Kapan Pejabat Insaf Pakai Sirine dan Strobo?

| 27 Dec 2022 14:45
Kapan Pejabat Insaf Pakai Sirine dan Strobo?
Ilustrasi. (ERA/Nisa Rahma Tanjung)

ERA.id - Berapa jumlah mobil yang ada di Jakarta? Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) ada sekitar 4,1 juta pada 2021 dan motor sebanyak 16,5 juta. Bayangkan setengahnya saja dari jumlah itu lalu-lalang di ruas jalan ibu kota saban hari, apalagi yang kita harapkan selain kemacetan? Kita mungkin harus menunggu jadi mayat dulu dan diangkut mobil jenazah baru bisa bebas melengang di Jakarta atau pilih opsi kedua: jadi pejabat.

Pejabat di Jakarta mungkin tak sampai sepersepuluh jumlah pengendara motor di kota itu, tapi kekuasaan mereka mampu membungkam pengguna jalan lain dan membuat jutaan orang mengalah untuk membiarkannya lewat. Di ruas jalan utama seperti Jalan Gatot Subroto dan Jenderal Sudirman, saat jam sibuk kita bisa hitung ada puluhan mobil bersirine dan strobo melintas seenak udel.

Beberapa dari kita mungkin suka bertanya-tanya, mengapa transportasi umum di Indonesia memprihatinkan? Kok LRT Jabodebek molor terus sampai empat tahun? Salah satu alasannya karena macet adalah penderitaan rakyat kecil, bukan pejabat. Gimana mau diurus serius kalau pemangku kebijakan jarang merasakan berjam-jam kejebak di jalan sambil dengerin radio Elshinta?

Suasana hari-hari di Jakarta yang selalu macet. (Istimewa)

Setiap hari kita terpaksa memberikan jalan kepada mobil-mobil pejabat berpelat dinas, entah itu TNI, Polri, RI, hingga RF. Klakson telolet truk mana pun kalah saing dari bunyi sirine mereka yang terburu-buru entah mau ke mana sambil menyalakan strobo kelap-kelip. 

Januari lalu, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) pernah bilang semua pelat hitam sama di mata hukum. Itu berarti kendaraan pejabat berpelat RF tidak punya keistimewaan untuk didahulukan meski pasang strobo dan sirine. "Masyarakat bisa untuk ikut menghalangi. Bukan memberikan jalan," kata Komisioner Kompolnas Pudji Hartanto saat jadi narasumber di TV, Kamis (20/1/2022).

Namun, lain di mulut lain di lapangan, orang-orang sudah terlanjur kicep saat berhadapan dengan mobil-mobil yang biasa dipakai pejabat. Masih ingat dong waktu seorang sopir ditodong pistol di Tol Jagorawi gara-gara menghalangi mobil berpelat dinas TNI September lalu? Kan masyarakat jadi mikir, daripada mati di jalan, mending menepi sejenak asal pulang selamat.

Emang boleh pejabat asal pasang sirine dan strobo buat buka jalan?

Para pejabat sering berlindung di balik Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 buat masang sirine dan strobo di mobilnya. Keduanya boleh dipakai pengguna jalan yang punya hak utama, siapa saja? Dalam Pasal 134 disebutkan secara berurutan: 

a. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas. 

b. Ambulans yang mengangkut orang sakit. 

c. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas. 

d. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia. 

e. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara. 

f. Iring-iringan pengantar jenazah. 

g. Konvoi dan/atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Urutan terakhir itulah yang jadi celah bagi pejabat. Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menjelaskan pada awalnya penggunaan sirine dan strobo bagi pejabat tidak boleh. 

“Kecuali mereka itu ada pengawalnya, beda lagi,” ujarnya saat dihubungi ERA, Senin (26/12/2022). Seperti yang tercantum pada Pasal 135 ayat (1) bahwa kendaraan yang mendapat hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pejabat seperti presiden, menteri, atau kepala daerah, menurut Trubus memang punya privilege dalam rangka menjalankan tugas negara. “Yang jadi masalah implementasi di lapangan, itu banyak pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang yang mengaku pejabat,” ujarnya. “Kalau memang pejabat betul, harusnya ada pengawalnya dong, ajudanlah.”

Trubus mengeluhkan penggunaan sirine dan strobo yang belakangan sudah liar dan tidak karuan. “Karena sirine ini dipakai yang mengaku pejabat, tapi tidak ada pengawalnya, sendiri aja mengusir-usir orang di jalan,” ujarnya. “Publik merasa ada perlakuan diskriminatif terhadap pengguna ini, seolah-olah mereka ingin diistimewakan.”

Sudah begitu, menurutnya, ini diperparah dengan polisi yang nyalinya suka ciut dan tak berani menegur mobil-mobil berpelat dinas seperti TNI yang berkeliaran sendiri di jalan. "Ini kan problem," pungkasnya.

Truk pasir vs Pajero jenderal bintang satu

Para pejabat tak bertanggung jawab yang suka pamer sirine dan strobo buat jalan-jalan mungkin bisa lolos dari jerat hukum. Namun, ketahuilah bahwa karma selalu mengikuti. Ini yang ngeri. Karena karma seringkali datang tiba-tiba dengan bentuknya yang paling absurd. Minggu kemarin, karma itu kontan kita saksikan.

Jumat pagi selepas subuh (23/12/2022), langit masih temaram, sebuah truk pengangkut pasir sedang melaju santai di Jalan Transyogi, Depok. Posisinya di pinggir kanan jalan. Dari sebelah kiri, tetiba muncul mobil Pajero pribadi milik jenderal bintang satu TNI, Brigjen Eko Setyawan yang mendadak ingin putar balik.

Lampu sein dinyalakan, sekaligus sirine. Sopir truk yang sudah barang tentu lelah bekerja kaget mendengar bunyi sirine yang nyaring. Ia menginjak rem dadakan dan banting setir ke kanan. Ban belakang truk membentur beton pembatas jalan, badannya oleng, dan seketika truk doyong ke kiri menimpa Pajero hingga penyet.

Truk pasir terguling di Jl. Transyogi Cibubur karena sopir kaget dengar sirine. (Istimewa)

Tak ada korban jiwa. Sang jenderal bintang satu dan istrinya segera diselamatkan warga dan hanya luka-luka ringan. Pada Jumat pagi yang berkah, seorang pejabat pakai sirine sembarangan dihukum dengan cara mobilnya terkubur pasir proyek. Sayangnya, karma tersebut berakhir antiklimaks seperti yang diduga banyak netizen sebelumnya. 

Kasus berakhir damai lewat mediasi dengan keputusan sopir truk siap ganti rugi kerusakan Pajero dengan sirine celaka itu. Walaupun semua netizen tahu siapa yang jadi korbannya. Siapa lagi kalau bukan sopir truk yang terpaksa mangkrak kerja dan pengguna jalan yang harus macet-macetan menunggu evakuasi pasca kecelakaan.

Pertanyaannya sekarang, kapan sih para pejabat ini mau insaf setop pakai sirine dan strobo di jalan? Kalau belum bisa berkontribusi menyediakan transportasi umum yang memadai, minimal bangun pagi dan pakai Google Maps buat memperkirakan waktu perjalanan.

Rekomendasi