Captain Marvel: Awal dari Semua Euforia

| 06 Mar 2019 10:43
<i>Captain Marvel</i>: Awal dari Semua Euforia
Captain Marvel (Maretian/era.id)
Jakarta, era.id - Selama lebih dari satu dekade, Marvel Cinematic Universe (MCU) telah memanjakan para penggemarnya dengan suguhan para superhero hebat, kuat, namun tetap terasa manusiawi. Mulai dari Ironman di 2008 sampai kemunculan Avengers Infinity Wars di tahun lalu yang akhirnya menjadi perayaan MCU yang kesepuluh tahunnya. Namun tidak ada yang tahu pasti apa yang menjadi awal lahirnya rangkaian kisah para superhero yang kemudian bersatu melawan Thanos di film terakhirnya. Tentu semua akan mengatakan Captain America adalah awalnya, mengingat filmnya di tahun 2011 lalu berjudul First Avenger. Sayangnya pendapat itu segera dipatahkan dengan kehadiran film terbaru dari Marvel Studio berjudul Captain Marvel.

Gambaran itu terpancar saat era.id mendapat kesempatan menonton press screening untuk film tersebut di XXI Kota Kasablanka, Jakarta pada Selasa (5/3) malam. Captain Marvel bukan sekadar film superhero biasa yang menjadi bahan olok-olok terhadap MCU. Bukan pula bahan rundungan para penggemar DC Comics yang mengaku bahwa nama itu lebih dulu dimiliki oleh salah satu tokoh DC Comics--kini bernama Sazham--dan merasa lebih pantas menyandangnya. Nama Captain Marvel yang diberikan MCU lebih dari semua itu. Bahkan nama dari tokoh terkuat di MCU itu mampu membuat Superman yang lemah terhadap kryptonite dan Lois Lane itu akan terkencing-kencing di celana. 

Film Captain Marvel yang diproduseri Kevin Feige dan disutradarai Anna Boden dan Ryan Fleck ini diperankan oleh beberapa aktis dan aktor kawakan. Pihak MCU memilih peraih Academy Awards, Brie Larson sebagai Carol Danvers (Captain Marvel), Samuel L Jackson sebagai Nick Fury, Ben Mendelsohn sebagai Talos, Jude Law sebagai Yon Rogg, Lashana Lynch sebagai Maria Rambeau, Gemma Chan sebagai Minn-Erva, serta penampilan Lee Pace sebagai Ronan The Accuser, dan Clark Gregg sebagai Agent Coulson. Film ini diangkat dari serial komik Marvel yang pertama kali diterbitkan pada 1967 yang diciptakan oleh Stan Lee dan Gene Colan. Carol Danvers pertama kali muncul di Marvel Superheroes volume 13 pada 1968 dan ia adalah karakter ketujuh yang menggunakan mantel Captain Marvel dalam dunia komik yang muncul di Amazing Spiderman volume 9 tahun 2012 lalu. 

Berlatar belakang tahun 1995, di saat Carol Danvers atau Vers yang ditugaskan menjadi bagian dari anggota Star Force, pasukan elite militer bangsa Kree yang tanpa ingatan masa lalu sebagai manusia Bumi. Ketika bertugas mencari penghubung di planet perbatasan, Vers tanpa sengaja diculik oleh pasukan Skrull yang mampu berubah wujud. Namun, ia berhasil bebas dan tanpa sengaja terlempar ke Bumi. 

Kemunculannya di muka Bumi membuat pihak S.H.I.E.L.D tertarik untuk membuat kontak dengannya. Vers pun berkenalan dengan Nick Fury yang secara perlahan membantu memulihkan ingatannya dan mengingat tentang masa lalunya, termasuk apa yang membuat dirinya memiliki kekuatan tersebut. Namun upaya mereka dihalang-halangi oleh musuh yang tak terduga yang siap mengancam kehidupan manusia ataupun ras lainnya di alam semesta.

Poster Captain Marvel (Maretian/era.id)

Bias Gender Dan Konflik Strata

Seperti yang telah disebutkan di atas, Captain Marvel dinobatkan sebagai karakter terkuat di MCU mengingat kekuatannya yang luar biasa mampu menghancurkan kapal besar milik bangsa Kree. Namun kesan pertama pada tokoh itu bukan pada kekuatannya saja, melainkan pada namanya yang sangat mendefinisikan karakter feminis. Bahkan tokoh ini juga dianggap sebagai tokoh yang paling mendefinisikan superhero yang terbebas dari unsur bias gender apabila dibandingkan dengan tokoh superhero perempuan lainnya yang pernah diangkat ke layar lebar. Sebut saja Super Girl dan Wonder Woman atau Black Widow dan Scarlet Witch. Label ‘pemisah’ yang menyatakan mereka adalah superhero wanita terlihat jelas dari embel-embel girl, woman, widow, atau bahkan witch

Berbeda dengan Captain Marvel yang uniseks dan dengan tegas menyiratkan bahwa siapa pun bisa menjadi kapten dan memiliki kekuatan luar biasa tanpa melabelkan apa jenis kelaminnya. Salut kepada MCU yang tidak memasang embel-embel 'Miss' seperti sebutannya di dunia komik. 

