Perancang jaket mengatakan bahan tembaga dari jaket tersebut berasal dari biostatik logam yang mampu membunuh bakteri dan virus apa pun yang bersentuhan dengannya. Menurut penelitian tembaga dapat menghasilkan efek halo, yang berarti mampu mengurangi potensi penyebaran bakteri sampai 50 persen.
Tembaga tidak berupa kepingan begitu saja, melainkan tembaga sebagai benang dan membentuk 65 persen jaket yang bisa tahan penyakit.
"Ketika kita memasuki era baru penyakit, maka bumi memanas. Secara radikal kita kurang siap sebagai spesies untuk kecepatan di mana perubahan akan cepat terjadi," ungkap salah satu pendiri Vollebak Steve Tidball yang dikutip dari Metro pada Sabtu (13/6/2020).
"Dengan normalitas yang berubah, sistem kelangsungan hidup kita perlu beradaptasi. Mulai dari perencanaan darurat dan infrastruktur untuk lini baju kita. Baju memiliki ketahanan penyakit yang menjadi kebutuhan di masa depan. Maka dari itu kita mulai memanfaatkan tembaga dan juga untuk kebutuhan berikutnya," lanjutnya.
Jaket tahan penyakit (Foto: dok. Vollebak)
Selain biostatik, tembaga juga memiliki sifat antimikroba yang luar biasa. Tembaga akan melepaskan ion bermuatan listrik, sehingga mikroba sulit untuk hidup. Ini mencegah mikroba dari mengembangkan resistensi di masa depan.
Sifat-sifat ini telah ditunjukkan oleh badan penelitian, dan menjadi sorotan dalam studi COVID-19.
Jaket yang dibuat dari tembaga ini menghadirkan berbagai bahan pelindung yang terbilang mahal. Satu jaket itu dijual seharga 895 poundsterling atau Rp16 juta.