Polisi Dilempari Pisau dan Batu, PM Belanda: Ini Bukan Protes, Tapi Kriminalitas

| 26 Jan 2021 12:32
Polisi Dilempari Pisau dan Batu, PM Belanda: Ini Bukan Protes, Tapi Kriminalitas
Mark Rutte, Perdana Menteri Belanda, menyebut aksi protes di Belanda selama Minggu, (24/1/2021) sebagai 'aksi kriminalitas'. (Foto: Mark Rutte/Instagram)

ERA.id - Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, pada Senin, (25/1/2021), mengecam kerusuhan yang terjadi di banyak daerah di Belanda selama akhir pekan lalu. Ia menganggap upaya keributan yang ditimbulkan lebih menyerupai aksi 'kriminalitas' daripada suatu unjuk rasa.

Melansir Deutsche Welle (DW), para demonstran dikabarkan terus menyerang polisi dan membakar gedung serta kendaraan petugas. Pengunjuk rasa, yang mayoritas adalah remaja belasan tahun dan anak muda umur 20-an tahun, turun ke jalan untuk memprotes penerapan jam malam guna meredam penyebaran infeksi COVID-19.

Polisi melaporkan ratusan orang telah ditangkap dalam aksi protes yang dimulai sejak Sabtu malam, dan masih berlangsung hingga Senin malam waktu setempat. Sejumlah laporan mengatakan para demonstran tak hanya melempar batu, namun, juga pisau, ke arah polisi. Di sebuah desa bernama Urk, demonstran juga membakar tempat tes COVID-19.

Pusat tes COVID-19 dibakar
Sebuah pusat tes COVID-19 di desa Urk ikut dibakar selama unjuk rasa memprotes aturan jam malam di Belanda, Sabtu (23/1/2021). (Foto: Eruen Jumelet/EPA-EFE)

"Ini tak bisa diterima," kata PM Rutte kepada reporter, di luar kantornya di Den Haag, melansir DW.

"Kerusuhan ini tidak ada sangkut pautnya dengan unjuk rasa. Ini adalah aksi kriminalitas, dan kami akan merespon mereka dalam cara pandang tersebut."

Sekolah dan pertokoan non-esensial di Belanda telah ditutup selama satu bulan terakhir. Sementara itu, bar dan restoran sudah lebih dulu ditutup, sejak Oktober lalu.

Terparah dalam 40 Tahun

Serikat kepolisian Belanda, NPB, telah menyatakan kekhawatiran bahwa kerusuhan bisa berlangsung selama "berhari-hari bahkan berpekan-pekan", seperti disampaikan juru bicara NPB Koen Simmers, melansir NL Times.

Menurut Simmers, aksi kekerasan di kota-kota di Belanda selama hari Minggu merupakan yang terburuk selama 40 tahun terakhir. Skala kekerasan yang terjadi mengingatkan pihak kepolisian atas kerusuhan Squatter yang terjadi di Amsterdam tahun 1980. Kala itu aksi kerusuhan sudah tak terkendali, sehingga pihak militer, untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II, perlu menunkan sejumlah tank untuk mengendalikan situasi.

Dalam kerusuhan yang terjadi di kota-kota seperti Eindhoven hingga Amsterdam, pada Minggu lalu, polisi perlu menggunakan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan massa, lapor NL Times.

Pada Minggu malam, menjelang periode jam malam, telah terjadi huru-hara di 10 daerah di Belanda. Pengunjuk rasa dilaporkan melakukan vandalisme, membakar obyek-obyek, dan melontarkan kembang api.

Di kota Tilburg, para fan klub bola Willem II bahkan harus bersiaga "untuk melindungi kota mereka dari para perusuh", demikian dilaporkan koran lokal Brabants Dagblad.

Simmers mengatakan bahwa aturan jam malam selama karantina total (lockdown) Belanda harus dipatuhi, dan polisi harus menegakkan aturan tersebut.

"Saya berharap masyarakat, sebagian besar masyarakat yang menaati aturan ini, untuk menghormati tata tertib. Ini bukannya tanpa alasan. Jangan menyerang polisi. Kami tak bisa berbuat apa-apa soal aturan ini. Dan ketika Anda menyerang polisi dengan senjata mematikan, itu tidak normal," ungkapnya.

Rekomendasi