"Kenapa harus saya (SAJA)???" jawab Via Vallen di akun Instagram-nya @viavallen.
Dia kemudian menepis tuduhan Jerinx yang menyebut dirinya memperkaya diri sendiri dengan menggunakan karya orang lain seperti membawakanya di atas panggung dengan versi dangdut/koplo sampai dibuat VCD-nya.
"Dalam bentuk VCD apa? Bajakan kah? Atau VCD resmi dari label? Setau saya, setiap saya off air memang beberapa penyelenggara mendokumentasikannya dengan video shooting, saya hanya sebatas menyanyi di atas panggung dan setau saya dokumentasi tersebut untuk koleksi pribadi mereka," jelas Via Vallen.
"Saya tidak tahu menahu soal dikomersilkannya lewat VCD ataupun YouTube, karena sekali lagi saya hanya sebatas menyanyikannya ketika di atas panggung soal dikomersilkan saya tidak tahu dan saya juga tidak pernah menikmati hasil dari dikomersilkannya dokumentasi tersebut," tulisnya.
Via Vallen menambahkan, jika penampilannya direkam dan dikemas dalam format VCD orisinal oleh salah satu label rekaman, ia meminta Jerinx memberinya bukti fisik agar dia bisa menuntut label tersebut.
"Saya pribadi tidak pernah merasa diminta menyanyikan lagu tersebut untuk dikomersilkan atau dijual bentuk kaset VCD-nya oleh label lokal atau manapun," belanya.
Via Vallen lalu meminta maaf telah membawakan lagu tersebut di atas panggung tanpa seizin SID, dalam hal ini Jerinx, tapi dia tidak merasa mencuri lagu tersebut karena menurutnya cuma menyanyikannya di atas panggung off air.
"Dan sampai detik ini lagu itu masih jelas MILIK ANDA, jika saya mencuri sudah pasti saya akan mengakui bahwa lagu tersebut adalah lagu yang saya ciptakan, tapi di sini saya tidak pernah mengakui karya orang lain sebagai karya saya," tandasnya.
Jerinx pun kemudian kembali memberikan keterangan mengenai alasannya yang hanya menegur Via Vallen di media sosial perihal permasalahan membawakan lagu miliknya itu.
"Kenapa saya cuma serang satu penyanyi? Karena untuk tipe penyanyi genre tersebut, dia yang paling terkenal. Dan imbasnya bakalan besar untuk menyadarkan penyanyi lain yang---baik sengaja/tidak---cari makan dengan cara merusak ruh lagu orang lain," tulis pemilik nama asli I Gede Ari Astina dalam akun Instagram @jrxsid, Senin.
"Sama seperti bagaimana dulu hanya SID yang dilarang manggung oleh penguasa karena kami menolak reklamasi Teluk Benoa, sementara band-band lain yang ikut menolak job-nya lancar-lancar saja," lanjutnya.
Baca Juga : Soal Lagu, Via Vallen Ditegur Jerinx SID
Lebih lanjut, Jerinx mengatakan alasannya menegur Via Vallen bukan semata-mata untuk mencari popularitas. Menurutnya band yang digawanginya telah memiliki penikmat setianya sendiri.
Apalagi belum lama ini, SID merilis album terbaru. Apa yang dilakukan Jerinx sebagai antisipasi agar kejadian pada lagu Sunset di Tanah Anarki tidak terulang di album barunya ini.
"Saya tak butuh lebih banyak ketenaran, SID sudah punya market yang setia sejak lama. Saya angkat isu ini sekarang karena kami baru rilis album dan tak mau lagu-lagu baru kami diperlakukan seperti SDTA," ujarnya.
"Saya juga tak lakukan ini untuk materi. Pihak istana ingin membeli lagu saya saja saya tolak. Kami bukan pelacur. Silakan google," kata pria bertato ini.
"Saya hanya inginkan kesadaran. Jika tak paham akan lirik/esensi lagu SID, tolong jangan dirusak. Dan jika paham, lakukanlah dengan kesadaran dan itikad baik; untuk sesama, sejarah, masa depan, serta bumi pertiwi. Terima kasih," tutupnya.
Apakah Via Vallen Melangggar Hak Cipta?
