ERA.id - Mantan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengaku menerima honor sebesar Rp800 juta saat menjadi kuasa hukum eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Hal ini dia sampaikan saat bersaksi dalam sidang perkara pemerasan yang menjerat SYL di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (3/6/2024).
Diketahui, Febri sempat menjadi pengacara SYL saat kasus korupsi ini masih dalam tahap penyelidikan KPK. Awalnya, Hakim Fahzal Hendri bertanya mengenai honor yang diterima Febri sebagai kuasa hukum politisi Partai NasDem tersebut.
Meski demikian, Febri tidak langsung menjawab nominal yang diterimanya. Dia hanya menyampaikan bahwa penerimaan honorarium ini mengacu Pasal 21 Undang-Undang Advokat.
"Honorarium itu kami bagi Yang Mulia, izin menjelaskan. Satu, di tahap penyelidikan kami menerima honorarium ini mengacu Pasal 21 UU Advokat berdasarkan kesepakatan pada saat itu," kata Febri.
Mendengar jawaban itu, Hakim Fahzal lantas menegaskan bahwa majelis hakim diperbolehkan untuk menanyakan apapun kepada saksi dalam persidangan. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 165 ayat 1 KUHAP.
"Berapa nilainya?" tanya hakim.
"Apakah tepat saya sampaikan di sini Yang Mulia?" timpal Febri.
"Hakim apa saja boleh ditanyakan kepada saksi. Kenapa saya tanya begitu? Apakah niatan ini datangnya dari saudara atau karena sesuatu keadaan, itu pertimbangan dari hakim, Pak Febri. Silakan jawab, berapa aja ya ndak ada soal pak, kan itu hak saudara, tidak melanggar, oke, profesional. Silakan jawab," jelas hakim.
Febri mengungkapkan, honor yang ia terima sebesar Rp800 juta. Honor itu, jelas dia, untuk 3 klien, yakni SYL, Kasdi Subagyono serta Muhammad Hatta.
"Pada saat itu di tahap penyelidikan yang disepakati totalnya adalah Rp800 juta," jawab Febri.
"Untuk 8 orang?" tanya hakim.
"Tim kami ada 8 untuk 3 klien, Yang Mulia," jawab Febri.
"Rp800 juta?" tanya hakim lagi.
"Di tahap penyelidikan," ujar Febri.
Sebelumnya, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementan dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.
Pemerasan dilakukan bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.
Keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.