Karakter Carol Danvers digambarkan sebagai karakter perempuan yang tangguh dan mencoba membuktikan dirinya di dunia laki-laki, baik itu saat ia masih di Bumi ataupun ketika bergabung sebagai anggota Star Force di Planet Hala. Ketika banyak orang yang meremehkannya, baik Yon-Rogg selaku pimpinan Star Force ataupun pria–pria Bumi. Bahkan ayahnya sendiri pun sempat meremehkannya hanya karena ia perempuan, Namun, ia bukan tipikal karakter yang putus asa. Sifatnya yang membangkang dan mudah tersulut emosi membuat ia berhasil melampaui semuanya.

Tidak hanya diremehkan sebagai wanita, Carol Danvers juga diremehkan oleh rekan sejawatnya di kesatuan Star Force dan bangsa Kree lainnya yang menganggap sebagai manusia, ia bukan apa-apa meskipun telah dirawat dan didik dengan gaya bangsa Kree. Ibarat kata, seorang anak pungut yang kemudian dirawat oleh orang kaya dan diajarkan bersikap seperti orang berada namun tetap diremehkan hanya karena melihat asal usulnya sebagai manusia penghuni Bumi.

Sebagai sutradara wanita, Anna Boden yang juga pernah menggarap Mississipi Grind (2015) tahu bagaimana menggarap karakter dengan tokoh wanita di dalamnya. Ia melakukan hal yang lebih baik dari Patty Jekins yang menggarap Wonder Woman (2017). Ia tidak menyuguhkan karakter superhero wanita dengan pesona kecantikan yang mengeksklusifkan diri melainkan karakter wanita pejuang yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Perjalanan sang tokoh saat mencari asal usulnya bersama Nick Fury pun digambarkan dengan baik. Boden tidak hanya mengangkat tindakan diskriminatif yang pernah Carol Danvers alami, tapi bagaimana ia mengatasi dan menunjukkan perlawanan. Salah satunya ketika ia dan rekannya Maria Rambeau yang hanya bisa bermimpi menerbangkan pesawat namun tidak diizinkan hanya karena mereka wanita. Carol pun menunjukkan perlawanan dengan mengikuti misi berbahaya dari Wendy Lawson agar nantinya ia dapat diperhitungkan sebagai pilot yang cakap meskipun seorang wanita.

Pengunjung yang berfoto dengan poster Captain Marvel (Maretian/era.id)

Nostalgia dan Koneksi Jagat Film Marvel

Hal yang menarik dari film ini adalah latar tahun yang membuat para penontonnya bernostalgia. Video rental, internet dan pemprograman komputer jadul, flannel, grunge serta dandanan pun membangkitkan memori masa lalu para penonton. Terlebih lagi pemilihan lagu latar yang semuanya diambil dari era tersebut. Tentu saja ada lagu-lagu dari Nirvana, Garbage, R.E.M, dan beberapa lagu lainnya menghiasi film tersebut. 

Selain latar, tentu easter eggs atau hal-hal yang berkaitan dengan film-film MCU membuat para penonton sumringah. Kevin Feige adalah orang yang telah menjahit dan menjaga agar koneksi di antara dunia Marvel tidak terputus. Bagi mereka pengikut MCU tentu akan tersenyum melihat kemunculan Agent Coulson yang masih menjadi agen pemula atau Ronan yang menjadi musuh utama Guardians of the Galaxy vol 1 muncul sebagai cameo.  

Namun yang terbaik dari semua easter egg adalah penjelasan mengapa Nick Fury menginisiasi pembentukan Avengers dan upayanya mencari orang yang memiliki kekuatan super lainnya setelah bertemu dengan Captain Marvel. Jadi bukan hanya bualan bila film ini adalah sumber awal dari semua kisah di jagat MCU. 

Film ini layak diberikan apresiasi yang tinggi. Semua karakter, konfilk, latar, dan plot digarap dengan menarik. Bahkan plot twist yang disuguhkan membuat cerita ini memiliki keunggulan berlebih bila dibandingkan dengan film karakter superhero wanita lainnya. Maka rating nilai 8 /10 cocok diberikan untuk film yang mulai dirilis 6 Maret 2019 di bioskop kesayangan di seluruh Indonesia.

Tags : resensi film
Rekomendasi