Donald Trump Tahu COVID-19 'Mematikan', Tapi Bohong

| 10 Sep 2020 14:30
Donald Trump Tahu COVID-19 'Mematikan', Tapi Bohong
Sebuah banner elektronik di Broadway dan 26th Street di Manhattan bertuliskan "Sebisa Mungkin Tetaplah di Rumah" dalam bahasa Inggris. (Flickr/ Eden, Janine and Jim)

ERA.id - Presiden Donald Trump, berlawanan dengan pernyataannya selama ini, sudah mengetahui bahwa virus COVID-19 "mematikan", namun, ia sengaja tidak membeberkan hal tersebut "agar tidak tercipta kepanikan."

Pernyataan Trump tersebut dicatat oleh salah satu jurnalis investigatif ternama Amerika Serikat, Bob Woodward, yang mendapat akses wawancara dengan Trump mulai Desember 2019 hingga Juli 2020. Hasil wawancara itu menjadi bagian dari bukunya yang terbaru, Rage (Simon & Schuster, 2020), yang pertama kali diulas oleh media CNN dan Washington Post, Rabu (9/9/2020).

Dalam buku tersebut, yang dirilis dua bulan sebelum pilpres Amerika, dipaparkan bahwa pada 28 Januari 2020, penasihat keamanan Robert O'Brien sudah mewanti-wanti Trump bahwa COVID-19 akan menjadi "ancamanan keamanan terbesar" selama Trump menjabat presiden.

Kemudian, pada 7 Februari, Woodward terhubung via telepon pada Trump yang memahami bahwa virus SARS-CoV-2 menyebar lewat udara. Sang presiden juga mengatakan bahwa virus ini "lebih mematikan dari penyakit flu."

Sayangnya, Trump bersilat lidah selama bulan Februari hingga Maret. Woodward mencatat bahwa pada 27 Februari Trump meyakini virus ini "akan hilang dengan sendirinya". Bahkan pada sebuah cuitan Twitter di tanggal 9 Maret, Trump menyamakan virus yang menghasilkan pneumonia akut ini dengan flu biasa.

Pada 19 Maret, Trump menyatakan ditetapkannya karantina total untuk Amerika Serikat. Namun, di saat bersamaan ia berkata pada Woodward, "Saya selalu ingin agar hal ini tidak dibesar-besarkan karena saya tidak ingin muncul kepanikan."

Diminta tanggapannya mengenai pernyataan yang dikutip di Rage, Trump menuduh buku tersebut "hanyalah permainan politik semata."

"Tentu saja saya tidak ingin membawa negara ini atau dunia ini pada hiruk pikuk. Kita maunya terlihat percaya diri dan kuat sebagai suatu bangsa, itu yang selalu saya lakukan.

"Dan kita sudah bertindak sangat baik menurut standar manapun. Lihat saja statistik negara kita, bandingkan dengan negara lain. Kita sudah melakukan hal yang menakjubkan."

Tentu saja banyak orang sangsi pada kepercayaan diri Trump. Menurut basis data Universitas John Hopkins, Amerika Serikat saat ini menjadi negara dengan jumlah kasus COVID-19 terbanyak di dunia, yaitu 6,359,720 kasus positif. Dari angka tersebut, per Kamis ini, ada 190,869 orang meninggal akibat infeksi virus korona.

Banyak pihak menyayangkan sikap Trump yang lebih mengutamakan stabilitas politik dan ekonomi, terutama karena 2020 merupakan tahun politik bagi AS. Namun, banyaknya nyawa yang melayang demi suatu 'stabilitas' dianggap tak termaafkan bagi sebagian orang.

Buku Bob Woodward Dikritik

Zerlina Maxwell, seorang analis dan host televisi asal AS, berharap informasi mengenai rekaman wawancara Trump muncul lebih cepat karena ia telah kehilangan 5 sepupu dalam keluarganya selama pandemi COVID-19.

Sementara itu, profesor jurnalisme dan penulis Seth Abramson justru mengkritik Bob Woodward yang terkesan menyimpan informasi ucapan Trump untuk kepentingan bukunya, ketimbang membeberkan fakta tersebut ke khalayak.

Seth memandang tindakan Woodward, jurnalis yang memberitakan skandal Watergate pada tahun 1972, menyalahi etika dalam jurnalisme. Menurutnya, seorang jurnalis tidak bisa menerima fakta bahwa Woodward menyimpan rekaman pernyataan Trump sementara lebih dari 194 ribu nyawa melayang karena sikap kepemimpinan Trump.

"Jurnalisme berkat akses ke pusat pemerintahan diktator bukanlah jurnalisme, tapi sekadar mencari keuntungan dan membantu para diktator berkuasa," kata Seth.

"Woodward menyimpan rahasia Trump selama 6 bulan, dan media terus memberi perhatian pada Trump. Ini keliru."

Rekomendasi