masyarakat yang mengkhawatirkan dampak pandemi ini, saya meyakini bahwa mau bermutasi seperti apa virus ini, bukanlah suatu masalah. Namun, virus ini juga bukan virus baik-baik," kata Loman.
Pada Rabu (19/8/2020) angka infeksi COVID-19 telah melewati 22 juta sementara 779.000 nyawa melayang, seperti dicatat oleh John Hopkins University.