Pakistan Larang Tes Keperawanan kepada Korban Pemerkosaan

| 06 Jan 2021 19:49
Pakistan Larang Tes Keperawanan kepada Korban Pemerkosaan
Perempuan Pakistan. Pengadilan Tinggi Kota Lahore pada Senin, (4/1/2021) melarang pelaksanaan tes keperawanan terhadap perempuan korban pelecehan seksual. (Foto: Flickr)

ERA.id - Pengadilan Tinggi Kota Lahore, Pakistan, memutuskan bahwa penerapan tes keperawanan kepada wanita korban kekerasan seksual tidak memiliki dasar hukum apapun, dan hal tersebut "melanggar martabat sang korban perempuan," seperti dilaporkan koran The Guardian.

Pada Senin (4/1/2021), Hakim Ayesha Malik mengatakan bahwa tes keperawanan "sangat melanggar privasi dan tak memiliki dasar saintifik serta medis." Ia mengakui bahwa tes semacam ini sering dilakukan sebagai protokol medis dalam kasus-kasus kekerasan seksual.

"Praktik ini memalukan, dan justru digunakan untuk menimbulkan kecurigaan terhadap korban alih-alih memfokuskan kasus pada pelaku dan insiden kekerasan seksual itu sendiri," kata Hakim Malik dikutip The Guardian.

PBB dalam laporan tahun 2018 menyebut bahwa tes keperawanan, yaitu pengecekan medis terhadap selaput dara seorang wanita, masih dilakukan di 20 negara, dan bisa dijalankan tanpa, atau dengan, menunggu persetujuan pihak perempuan jika yang bersangkutan dituduh melakukan kejahatan 'moral' seperti seks di luar nikah atau perselingkuhan.

Di Pakistan sendiri seks di luar nikah masih dianggap sebagai aktivitas kriminal bagi pria maupun wanita, dan bisa berujung pada hukuman penjara hingga 5 tahun.

"Putusan pengadilan ini menjadi puncak dari rangkaian aktivisme dan kerja keras gerakan feminis yang telah terjadi selama berpuluh-puluh tahun," kata Nighat Dad, pengacara sekaligus aktivis hak perempuan kepada The Guardian.

"Tes ini bagian dari struktur patriarki yang mengaitkan posisi korban pada kepribadiannya, dan melanggengkan mitos 'korban tak bermoral'."

"Perempuan menghadapi tembok yang sangat tinggi untuk bisa melaporkan kasus pemerkosaan, namun, putusan ini bakal mampu meruntuhkan tembok tersebut."

Bulan Oktober lalu, organisasi Human Rights Watch mengatakan bahwa tes keperawanan menjadi bagian wajar dalam penyelidikan kriminal di Pakistan. Hal ini didasarkan pada asumsi yang merendahkan perempuan, yaitu bahwa wanita "yang terbiasa berhubungan seksual" tak mungkin diperkosa. Polisi dan jaksa lantas menggunakan hasil tes untuk menjadikan korban pemerkosaan sebagai pelaku aktivitas seksual di luar nikah.

Menteri Hak Asasi Manusia Pakistan, Shireen Mazari, memuji putusan pengadilan tersebut, meski hanya akan berlaku di negara bagian Punjab, demikian ia sampaikan di Twitter.

Rekomendasi