Heboh Lagi Soal Alat Kontrasepsi Bagi Remaja, BKKBN Bahas Mendalam: Antara Kesehatan Reproduksi dan Zina

| 20 Aug 2024 08:32
Heboh Lagi Soal Alat Kontrasepsi Bagi Remaja, BKKBN Bahas Mendalam: Antara Kesehatan Reproduksi dan Zina
Ilustrasi alat kontrasepsi (Unsplash)

ERA.id - Kembali jagat Indonesia dihebohkan dengan munculnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 tahun 2024. Pasalnya, dalam PP tersebut memuat salahsatu ayat dalam pasal 103, yakni ayat 4 point e.

Pasal 103 ayat 1: “Upaya Kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (1) huruf b paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta Pelayanan Kesehatan Reproduksi (kespro)."

Pada ayat (4) pasal 103 tersebut menyebutkan: Pelayanan Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: a. deteksi dini penyakit atau skrining; b. pengobatan; c. rehabilitasi; d. konseling; dan e. penyediaan alat kontrasepsi.

Point “penyediaan alat kontrasepsi” itulah yang bikin heboh, karena selama ini sebagian besar orang  hanya mengetahui fungsi alat kontrasepsi hanyalah untuk mencegah kehamilan. Atau lengkapnya alat kontrasepsi adalah alat yang dapat digunakan untuk berhubungan badan antara laki-laki dan perempuan yang memiliki fungsi mencegah agar si perempuan tidak hamil."

Ada tiga jenis kontrasepsi, yakni ada yang berjenis “obat”, misalnya pil-KB, yang berbentuk obat dan cara menggunakannya dengan diminum setiap hari bagi perempuan yang tidak ingin hamil namun bisa tetap berhubungan badan dengan pasangan/suaminya.

Ada juga jenis obat-KB yang berupa cairan dan cara menggunakannya disuntikan atau dikenal dengan nama suntik-KB. Ada kontrasepsi berjenis “alat”. Seperti kondom, spiral/IUD dan implan/susuk. Cara menggunakannya dipakai (kondom), dipasang secara medis pada mulut Rahim (spiral/IUD), dimasukkan secara medis pada bagian dalam tubuh perempuan yang posisinya di bawah ketiak (implant/susuk-KB).

Sedangkan jenis ketiga adalah 'cara', yakni menggunakan kontrasepsi dengan cara dioperasi kecil pada bagian saluran sperma laki-laki (vasektomi) dan/atau operasi kecil pada bagian saluran indung telur perempuan (tubektomi atau ikat kandungan).

Selain kondom, semua alat-obat-cara kontrasepsi di atas biasanya hanya memiliki satu fungsi saja yakni untuk mencegah kehamilan. Sedangkan kondom, selain berfungsi sebagai alat pencegah kehamilan juga diyakini memiliki fungsi lain sebagai “alat pelindung” atau pencegah penularan HIV/AIDS atau Penyakit Menular Seksual (PMS).

Itulah sebabnya jika ada Pasangan Usia Subur (PUS) yang salahsatunya mengidap penyakit HIV/AIDS dianjurkan menggunakan kondom saat melakukan hubungan intim. Dua fungsi seperti inilah yang menjadikan kondom disebut sebagai “dual protection” atau memiliki dua proteksi atau dua perlindungan, yakni melindungi dari kehamilan dan melindungi dari penyakit HIV/AIDS atau PMS-lainnya.

Namun demikian, efektivitas penggunaan kondom pada pasangan 'serodiskordan' (yang salahsatu dari pasangan tersebut kena HIV positif) masih dipertanyakan.

Salahsatu penelitian menyebutkan, kondom bisa digunakan sebagai pelindung dari HIV/AIDS jika cara penggunaannya baik dan benar, konsistensi dalam menggunakan kondom, serta melakukan kombinasi perilaku pencegahan HIV/AIDS seperti menggunakan kondom pada wanita dan kepatuhan dalam mengonsumsi ARV (journal.universitaspahlawan.ac.id).

Benturan Antara Kespro dan Zinah

Bicara kontrasepsi, baik alat kontrasepsi (alkon) atau alat dan obat kontrasepsi (alokon) ataupun alat-obat-cara kontresepsi (alockon), pada awalnya sebenarnya hanya diperuntukkan bagi Pasangan Usia Subur (PUS) atau Suami-Istri-Subur (SIS). Karena merekalah yang membutuhkan itu untuk mencegah kehamilan atau agar bisa membatasi jumlah anak sesuai yang diinginkannya.

