ERA.id - Terdapat "ketidakseimbangan yang mengejutkan" dalam distribusi vaksin COVID-19 di seluruh dunia dan sebagian besar negara tidak memiliki cukup vaksin untuk memvaksin petugas kesehatan dan orang lain yang berisiko tinggi, kata Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Lebih dari 700 juta vaksin telah diberikan di seluruh dunia untuk melawan penyakit tersebut, tetapi 87 persen telah diberikan ke negara-negara berpenghasilan tinggi atau menengah ke atas, sedangkan negara-negara berpenghasilan rendah hanya menerima 0,2 persen.
"Rata-rata di negara-negara berpenghasilan tinggi, hampir satu dari empat orang telah menerima vaksin COVID-19. Di negara-negara berpenghasilan rendah, vaksin diberikan kepada satu dari lebih 500 orang," kata Tedros dalam sebuah paparan dikutip Antara dari Reuters, Sabtu (10/4/2021).
Fasilitas berbagi vaksin global COVAX telah mengirimkan hampir 38,4 juta dosis vaksin COVID-19 ke 102 negara di enam benua, enam minggu setelah mulai meluncurkan pasokan, menurut Aliansi Vaksin GAVI dan WHO mengatakan pada Kamis (8/4).
Mekanisme yang bertujuan menyediakan lebih dari 2 miliar dosis vaksin untuk 92 negara berpenghasilan rendah dan menengah sepanjang tahun ini, telah menghadapi penundaan pengiriman.
"Kami berharap bisa mengejar (distribusi) selama April dan Mei. Masalahnya bukan mengeluarkan vaksin dari COVAX, masalahnya adalah memasukkannya," kata Tedros, mengacu pada kelangkaan pasokan vaksin.
Vaksin AstraZeneca, andalan program COVAX sejauh ini, menghadapi masalah keamanan setelah laporan kasus pembekuan darah di beberapa negara penerima.
Australia mengatakan pada Jumat bahwa negara itu telah memesan lebih banyak alternatif untuk vaksin AstraZeneca dan menunda program vaksinasi. Sementara Hong Kong menunda vaksinasi di tengah kekhawatiran tentang kemungkinan risiko pembekuan darah yang sangat kecil.
Terkait kelangkaan pasokan, CEO GAVI Seth Berkley berharap pasokan vaksin AstraZeneca yang dibuat oleh Serum Institute of India--yang dosisnya sekarang ditahan di dalam negeri untuk digunakan melawan infeksi yang melaju dengan cepat--akan meningkat seiring waktu.
"Ketika negara-negara memutuskan akan memprioritaskan satu vaksin atau lainnya mungkin membebaskan dosis, dan dengan melakukan itu kami akan mencoba untuk memastikan dosis tersebut tersedia tanpa penundaan, jika negara-negara bersedia untuk mewujudkannya," kata Berkely.