Pemerintah Vietnam Akhirnya Legowo Jika Ekonomi Tak Tumbuh di Atas 2,5 Persen

| 05 Oct 2020 12:58
Pemerintah Vietnam Akhirnya Legowo Jika Ekonomi Tak Tumbuh di Atas 2,5 Persen
Dua pedagang mendorong gerobaknya di jalanan Vietnam. (Flickr/Guido da Rozze)

ERA.id - Pemerintah Vietnam sudah tak bisa menutup mata. Sempat menolak proyeksi pertumbuhan ekonomi 2,7 persen dari Badan Moneter Dunia (IMF), Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc pada awal September lalu akhirnya mereduksi proyeksi ekonomi 2020 Vietnam menjadi 2-2,5 persen, dari sebelumnya 5 persen.

Salah satu negara yang tidak 'ditenggelamkan' pandemi COVID-19, Vietnam awalnya masih percaya diri. Selama ini, negara yang dipimpin Partai Komunis Vietnam ini dikenal sebagai negara yang ekonominya tumbuh 7 persen tiap tahun, seperti terjadi pada tahun 2019 lalu. Dan tren itu ingin dipertahankan tahun ini, bahkan di tengah pandemi.

"Vietnam mencoba untuk mengontrol epidemi selagi mempertahankan pertumbuhan ekonomi," kata Menteri Pembangunan dan Investasi Nguyen Chi Dung dalam sebuah rapat kabinet awal September ini, seperti dilansir Nikkei Asia.

Namun, pada akhirnya hal itu tidak dimungkinkan. Sudah jamak diketahui, bahwa kesuksesan pengendalian pandemi COVID-19 berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonomi. Vietnam sendiri menerapkan karantina wilayah yang cukup sukses selama tiga pekan hingga bulan Mei, berkontribusi pada angka infeksi positif COVID-19 yang 'hanya' 1.096 per Senin (5/10/2020). Kasus kematian akibat COVID-19 di Vietnam bahkan baru muncul pada pertengahan Juli lalu.

Penerapan karantina sendiri berimbas nyata ke ekonomi Vietnam. Produk Domestik Brutto (PDB) Vietnam hanya tumbuh 0,36 persen di kuartal II ini, turun dari level 3,8 persen pada periode Januari-Maret. Salah satu penyebabnya adalah lunglainya sektor ekspor, salah satu pilar utama ekonomi Vietnam, yang pada Januari-Agustus diperkirakan hanya tumbuh 1,6 persen, menjadi 174 miliar dolar AS dibandingkan tahun lalu, seperti ditulis Nikkei Asia.

Dunia penerbangan Vietnam juga salah satu yang paling terdampak pandemi. Maskapai penerbangan plat merah Vietnam Airlines memperkirakan akan merugi 647 juta dolar AS sepanjang tahun ini, sementara maskapai low-cost carrier VietJet Air telah melaporkan kerugian 90,5 juta dolar AS pada semester pertama 2020.

Sepinya penerbangan juga mengisyaratkan sepinya industri pariwisata Vietnam. Kota Ho Chi Minh City melaporkan bahwa 90 persen bisnis pariwisata di kota itu gulung tikar, mengakibatkan 20.000 karyawan harus menganggur. Selama delapan bulan terakhir, hanya 3,7 juta wisatawan datang ke Vietnam, alias turun 66,6 persen dari periode yang sama tahun lalu.

Karyawan di Vietnam pun tahun ini tidak akan mengalami kenaikan gaji, sesuatu yang jarang terjadi di Vietnam. Untuk Pertama kalinya dalam 25 tahun, Konsul Gaji Nasional Vietnam tidak menyarankan adanya kenaikan gaji pada tahun 2021. Tingkat kenaikan gaji terendah selama ini adalah 5,3 persen, dan gaji karyawan Vietnam naik sebanyak dua digit, misalnya 17 persen pada tahun 2013.

Sebagai akibatnya, total penjualan barang dan jasa konsumsi selama delapan bulan pertama 2020 turun sebanyak 4,5 persen menjadi setara Rp2,06 triliun. Pada 2019, penjualan di sektor ini mencapai 9,5 persen.

Kini, yang dilakukan oleh Hanoi adalah proses investasi publik termasuk pendanaan proyek infrastruktur mereka. Mereka juga berusaha menarik minat pemodal dalam sektor investasi publik dan investasi asing.

Rekomendasi