ERA.id - Hakim Mahkamah Konstitusi, Arief Hidayat mempertanyakan arti frasa 'penugasan presiden' kepada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy. Hal itu dia tanyakan saat sidang lanjutan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Jumat (5/4/2024).
Awalnya, Arief membaca bahan paparan Muhadjir yang berisi kalimat, 'pelaksanaan tugas PMK dimaksudkan untuk memberikan dukungan pelaksanaan inisiatif dan pengendalian kebijakan berdasarkan agenda pembangunan nasional dan penugasan presiden'.
"Apa sih yang dimaksud dengan penugasan presiden? Apakah penugasan-penugasan tertentu karena presiden juga cawe-cawe itu? Karena kalau saya membaca sebetulnya, agenda pembangunan nasional itu ya sudah termasuk presiden itu akan menugaskan apa ya ada di situ, tapi kok ada frasa yang khusus penugasan presiden," " tanya Arief.
"Lah, apa di lain-lain tempat, apakah di Bapak Menko Ekonomi, Bu Menteri Keuangan, atau Menteri Sosial ada agenda pembangunan nasional dan penugasan presiden?" sambungnya.
Arief menilai, frasa tersebut seolah menunjukkan adanya tujuan tertentu dari Presiden Jokowi.
"Ini kan seolah-olah ada frasa khusus presiden punya misi tertentu, visi tertentu, untuk melaksanakan apa ini biasanya dilakukan? Gitu," ujar Arief.
Merespons hal itu, Muhadjir menjelaskan, frasa 'penugasan' tersebut sesuai dengan Perpres Nomor 35 Tahun 2020 tentang Kemenko PMK. Sehingga tugas yang diberikan kepadanya dalam kapasitas sebagai menteri.
"Tentu saja penugasan yang dimaksud adalah dalam kapasitas saya sebagai pembantu presiden, bukan dalam kapasitas yang lain," ujar Muhadjir.
Dia mengaku tidak dapat memberikan definisi secara tepat. Sebab, para menteri bisa saja bekerja diluar tugas dan fungsi (tupoksi) utamanya.
"Sebagai contoh saja, disamping kami melaksanakan tupoksi yang sudah ada di dalam perpres, kami juga melaksanakan tugas-tugas di luar tupoksi kami. Biasanya tugas-tugas itu yang berkaitan dengan tugas yang sifatnya lintas sektoral, sehingga tidak, per definisi tidak bisa dipastikan itu tugasnya siapa," jelas Muhadjir.
Muhadjir mencontohkan terkait penanganan mudik Lebaran. Dia menyebut, penanganan tersebut tidak bisa didefinisikan urusan menteri tertentu. Sebab, presiden bisa saja menunjuk beberapa stakeholder untuk saling berkoordinasi.
"Atas dengan kondisi seperti itu, presiden bisa saja menunjuk salah satu menko, ditugasi untuk melakukan koordinasi. Karena itu yang kami kordinasikan, yang mulia, sebagian besar malah justru bukan menteri yang di dalam koordinasi kami menurut Perpres Nomor 35 tadi," ungkap dia.
"Misalnya, Kapolri, kemudian ada Menteri Perhubungan, Menteri PUPR, Menteri Perdagangan. Menteri yang berada dalam koordinasi saya cuma satu saja, yaitu Menteri Agama. Nah, ini kami mendapatkan surat penugasan," imbuh Muhadjir.
Selain itu, sambung Muhadjir, ada juga tugas yang sifatnya simpel. Misalnya, menteri mendapatkan surat tugas untuk mewakili presiden menghadiri upacara atau acara tertentu.
"Disitu saya mewakili beliau (Presiden Jokowi) menyampaikan pokok-pokok pikiran. Biasanya itu ada (bahan paparan) dari kepresidenan yang saya tinggal membaca, tapi kadang-kadang juga diberikan kewenangan penuh untuk kami menyampaikan sesuai dengan apa yang ada pada kami," ungkap dia.
Arief kemudian kembali bertanya kepada Muhadjir. Ia mempertanyakan ada atau tidaknya tugas aneh yang diberikan oleh presiden pada menteri.
"Pernah ada tugas-tugas yang agak aneh-aneh gitu?" tanya Arief.
"Saya mohon maaf, kurang tahu apa yang dimaksud aneh," ucap Muhadjir.
"Itu, di luar itu tupoksi," lanjut Arief.
"Setahu saya tidak ada," jawab Muhadjir.
"Tidak ada ya?" tanya Arief lagi.
"Tidak ada," tegas Muhadjir.