Kisah Penyintas HIV Bisa Jadi Penulis Buku Hingga Dokter Gigi

| 03 Dec 2019 14:55
Kisah Penyintas HIV Bisa Jadi Penulis Buku Hingga Dokter Gigi
Tiga orang penyintas HIV (Iman Herdiana/era.id)
Bandung, era.id – Diagnosa HIV bukan akhir dari segalanya. Buktinya mereka mampu bangkit dan berprestasi. Mereka bisa hidup normal dan sehat dengan memberikan pendampingan terhadap sesama ODHIV (Orang dengan HIV) seperti yang dilakukan Nurdianto atau Antonio Blanco, ada juga ibu rumah tangga yang juga aktivis gaya hidup sehat Hayu Ari Setyaningtyas, dan drg. Maruli Togatorop yang tetap menjalani profesinya sebagai dokter gigi.

Antonio kini bekerja di Yayasan Kasih Suwitno, Rumah Sakit St. Carolus, Jakarta, sebagai pendamping para ODHIV, ia aktif memberikan motivasi kepada mereka. Ia menikah 1 Desember 2014, bertepatan dengan Hari AIDS Dunia. Pada Hari AIDS kemarin, ia memperingati ulang tahun pernikahannya yang ke-6.

“Saat ini alhamdulillah, setelah 2 tahun pernikahan kami, istri saya saat ini sedang hamil 3 bulan. Kami ingin buktikan bahwa kami damping pasien positif, yang suaminya positif istrinya negatif anaknya negatif. Informasi ini tak tersampaikan ke masyarakat,” katanya, di sela acara The Indonesian AIDS Conference (IAIDS) 2019, di Bandung, Sabtu (30/11/2019).

Ia menegaskan, pasangan suami istri yang positif HIV bisa dikaruniai anak yang tidak tertular. Dengan catatan, suami istri tersebut rajin menjalani terapi Antiretroviral (ARV), pengobatan HIV seumur hidup yang menekan human immunodeficiency virus di dalam tubuh.

Antonio dan istrinya positif HIV saat berada di Bali pada 2012. Mereka mau membuka diri demi memberi motivasi bahwa ODHIV bisa hidup sehat, normal dan berprestasi. Di awal positif HIV, ia pernah mengalami stigma yang nyaris merontokkan mentalnya.

“Saya alami ketika awal HIV positif 2012, teman saya baju yang saya kenakan dibakar sahabat saya,” katanya.

Waktu itu informasi seputar HIV masih minim, masih ada orang yang mengira penularan HIV terjadi lewat kontak baju. Padahal penularan HIV hanya lewat kontak cairan dalam tubuh seperti melalui hubungan seksual, penggunaan jarum suntik tidak steril, dan transfusi darah.

“Saya kesal dan marah, tapi saya tanya apa yang salah. Sahabt saya kurang mengerti bagaimana penularan HIV, bahwa baju sama makan bareng itu tidak menularkan,” katanya.

Penyakit HIV dinilai sama dengan penyakit kronis lainnya yang membutuhkan terapi khusus tanpa putus selama semuruh hidup, yakni terapi ARV. Menjalani terapi ARV sesuai aturan akan mampu menekan virus sampai tak terdeteksi lagi secara laboratorium (undetectable). Dengan status undetectable, ODHIV tidak akan menularkan virusnya lewat hubungan seksual.

ODHIV lain yang berhasil mengatasi HIV ialah dokter gigi asal Merauke, Maruli Togatorop. Juli 2014, Maruli dinyatakan positif HIV. Bahkan ia sudah masuk Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), fase ketika sistem pertahanan tubuh ODHIV sudah sangat rendah dan mengundang berbagai macam penyakit infeksi.

Di saat bergelut dengan AIDS, Maruli harus ditinggal istrinya. “Istrinya saya negatif. Setelah perceraian dan mendapat HIV, saya dapat dua gelar, terinfeksi dan jadi seorang duda,” kata Maruli seraya tertawa kecut.

Maruli terinfeksi HIV karena gaya hidupnya saat tinggal di Jakarta. Setahun setelah terinfeksi, ia melaporkan diri ke Kementerian Kesehatan. Kemenkes mendukung langkah Maruli, dan tetap mempekerjakannya sebagai dokter gigi. Maruli ditempatkan di Merauke.

Ketika terkena AIDS, sel CD4 atau pertahanan tubuh di tubuh Maruli anjlok hingga 8, padahal normalnya 600 sampai 1.500. Ia juga terkena penyakit Stevens-Johson Synrdrome yang bikin kulitnya bentol dan bersisik, serta radang paru-paru (pneumonia).

Tapi Maruli berhasil melalui itu semua. Tubuhnya kini bugar, berat badannya yang sempat anjlok 42 kilogram normal kembali menjadi 62 kilogram. Bagi Maruli, HIV adalah berkah yang mendorongnya hidup mandiri.

Karier di kedokteran giginya jalan terus. Ia menulis buku “Dokter Kena HIV: Perjuangan Penerimaan Diri Hingga Membuka Diri”. Melalui buku dan aktivitasnya saat ini, ia ingin mengedukasi masyarakat sekaligus memotivasi ODHIV agar pulih dan bangkit.

HIV bisa kena siapa saja, tidak hanya orang dengan resiko tinggi seperti hubungan seksual berganti-ganti pasangan ataupun pengguna narkoba suntik, melainkan juga pada ibu rumah tangga seperti yang dialami Hayu Ari Setyaningtyas, ibu satu anak asal Malang, Jawa Tengah. Ia mendapat HIV dari suaminya yang meninggal pada 2013.

Penulis buku “Hidup Sehat Bebas Guletin 1 & 2” ini mengalami “pengusiran” dari rumah keluarga almarhum suaminya karena HIV. Selain “mewarisi” HIV, suaminya juga meninggalkan utang biaya rumah sakit Rp250 juta. Tapi Arini, demikian ia biasa disapa, berusaha kerja keras untuk hidup mandiri. Dalam waktu dua tahun ia berhasil melunasi utang itu.

Ia juga disiplin mengikuti terapi ARV yang hasilnya memuaskan. Virus di tubuhnya tak lagi terdeteksi. Saat ini ia sedang menulis buku “Hidup Sehat Bebas Guletin” jilid ke-3. Buku ini menjadi bacaan penting bagi orang-orang yang ingin hidup sehat dan meningkatkan sistem pertahanan tubuhnya.

Pada 2007, Arini menikah dengan pria asal Belanda. Awalnya Arini tidak mau menikah lagi. Namun pria tersebut ngotot dan mau menerima Arini apa adanya termasuk penyakit HIV yang ada di tubuhnya.

Kata Arini, suaminya telah berkonsultasi dengan dokternya di Belanda bahwa ODHIV yang telah undetectable tidak akan menularkan virusnya ke orang lain lewat hubungan seksual. Arini memenuhi persyaratan tersebut.

“Calon suami saya semakin yakin untuk menikah dengan saya,” kata Arini.

 

Tags : hiv/aids
Rekomendasi