ERA.id - Pihak kepolisian Polda Aceh mencatat sebanyak tujuh lokasi menjadi tempat masuknya imigran Rohingya sejak tahun 2015. Para imigran Rohingya ini umumnya masuk ke Indonesia dari Provinsi Aceh menggunakan jalur laut.
Adapun tujuh lokasi ini di antaranya, Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tamiang serta Kota Lhokseumawe dan Kota Langsa. Tercatat sudah ada ribuan imigran Rohingya masuk ke Indonesia melalui tujuh lokasi ini dari tahun 2015 hingga Januari 2023.
Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Aceh Kombes Pol Ade Harianto merincikan sebanyak 1.719 imigran Rohingya mendarat di berbagai wilayah di Aceh pada tahun 2015. Sementara, pada tahun 2017 pihaknya tidak ada mencatat imigran Rohingya mendarat di Aceh.
"Tahun 2016 ada 43 orang, 2018 ada 79 orang, 2020 ada 396 orang, 2021 ada 81 orang, 2022 ada 575 orang, dan pada tahun 2023 tercatat 184 orang," terangnya, Jumat (27/1/2023).
Ade mengatakan saat ini ada tiga lokasi yang sudah disediakan pemerintah untuk menampung para imigran Rohingya. Seperti, bekas kantor imigrasi Lhokseumawe, Gudang Mina Eaya Padang Tiji di Pidie dan UPTD Dinas Sosial Ladong di Kabupaten Aceh Besar.
Dia menyebut ketiga tempat penampungan ini dihuni seluruh imigran Rohingya sebanyak 526 orang. Sementara dirincikan, 111 orang di penampungan bekas kantor imigrasi Lhokseumawe, 174 orang di Gudang Mina Raya Padang Tiji dan 241 orang di UPTD Dinas Sosial Ladong.
"Mereka masih menunggu penanganan lanjut dari instansi terkait, baik Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) maupun United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR)," ungkap Ade.
Ade menambahkan di tempat penampungan ini pihak kepolisian juga menempel poster berisi aturan, tata tertib, larangan dan anjuran untuk menjaga dan menangani para pengungsi. Hal ini dilakukan sebagai upaya mengantisipasi para imigran melanggar hukum dan melarikan diri.
Apalagi, kata Ade, pihaknya mencatat sebanyak 17 kasus terkait imigran Rohingya ini. Seperti kasus penyelundupan manusia atau tindak pidana keimigrasian, tindak pidana perdagangan orang (TPPO), dan kasus narkotika.
"Dari kasus-kasus tersebut, polisi telah menetapkan 32 orang sebagai tersangka. Proses hukum kasus tersebut dilakukan sampai tuntas (P21) sampai ke persidangan," sebutnya.
Ade mengungkapkan sejauh ini pihaknya tengah berkoordinasi dengan stakeholder dan instansi terkait termasuk UNHCR dan IOM untuk menangani pengungsi Rohingya tersebut. Dia menyebut penanganan imigran atau pencari suaka merupakan wewenang pemerintah, lembaga resmi yang ditunjuk baik nasional maupun internasional.
"Kita mengimbau masyarakat agar ikut serta mengawasi imigran Rohingya agar jangan kabur atau dijemput oleh pihak-pihak yang ingin menjadikan mereka lahan bisnis. Bagaimanapun peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam menunggu proses penanganan lebih lanjut," pungkasnya.