ERA.id - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman tak terima dituding terlibat konflik kepentingan dalam menangani perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.
Akibat tudingan itu, Anwar kehilangan jabatannya sebagai ketua MK. Dia mengklaim telah difitnah dengan sangat keji.
"Fitnah yang dialamatkan kepada saya, terkait penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, adalah fitnah yang amat keji, dan sama sekali tidak berdasarkan atas hukum," tegas Anwar dalam konferensi pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023).
Dia lantas menyinggung nama Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstituso (MKMK) Jimly Assidiqie yang juga pernah diduga terlibat konflik kepentingan saat menjadi ketua MK.
Anwar mencatat, Jimly diduga terlibat konflik kepentingan saat menangani tiga perkara pada tahun 2003 terkait Pengawasan Komisi Yudisial Terhadap Hakim Konstitusi. Saat itu, Jimly memutuskan untum membatalkan fungsi pengawasan tersebut.
"Jadi sejak zaman Prof Jimly, mulai tahun 2003 sudah ada pengertian dan penjelasan mengenai konflik of interest," kata Anwar.
Selain Jimly, Anwar juga menyeret nama Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dab Keamanan Mahfud MD, hakim konstitusi Arief Hidayat yang juga diduga terlibat konflik kepentingan ketika keduanya menjabat sebagai ketua MK.
"Maupun Putusan Nomor 48/PUU-IX/2011, Putusan Nomor 49/PUU-IX/2011 di era Kepemimpinan Prof. Mahfud MD., Putusan Nomor 97/PUU-XI/2013, Putusan Nomor 1-2/PUU-XII/2014 yang membatalkan Perppu MK di era Kepemimpinan Bapak Hamdan Zoelva, Putusan Perkara 53/PUU-XIV/2016, Putusan Nomor 53/PUU-XIV/2016 di era Kepemimpinan Prof. Arief Hidayat," ucap Anwar.
Adik ipar Presiden Joko Widodo itu juga menyinggung isu konflik kepentingan saat hakim konstitusi Saldi Isra menangani perkara soal batas usia ketua dan wakil ketua MK.
"ketika itu saya adalah Ketua MK dan wakilnya Prof Doktor Aswanto, meskipun menyangkut persoalan diri saya langsung, saya tidak mempertahankan jabatan saya, namun saya tetap melakukan dissenting opinion, termasuk kepentingan langsung Prof. Saldi Isra dalam pasal 87b terkait usia yang belum memenuhi syarat," paparnya.
Dengan alasan-alasan tersebut, isu konflik kepentingan di lingkungan hakim MK sudah kerap terdengar dan terjadi.
"Jadi adik-adik, rekan-rekan wartawan bisa melihat rangkaian cerita makna konflik kepentingan. Ternyata mulai dari tahun 2003 di era kepemimpinan Pak Jimly sudah ada, dan itu ada beberapa keputusan," kata Anwar.
Diberitakan sebelumnya, Ketua MKMK Jimly Assidiqie mengatakan, pihaknya memutuskann bahwa Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat kode etik hakim konstitusi.
"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi," ujar Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11).
Atas putusan tersebut, MKMK juga mengenakan sanksi kepada Anwar Usman berupa pemberhentian dari jabatannya sebagai ketua MK.
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua mahkamah konstitusi kepada hakim terlapor," tegas Jimly.
Selain diberhentikan dari jabatannya, MKMK juga melarang Anwar menangani perkara-perkara terkait sengketa pemilihan umum (pemilu), termasuk kepala daerah.
Diketahui, Anwar Usman dilaporkan sejumlah pihak karena dianggap melanggar kode etik buntut putusan MK dengan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat calon presiden dan calon wakil presiden.
Putusan itu dianggap untuk memuluskan langkah Wali Kota Solo yang merupakan keponakan Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka sebagai bacawapres.