Seperti dikatakan oleh Jerinx, Via Vallen sudah membawakan lagu Sunset di Tanah Anarki di atas panggung sejak 2013, di mana saat itu belum ada lembaga manajemen kolektif yang mengatur soal Performance Rights maupun Mechanical Rights. Lembaga tersebut baru dibentuk setelah UU No 28 tentang hak cipta diberlakukan pada 2014.
Tapi, jika dibaca baik-baik pernyataan Jerinx, maka di situ jelas Jerinx menganggap tak ada itikad baik dari Via Vallen untuk meminta izin penggunaan lagu tersebut. Atau, manajemen yang menaungi Via Vallen malah tidak paham soal ini? Rasanya tidak mugkin.
Dinukil dari hukumonline.com, cover version atau cover merupakan hasil reproduksi atau membawakan ulang sebuah lagu yang sebelumnya pernah direkam dan dibawakan penyanyi/artis lain. Tidak sedikit, sebuah lagu cover version bahkan menjadi lebih terkenal dari lagu yang dibawakan oleh penyanyi aslinya. Karenanya, banyak artis baru mencoba peruntungannya dengan membawakan lagu cover version dengan tujuan agar lebih cepat sukses dan terkenal.
Untuk lagu-lagu cover yang diciptakan untuk tujuan komersial tadi, pencantuman nama penyanyi asli saja tentu tidak cukup untuk menghindari tuntutan hukum pemegang hak cipta. Agar tidak melanggar hak cipta orang lain, untuk mereproduksi, merekam, mendistribusikan dan atau mengumumkan sebuah lagu milik orang lain, terutama untuk tujuan komersial, seseorang perlu memperoleh izin (lisensi) dari pencipta/pemegang hak cipta sebagai berikut:
1. Lisensi atas Hak Mekanikal (mechanical rights), yakni hak untuk menggandakan, mereproduksi (termasuk mengaransemen ulang) dan merekam sebuah komposisi musik/lagu pada CD, kaset rekaman dan media rekam lainnya; dan atau
2. Hak Mengumumkan (performing rights), yakni hak untuk mengumumkan sebuah lagu/komposisi musik, termasuk menyanyikan, memainkan, baik berupa rekaman atau dipertunjukkan secara live (langsung), melalui radio dan televisi, termasuk melalui media lain seperti internet, konser live dan layanan-layanan musik terprogram.
Royalti atas mechanical rights yang diterima dibayarkan oleh pihak yang mereproduksi atau merekam langsung kepada pemegang hak (biasanya perusahaan penerbit musik (publisher) yang mewakili komposer/pencipta lagu). Sementara pemungutan royalti atas pemberian performing rights pada umumnya dilakukan oleh sebuah lembaga (di Indonesia disebut Lembaga Manajemen Kolektif – “LMK”) berdasarkan kesepakatan antara pencipta dan lembaga tersebut.
WAMI (Wahana Musik Indonesia) dan YKCI (Yayasan Karya Cipta Indonesia) adalah dua dari beberapa LMK di Indonesia yang saat ini aktif menghimpun dan mendistribusikan royalti dari hasil pemanfaatan performing rights untuk diteruskan kepada komposer/pencipta lagu dan publisher.
Jikunsprain Meminta Izin God Bless
Sekarang kita ambil contoh, Jikunsprain--band sampingan gitaris /rif, Jikun--yang membawakan ulang lagu milik God Bless, Rock di Udara (1975) di album terakhirnya, Bertuhan dengan Marah (2017). Dilansir dari majalah GitarPlus edisi #149, Jikun mengaku sudah membawakan lagu tersebut sejak 2014 lantaran sudah ada izin dari penciptanya, Donny Fattah (bassis God Bless) setahun sebelumnya.
Sama seperti kasus Via Vallen, saat itu (2013) belum ada lembaga manajemen kolektif yang mengatur soal performance rights maupun mechanical rights. Tapi ketika Jikun bersikeras menceploskan lagu ini ke dalam album Bertuhan dengan Marah, dia kembali menemui Donny Fattah lagi untuk membahas lebih dalam soal lagu ini.
