ERA.id - Musisi Ahmad Dhani melayangkan somasi terbuka sekaligus syarat kepada Once Mekel. Hal ini sebagai bentuk teguran agar Once tidak lagi menyanyikan lagu-lagu dari Dewa 19.
Kuasa hukum Ahmad Dhani, Aldwin Rahadian mengungkap somasi terbuka untuk Once Mekel. Aldwin Rahadian mengungkap kliennya melayangkan somasi terbuka. Ia mengatakan suami Mulan Jameela ini melarang Once membawakan lagu-lagu dari Dewa 19.
"Mas Dhani udah berulang kali menyampaikan lagu-lagu Dewa 19 yang dinyanyikan Once tidak boleh dinyanyikan ketika tur Dewa 19 sedang berlangsung," kata Aldwin, dikutip dari kanal YouTube Cumicumi pada Sabtu (1/4/2023).
Lebih lanjut, Aldwin Rahadian mengatakan kuasa hukum Once, Panji Prasetyo menyebut Ahmad Dhani yang mempermasalahkan Once membawakan lagu Dewa 19.
"Kuasa hukum Once menyampaikan bahwa itu bagian dari sensasi hal yang bukan masalah hukum, nah ini yang harus diklarifikasi," tutur Aldwin.
Selain itu, Aldwin mengungkapkan bahwa somasi terbuka disampaikan sebagai bentuk peringatan agar Once tidak melanggarnya.
"Jadi ini bagian dari somasi terbuka. Kalau tetap membawakan lagu dan coba-coba, warning dan somasi ini terbuka sudah kami sampaikan, silahkan. Tentu kita akan lihat beryakinan bahwa ketika dilanggar akan ada konsekuensinya yaitu dilanggarnya dan adanya unsur pidana," ucap Aldwin.
"Kalau kita kemudian tetap dilakukan, maka proses hukum lanjut akan kita lakukan. Kami sampaikan bahwa tetap lisensi itu harus ada pemilik atau pencipta dan bersifat tertulis, betul bahwa harus diatur lebih lanjut melalui LMKN," tambahnya.
Meski begitu, mantan istri Maia Estianty ini masih membuka ruang untuk diskusi dan menyelesaikan permasalahan tersebut dengan Once.
"Mas Dhani tanpa syarat. Apalagi Once kawan baik untuk berdiskusi dan duduk bareng menyelesaikan polemik ini. Jadi tanpa syarat kami menerima aja. Kalau pun ada komunikasi yang baik, tentu akan direspons dengan baik," jelasnya.
Aldwin menyebutkan 9 poin, yang pertama adalah pada Pasal 9 PP Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Lisensi ini harus dicatat oleh Menteri dan pelaksana lisensi berupa penggunaan hak kita tersebut wajib dilaporkan kepada lembaga manajemen kolektif nasional. (LMKN) melalui Sistem Informasi Lagu atau Musik (SILM).
Kedua, pasal 80 UU No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yakni pemberian izin/lisensi harus dalam bentuk tertulis, karena akan dicatatkan oleh Menteri dan digunakan untuk melaporkan kepada LMKN melalui Sistem Informasi Lagu dan Musik (SILM). Bahkan, dalam Pasal 1 angka 9 PP 56/2021 tegas dijelaskan lisensi adalah izin tertulis dari pemegang hak cipta.
Ketiga, pasal 10 ayat (2) PP 56/2021 mengatur penggunaan secara komersial untuk suatu pertunjukan dapat menggunakan lagu atau musik tanpa perjanjian lisensi dengan tetap membayar royalti melalui LMKN.
Hal ini juga terdapat di dalam Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta di mana setiap orang dapat menggunakan hak ekonomi dalam pertunjukan tanpa izin sepanjang membayar royalti atau imbalan melalui LMK.
Keempat, besaran royalti konser diatur dalam keputusan LMKN yang disahkan oleh Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kepmenkumham) Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016, tentang pengesahan tarif royalti untuk pengguna yang melakukan pemanfaatan komersial ciptaan atau produk hak terkait musik dan lagu. Tetapi, keputusan tersebut sudah tidak berlaku karena hanya berlaku hingga 2017.
Kelima, hal tersebut dalam angka 4 menunjukkan Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta tidak kooperatif karena imbalan royalti yang dimaksud belum ditetapkan oleh LMKN dan disahkan Kemenkumham. Sehingga, penggunaan hak ekonomi dalam pertunjukan atau konser tetap tunduk pada pasal 9 Ayat (2) UU Hak Cipta yakni harus dengan izin pemegang hak cipta.
Keenam, selain itu ada pertentangan norma antara Pasal 10 ayat (5) UU Hak Cipta, dengan ketentuan 9 ayat (2) Jo. Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta, di mana hal tersebut adalah tindak pidana yang diancam pidana penjara 3 tahun atau denda Rp500 juta rupiah.
Ketujuh, pasal 10 ayat (2) PP 56/2021 ini bertentangan dengan Pasal 9 ayat (2) Jo. Pasal 113 UU Hak Cipta, dan sesuai dengan asas preferensi hukum lex superior derogate legi inferior atau hukum yang lebih tinggi mengesampingkan hukum yang lebih rendah, maka yang digunakan adalah ketentuan Pasal 9 ayat (2) Jo.
Pasal 113 UU Hak Cipta. Jadi, penggunaan secara komersial untuk suatu pertunjukan dapat menggunakan lagu atau musik harus dengan izin pemegang hak cipta sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf f (untuk pertunjukan ciptaan) dan ayat (2) Jo. Pasal 113 UU Hak Cipta, in casu melalui perjanjian lisensi. UU Hak Cipta lebih tinggi kedudukannya dari pada PP 56/2021 menurut Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Kedelapan, pasal 10 ayat (2) PP 56/2021 bertentangan dengan Pasal 9 Jo. Pasal 113 UU Hak Cipta, maka ketentuan Pasal 10 ayat (2) PP 56/2021 dikesampingkan (derogated).
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, maka suatu pertunjukan ciptaan in casu konser-konser yang membawakan lagu-lagu Dewa 19 ciptaan Ahmad Dhani, harus dengan izin darinya selaku pemegang hak cipta. Jika dilakukan tanpa izin maka hal tersebut adalah tindak pidana sesuai Pasal 113 UU Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara 3 tahun atau denda Rp500 juta rupiah.
Kesembilan, pernyataan kuasa hukum Once Mekel pada konferensi pers hari ini, Jumat, 31 Maret 2023, yang menyatakan 'tidak ada masalah hukum ini hanya sensasi' adalah hal yang keliru. Berdasarkan atas preferensi hukum yang telah kami jelaskan di atas, karena yang berlaku adakah tetap Pasal 9 Jo.
Pasal 113 UU Hak Cipta selaku ketentuan hukum yang lebih tinggi dan tindakan pertunjukan tanpa izin dari Ahmad Dhani selaku pemegang hak cipta adalah tindak pidana sesuai Pasal 113 UU Hak Cipta.