Harganas 2024 Jadi Momen untuk Percepatan Penurunan Stunting dari Segala Lini

| 18 Jul 2024 14:50
Harganas 2024 Jadi Momen untuk Percepatan Penurunan Stunting dari Segala Lini
Sejumlah kepala daerah menerima apresiasi dari BKKBN dalam percepatan penurunan stunting dan kesuksesan Harganas 2024 (ERA.id/ Dinno)

ERA.id - Hari Keluarga Nasional (Harganas) 2024 menjadi momen bagi seluruh lini, terutama kader posyandu, tim pendamping keluarga (TPK) hingga seluruh stakeholder terkait untuk mempercepat penurunan angka stunting.

Setidaknya, hal itu dikatakan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr. Hasto Wardoyo dalam acara apresiasi Harganas 2024 yang digelar di Auditorium Kantor Pusat BKKBN, di Jakarta, baru-baru ini.

"Harganas menjadi momen bagi bupati, wali kota, dan seluruh pejabat daerah, sampai kader-kader PKK untuk menerapkan pola pikir baru. Misalnya, di Harganas ini ada intervensi pengukuran dan penimbangan serentak, mereka punya pola pikir baru penimbangan itu tidak hanya ditimbang, tetapi juga diukur panjangnya dan harus mencapai 100 persen (seluruh balita diukur secara akurat),” ujar dokter Hasto di Jakarta. 

Dia menjelaskan, intervensi pengukuran dan penimbangan serentak dilaksanakan selama satu bulan penuh mulai 1 hingga 30 Juni 2024, yang mana ada 17 juta balita yang telah diukur panjang dan berat badannya menggunakan antropometri.

Semua stakeholder pun digerakkan untuk semua balita yang ada di wilayahnya diukur secara tepat untuk meninjau angka stunting secara merata.

"Jadi Harganas bukan untuk hura-hura saja, melainkan ada aksi yang konkret untuk apa, sehingga balita yang enggak datang, didatangi ke rumah, sehingga dari situ kita bisa mengukur sekitar 17 juta balita, 90 persen sudah terukur saat Harganas,” tambah dia.

Terkait angka stunting, ia menjelaskan pengukuran dan penimbangan serentak yang nantinya akan dimasukkan ke dalam Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM) masih memerlukan proses verifikasi dan validasi.

Berdasarkan hasil verifikasi dan validasi itu, angka stunting sementara di EPPGBM lebih rendah daripada Survei Kesehatan Indonesia (SKI), tetapi belum ada angka yang bisa dipublikasikan.

Ia menuturkan, Harganas turut menjadi momen untuk memberikan apresiasi pada daerah yang berprestasi dalam memaksimalkan pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana (bangga kencana) dan menjalankan Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK).

“Pembangunan yang menyangkut masalah bangga kencana, contoh GDPK, kita nilai mana kabupaten/kota yang membangun berdasarkan kependudukan, yang terbaik itu juga kita nilai, kemudian bagaimana kegiatan yang menyangkut masalah keluarga, ada bina keluarga balita, remaja, lansia, mana yang paling berprestasi di situ," tambahnya

Selain itu, BKKBN juga memberikan penghargaan bagi daerah yang memberikan layanan kontrasepsi secara berkelanjutan. Dalam bidang keluarga berencana atau pelayanan kontrasepsi, kita berikan apresiasi layanan sejuta akseptor, mana daerah yang mempunyai prestasi baik dalam melayani sejuta akseptor, itu juga kita berikan penghargaan di situ.

"Di samping itu, daerah-daerah yang juga MKJP yang tinggi di mana, itu kita berikan penghargaan,” tambahnya.

Harapan di Harganas 2025

Kepala BKKBN
Harapan Kepala BKKBN dokter Hasto untuk Harganas 2025 (ERA.id/ Dinno)

Dalam sambutannya, dokter Hasto juga berharap di puncak peringatan Harganas Tahun 2025 nanti akan ada kejuaraan pembangunan lingkungan di tiap daerah terkait faktor sensitif yang memengaruhi stunting. Termasuk penghargaan kepada kementerian/lembaga yang berkontribusi dalam Percepatan Penurunan Stunting.

“Mungkin tahun depan kita buat kejuaraan terkait pembangunan lingkungan oleh pemerintah daerah selama setahun," ujar dokter Hasto, seraya menunjuk di antaranya indikator  ODF (Open Defecation Free-Stop Buang Air Besar Sembarangan) dan pembangunan jamban.

"Bila pembangunan berdasarkan indikator tersebut sukses, terutama yang beririsan dengan kemiskinan  ekstrem, dan Keluarga Berisiko Stunting, usul saya kita berikan penghargaan kepada  kabupaten dan kota tahun depan."

Hingga kini belum semua kota/kabupaten dan provinsi  ODF-nya mencapai 100 persen. Dokter Hasto menjelaskan kembali, faktor sensitif  penurunan stunting adalah faktor lingkungan.

"Lingkungan yang mempengaruhi stunting di potret, dicek. Ada tiga variabel:  rumah kumuh, jamban, kemudian air bersih,” tutupnya..

Rekomendasi