ERA.id - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membuat aturan baru pada batas usia capres-cawapres belum sepenuhnya final. Sampai saat ini aturan tersebut belum direvisi dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menyebut bahwa PKPU tentang pencapresan ini perlu direvisi terlebih dahulu. Sebab sifat putusan MK hanya mengatur pada pokok-pokok aturannya saja.
“’Putusan MK wajib ditindaklanjuti. Ketentuan atau putusan (MK) itu masih membutuhkan aturan teknis, yaitu PKPU,” kata Feri.
Lebih lanjut, Feri pun menyoroti pada salah satu paslon yakni Prabowo Subianto-Gibran Raka Buming Raka. Bakal capres-cawapres itu dianggap sangat berpotensi untuk menimbulkan persoalan hukum kalau KPU tidak kunjung merevisi PKPU.
Menurutnya, tanpa PKPU, tidak ada alat ukur yang jelas dan tegas bagi seseorang bisa mendaftarkan diri sebagai calon pemimpin negara. Pakar tersebut menjelaskan kalau ketidakjelasan pada PKPU akan bisa digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Jika hal ini terjadi, maka calon yang bermasalah secara prosedur administratif keluar sebagai pemenang Pilpres 2024, maka sangat mungkin kalau timbul sengketa di tubuh MK.
”Apalagi dalam putusan MK (soal syarat umur) itu tidak mayoritas mutlak (setuju). Ada (hakim konstitusi) yang dissenting opinion dan concurring opinion,” jelas Feri.
Sementara untuk finalisasi perlu ditetapkan secara pasti oleh KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum. Dan tentunya revisi tersebut membutuhkan sejumlah proses yang perlu dilalui.
Sebagai informasi, tahapan revisi PKPU wajib dilakukan dengan proses konsultasi dengan DPR dan Pemerintah. Maka dari itu, KPU perlu membuat musyawarah bersama terlebih dahulu, sebelum benar-benar merevisi PKPU.