"Jadi, sudah ada kontrak di mana semua royalti dari penjualan lagu ini bakal diserahkan ke Mas Donny. Bentuk apresiasi itu kan enggak cuma dalam bentuk rekaman. Kalau menghasilkan sesuatu, akan saya kasih juga sama yang menciptakan. Dan setelah penandatangan kontrak itu saya juga punya itikad baik jika proyek ini tampil saya akan menyisihkan honor yang saya dapatkan buat Mas Donny. Kalau sekarang istilahnya, performance rights ya? Kalau saya sih enggak tau istilahnya apa, bahasanya aneh hahaha…", kata Jikun, dilansir dari majalah GitarPlus.
"Kalau saya sih mau ngasih aja buat Mas Donny. Jadi, dalam setahun ada berapa kali manggung, dipotong sekian dan langsung dikasih ke Mas Donny. Begitu pun penjualan dari iTunes, selama setahun ada berapa pendapatan, dipotong sekian dan diserahkan juga ke Mas Donny. Itulah bentuk apresiasi saya terhadap God Bless, yang sudah 'meracuni' saya sejak kecil," tandasnya.
Bertempat di Caffee Shop Hotel Jayakarta, Bandung, 14 Mei 2017, Jikun secara simbolik menyerahkan royalti (performance rights) atas lagu Rock di Udara berdasarkan hasil penjualan dalam format digital seperti yang dijanjikannya kepada Donny Fattah.
"Alhamdulillah, sekarang udah ditertibkan masalah performance rights itu. Jadi, musisi-musisi yang bawain lagu-lagu orang lain tapi enggak minta izin akan dituntut. Apa yang dilakukan Mas Jikun udah bener," kata Donny Fattah kala itu.
Di saat para pencipta lagu seperti Jerinx masih menemui kesulitan menuntut hak atas karyanya, sebuah peristiwa kecil yang bermakna besar dilakukan seorang rockstar dengan tulus. Dan memang harus seperti itu.
Kesadaran Musisi
Pengamat musik senior Denny MR menegaskan, sikap Jerinx yang mendamprat Via Vallen sangat bisa dipahami dan harus dihargai. Karena, Sunset di Tanah Anarki merupakan lagu milik drummer band punk asal Bali tersebut. Tapi, dunia panggung Indonesia memang belum tertata rapi sehingga siapapun bisa dengan bebas membawakan lagu orang lain tanpa meminta izin.
"Mengapa Jerinx koar-koar sendiri? Ada kemungkinan lagu tersebut tidak didaftarkan ke publishing sehingga dia sendiri yang turun tangan. Atau, lagu tersebut didaftarkan tapi dia inisiatif karena Via Vallen sudah lama membawakan lagu tersebut tanpa meminta izin," kata Denny MR kepada era.id.
"Peraturan performance rights ini kan sudah ada sejak 2014. Kalau misal Via Vallen tidak tahu, dia kan tidak berdiri sendiri. Ada manajemen yang menaunginya. Untuk itu, manajemenlah yang seharusnya memahami dan meminta izin," lanjut mantan wartawan majalah HAI dan Rolling Stone.
Denny MR melanjutkan, jika lagu tersebut didaftarkan ke publishing, maka manajemen harus meminta izin kepada publishing andai lagu tersebut direkam dan digandakan. Tapi, jika lagu tersebut dibawakan di sebuah acara, penyelenggara acara lah yang harus meminta izin kepada pencipta.
"Rasanya tidak mungkin jika manajemen tidak tahu adanya peraturan ini. Soalnya, peraturan hak cipta ini tidak dibuat diam-diam. Pasti ada sosialisasi ke label-label rekaman dan PAPPRI (Persatuan Artis Penyanyi, Penyanyi, dan Pemusik Indonesia)," ungkapnya.
Artinya, sambung Denny MR, hal ini kembali kepada kesadaran si artis dan manajemennya untuk meminta izin membawakan lagu orang lain.
"Harus diakui, kita ambil contoh Malaysia yang berkiblat ke Indonesia untuk urusan musik. Tapi mereka justru lebih rapi dan tertata soal regulasi rekaman dan penampilan panggung seperti ini. Itulah mengapa, ini harus dikembalikan kepada kesadaran si artis yang bersangkutan," tandasnya.