Nasib Berbalik Indonesia-Malaysia di Arena Pencak Silat

| 28 Aug 2018 13:34
Nasib Berbalik Indonesia-Malaysia di Arena Pencak Silat
Pesilat Indonesia Sarah Tria Monita usai mengalahkan pesilat Laos Nong Oy Vongphakdy (Foto: ANTARA/INASGOC/Melvinas Priananda)
Jakarta, era.id - Kemenangan atlet silat Indonesia, Komang Harik Adi Putra diwarnai protes dari lawannya, atlet Malaysia, Mohd Al Jufferi Jamari. Enggak cuma protes, Jamari juga dikabarkan sempat mengamuk dan merusak fasilitas di ruang ganti. Sebenarnya, apa yang terjadi?

Kejadian bermula dari kekalahan Jamari atas Komang di pertarungan cabang olahraga pencak silat nomor putra kelas E (65-70 kilogram) Asian Games 2018. Jamari yang sejak awal ditekan oleh serangan-serangan Komang memutuskan berhenti hanya beberapa detik sebelum ronde ketiga usai.

Alasannya, Jamari merasa para juri enggak memberikan nilai secara adil. Jamari merasa sejumlah pukulan yang ia layangkan kepada Komang enggak mendapatkan angka dari juri. "Saya seharusnya memenangi pertandingan," kata Jamari usai laga, Senin (27/8).

Memang, pertarungan sempat berjalan amat ketat. Di ronde pertama, Komang memimpin perolehan angka sebelum kemudian perolehan angka tersebut dilampaui oleh Jamari. Selanjutnya, di ronde tiga, Komang unggul tipis dari Malaysia. Nah, pada ronde itu lah Jamari mundur.

Dengan mundurnya Jamari, wasit pun memutuskan kemenangan teknis atas Komang dengan skor akhir 4-1. Usai laga, Jamari yang sempat mengamuk itu mengatakan kepada wartawan bahwa kemarahannya enggak ditujukan buat siapa pun, kecuali para juri.

"Saya tidak marah dengan pesilatnya atau pendukungnya, tapi saya marah dengan wasit karena tidak memberikan nilai dengan adil," kata Jamari sebagaimana ditulis Antara.

Ilustrasi pencak silat (Mahesa/era.id)

Pembelaan publik Malaysia

Kekalahan Jamari atas Komang kemarin turut jadi sorotan media massa di Negeri Jiran. Maklum, Jamari adalah atlet andalan untuk meraih emas. Bernama.com misalnya, yang menyebut kekalahan Jamari sebagai kekalahan kontroversial dan menyebut penilaian juri sebagai "bias".

Memang, sejatinya Jamari bukan atlet sembarangan juga. Jika mengutip berita Bernama.com, Jamari konon adalah juara dunia pencak silat. Pada Desember 2016 lalu, Jamari berhasil keluar sebagai juara dunia pencak silat putra kelas E yang diselenggarakan di Denpasar, Bali.

Enggak cuma itu, Jamari juga pernah meraih empat medali emas SEA Games di tahun 2011, 2013, 2015, serta 2017. "Sebenarnya saya salahkan juri, sebab juri tidak menilai saya dengan objektif. Sebenarnya saya menang 3-2 tadi di mata Juri 1, 4, dan 5. Sebagai pesilat saya merasa tak dihormati," tutur Jamari.

Pembelaan juga dengan tegas disampaikan oleh Menteri Olahraga Malaysia, Syed Saddiq yang memang sengaja datang ke Padepokan Pencak Silat TMII. Lewat akun Twitternya, @SyedSaddiq, menteri muda itu meminta Jamari untuk tegar menghadapi kekalahannya. Apa pun yang terjadi, publik Malaysia ada di belakang Jojo.

"Kamu tetap pemenang di mata dan hati kami semua brother Al Jufferi. Jangan sesekali minta maaf. NEVER. Saya tidak akan terima. Saya berdiri teguh bersama anda, pewira kita. Inshaallah, Allah will reward you in many more ways brother. #MalaysiaBoleh," tulis Saddiq dalam unggahan video yang menampilkan Jamari saat meminta maaf kepadanya dan publik Malaysia.

Yang menarik, dalam pernyataannya, Jamari juga meminta agar kecurangan yang ia alami diusut tuntas. Bahkan, Jamari mengatakan, jika pencak silat terus dikotori oleh kecurangan semacam ini, sebaiknya pencak silat dihapuskan dari gelaran Asian Games selanjutnya.

 

Tukar nasib

Biar bagaimana pun, Jamari adalah atlet berkelas dan berprestasi, tuduhan yang dilayangkannya, tentu jadi tuduhan serius. Dan rasanya, pihak terkait enggak boleh tutup telinga juga. Barangkali, ada yang harus dilakukan untuk meluruskan tuduhan ini.

Bukan apa-apa. Masalahnya, ini bukan kali pertama pertarungan pencak silat di ajang olahraga besar diwarnai tuduhan kecurangan. Pada SEA Games 2017 di Kuala Lumpur City Centre, tuduhan yang sama juga mengemuka.

Dan Malaysia yang saat ini protes, kala itu jadi pihak tuan rumah yang diuntungkan. Saat itu, wasit dianggap memberi nilai yang enggak wajar kepada pasangan pesilat Malaysia, Mohd Taqiyuddin dan Rosli.

Saat itu, Taqiyuddin dan Rosli enggak cuma memenangi emas. Angka 582 yang mereka raih berhasil melampaui rekor angka tertinggi 570 yang diraih pasangan Hendy dan Yolla dalam pertandingan di Phuket Thailand. Kekecewaan yang sama waktu itu juga ditunjukkan oleh Hendy dan Yolla yang sempat menolak menerima medali perak.

Ya, dengan fakta tersebut, rasanya jadi penasaran juga, entah apa yang salah sehingga pencak silat jadi olahraga yang begitu rawan dengan tuduhan kecurangan. Yang jelas, jika memang ada kecurangan, monggo dibereskan. Dan jika ternyata enggak, ya sudah, semua memang harus terima kekalahan. Sesimpel itu kayaknya.

Rekomendasi