Namun belakangan, setelah diketahui dan diyakini bahwa kondom sebagai salahsatu alkon juga bisa memiliki fungsi lain sebagai alat pencegah penularan virus HIV yang bisa menularkan penyakit AIDS atau HIV/AIDS atau PMS, maka  sebagian orang kemudian menggunakan kondom agar tidak tertular penyakit tersebut.

Pihak-pihak tertentu yang berkecimpung dalam dunia kesehatan reproduksi (kespro) juga memfungsikan kondom sebagai salahsatu alat pencegah HIV/AIDS atau PMS.

Ketika ada seorang suami yang (misalnya) punya kelakuan miring di luar rumah atau suka 'jajan' di tempat-tempat lokalisasi, adalah salahsatu person yang paling rawan terserang  HIV/AIDS atau PMS lainnya.

Jika si suami kemudian terkena penyakit tersebut dan dirinya tidak tahu bahwa ia kena penyakit itu, lalu ia berhubungan intim dengan istrinya yang sah di rumah, maka si istri yang tidak berdosa dan tidak tahu apa-apa juga sangat rentan tertular HIV/AIDS atau PMS lainnya dari suaminya.

Jika si istri yang sudah tertular tersebut hamil atau menyusui, maka bayinya yang masih sangat suci pun bisa tertular HIV/AIDS melalui air susu ibunya.

Nah, jika si suami belum juga bertobat dan masih suka "jajan" di luar, suami macam inilah yang sebaiknya menggunakan kondom saat berhuhungan badan baik dengan istrinya sendiri, lebih-lebih dengan perempuan Pekerja/Penjaja Seks Komersial (PSK).

Tentu saja, kelakuan suami yang berhubungan intim bukan dengan istrinya adalah bentuk perbuatan zinah, tetaplah sebagai perbuatan dosa karena dilarang agama. Namun usahanya memakai kondom saat berhubungan intim juga merupakan ikhtiar agar istri dan bayi/anaknya tidak mengidap penyakit yang sama.

Penulis pun setuju, yang terbaik tentulah si suami berhenti 'jajan' di luar. Bahkan, jika perlu para PSK pun semuanya bertobat dan beralih mencari rizki dengan cara halal. Jika tindakan ini yang dilakukan, insya Allah semua aman.

Namun untuk sampai pada datangnya kesadaran si suami atau pertobatan massal PSK, bukanlah perkara mudah. Butuh hidayah Tuhan, butuh proses panjang pembinaannya, butuh pemecahan persoalan ekonomi yang melilit para PSK, dll.

Sementara kebutuhan biologis manusia setiap saat muncul, dan tiap manusia berbeda dalam kemampuan pengendalian dirinya untuk itu, atau kadar iman dan amalnya berbeda. Sementara kebutuhan ekonomi para PSK yang tidak tahu atau tidak bisa dan belum biasa kerja lain, juga sangat mendesak.

Alkon Untuk Remaja

Pun halnya perilaku remaja saat ini. Banyak kasus pernikahan dini terjadi disebabkan karena 'kecelakaan'. Ada yang 'celaka parah' hingga remaja putrinya hamil. Ada juga kecelakaan sampai pada level melakukan hubungan seks sebelum nikah (zinah) namun si perempuan tidak/belum sampai hamil.

Keduanya adalah bentuk 'kecelakaan' yang kita semua  perlu turut memikirkan atau mencegah agar kecelakaan jenis itu tidak terjadi.

Sepengetahuan penulis, hampir semua agama melarang perbuatan zinah. Lebih-lebih agama Islam memandang zinah adalah dosa besar, dan hukuman yang layak bagi pelakunya adalah dijilid/dipukuli hingga 100 kali (bagi yang belum menikah/bujang) dan dirajam/dilempari sampai mati (bagi yang sudah beristri atau bersuami).

Seperti halnya orang dewasa yang sebagian memiliki kelakuan sholeh sehingga mampu menghindari perzinahan, ada juga yang salah dan terjerumus pada lembah dosa itu.

Remaja pun demikian, ada yang alim yang perilakunya baik dan sehat, tapi ada juga yang dzalim yang kelakuannya lebih condong pada kerusakan atau zinah yang biasa disebut "remaja berisiko". Remaja berisiko inilah yang juga perlu dipikirkan nasibnya dan nasih remaja-remaja lain yang terkena imbasnya.

Sebenarnya cara yang tepat dan sesuai kondisi masyarakat Indonesia yang berbudaya dan agamis, agar remaja tidak terjerumus pada risiko berbahaya dalam wujud perbuatan zinah dan/atau perilaku seks menyimpang adalah dengan pembinaan intensif dan berkelanjutan.

