ERA.id - TPN Ganjar Pranowo-Mahfud Md mengritik penjelasan capres nomor urut 2, Prabowo Subianto, mengenai program makan siang gratis yang diusungnya.
Wakil Direktur Representatif TPN Ganjar-Mahfud, Charles Honoris menilai bahwa Prabowo tampaknya kurang memahami perbedaan antara stunting dan gizi buruk.
Dalam keterangan tertulisnya, Charles menyebutkan bahwa Ganjar Pranowo bahkan harus menjelaskan lebih dalam tentang perbedaan mendasar antara stunting dan gizi buruk agar Prabowo tidak bingung.
“Ganjar Pranowo harus memberi penjelasan tentang perbedaan dua kondisi gangguan tumbuh kembang anak tersebut agar Prabowo tidak bingung," kata Charles.
Charles menyampaikan bahwa publik bertanya-tanya tentang dasar dari program makan siang gratis yang diusung oleh Prabowo Subianto. Dia menjelaskan, bahwa stunting hanya dapat dicegah dengan asupan gizi yang memadai sejak ibu hamil.
"Stunting pada anak hanya bisa dicegah lewat asupan bergizi sejak ibu hamil dan anak sebelum 2 tahun. Selebihnya tidak bisa, karena defisiensi nutrisi sudah terjadi dalam jangka waktu lama (kronis) dan menimbulkan dampak permanen," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi IX DPR itu juga menekankan bahwa kondisi gizi buruk dapat diperbaiki berapapun usianya.
Dia menjelaskan bahwa gizi buruk terjadi ketika berat badan anak lebih rendah daripada rentang angka normal anak seusianya, dan kondisi ini dapat diperbaiki tanpa memandang usia anak.
Charles berpendapat bahwa setelah penjelasan Ganjar Pranowo dalam debat terakhir, Prabowo seharusnya memahami perbedaan antara stunting dan gizi buruk.
Ia juga menekankan agar Prabowo tidak lagi mencampuradukkan penggunaan kedua istilah tersebut saat berkampanye di masyarakat.
Menurut Charles, tindakan semacam itu hanya akan membingungkan masyarakat dan dapat merusak edukasi kesehatan yang selama ini sudah dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Kesehatan.
"Jadi setelah Ganjar menjelaskan beda stunting dan gizi buruk dalam debat terakhir, Prabowo seharusnya paham dan hendaknya jangan lagi mencampuradukkan penggunaan dua istilah tersebut saat berkampanye di masyarakat. Sebab hal itu hanya akan membuat masyarakat semakin bingung, dan mendistorsi edukasi kesehatan masyarakat yang selama ini sudah dilakukan pemerintah lewat Kementerian Kesehatan," ujar Charles.