Unsur Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) diperbanyak (sesuai pasal 103 ayat 1 dari PP 28 tahun 2024). Dengan KIE para remaja diharapkan bisa benar-benar memahami kesehatan reproduksi secara menyeluruh (tidak setengah-setengah), tahu bahaya seks bebas atau seks sebelum menikah atau perilaku seks yang menyimpang.

Setelah tahu dan paham, tentu yang paling penting adalah memiliki kemauan dan usaha untuk mengamalkan yang baik dan menghindari yang berbahaya dan merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungannya.

Adapun penggunaan alat kontrasepsi yang dimaksud dalam PP 28 tahun 2024 ayat 4 point e, tentu kita harus merujuk pada turunan dari PP tersebut yang biasanya lebih teknis yakni Peraturan Menteri Kesehatan (permenkes) karena PP tersebut merupakan turunan dari UU Kesehatan.

Atau setidaknya kita mendengarkan dan melihat penjelasannya dari pihak Kementerian Kesehatan, salahsatunya penjelasan yang tertuang dalam laman Kementerian PAN-RB tanggal 8 Agustus 2024 lalu yang sudah dilihat oleh 84.791 orang. Bahwa PP 28/2024: Fokus pada Kesehatan Reproduksi Remaja yang Sudah Menikah.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga memastikan bahwa edukasi terkait kesehatan reproduksi, termasuk penggunaan kontrasepsi, hanya ditujukan kepada remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan karena kesiapan calon ibu yang mungkin terbatas oleh masalah ekonomi atau kesehatan.

Pemerintah sebelumnya telah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Kesehatan. Salah satu tujuan utama dari peraturan ini adalah meningkatkan layanan promotif dan preventif untuk mencegah masyarakat jatuh sakit.

Layanan tersebut mencakup kesehatan reproduksi untuk remaja, di mana pemerintah akan menggalakkan pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.

Program ini mencakup edukasi mengenai sistem, fungsi, dan proses reproduksi, menjaga kesehatan reproduksi, perilaku seksual berisiko dan dampaknya, serta keluarga berencana dan kemampuan melindungi diri dan menolak hubungan seksual yang tidak diinginkan.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Mohammad Syahril, melalui keterangan resmi yang dikutip InfoPublik pada Rabu (7/8/2024), menjelaskan bahwa edukasi terkait kesehatan reproduksi juga mencakup penggunaan kontrasepsi.

“Namun, penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja, melainkan hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan,” kata Syahril.

Syahril menekankan bahwa pernikahan dini meningkatkan risiko kematian ibu dan anak, serta risiko stunting pada anak yang dilahirkan sangat tinggi. Sesuai ketentuan dalam PP tersebut, sasaran utama pelayanan alat kontrasepsi adalah pasangan usia subur dan kelompok usia subur yang berisiko.

Syahril juga menambahkan bahwa masyarakat tidak boleh salah persepsi dalam menginterpretasikan PP tersebut. Aturan ini akan diperjelas dalam rancangan Peraturan Menteri Kesehatan sebagai aturan turunan dari PP tersebut.

"Aturan turunan tersebut juga akan memperjelas mengenai pemberian edukasi tentang keluarga berencana bagi anak usia sekolah dan remaja yang akan disesuaikan dengan tahapan perkembangan dan usia anak," tutup Syahril.

Dengan penjelasan dari pihak Kemenkes tersebut, diharapkan masyarakat dan seluruh komponen anak bangsa dapat memahaminya secara bijak. Setidaknya mereka memahami bahwa untuk menjalankan suatu Undang-Undang membutuhkan Peraturan Pemerintah (PP). Dan untuk melaksanakan PP juga perlu ada peraturan (teknis) dibawahnya yang biasanya berupa Peraturan Menteri (jika kementerian) atau Peraturan Badan/Perban (jika institusi pelaksana PP tersebut berbentuk badan).

Penjelasan dari pihak Kemenkes tersebut sudah begitu jelas. Jadi, tidak ada niat, tidak ada maksud dan tujuan PP 28/2024 adalah untuk menghalalkan perzinahan. Selama ini alat kontrasepsi dari pemerintah juga hanya diperuntukkan bagi pasangan suami istri yang sudah sah menikah.

Lagi pula, sebelum PP 28/2024 tersebut lahir, bukankah alkon (khususnya kondom) sudah terjual bebas di apotek-apotek, di supermarket-supermarket? Yang jelas itu bukan alkon dari pemerintah!

Rekomendasi