Tersandung Kasus Korupsi, Max Ruland Boseke Sudah Mundur dari Jabatan Kepala Baguna PDIP

| 26 Jun 2024 07:45
Tersandung Kasus Korupsi, Max Ruland Boseke Sudah Mundur dari Jabatan Kepala Baguna PDIP
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam jumpa pers kasus korupsi dengan tersangka Max Ruland Boseke. (Era.id/Flori Sidebang)

ERA.id - Eks Sekretaris Utama (Sestama) Basarnas, Max Ruland Boseke tak lagi berstatus sebagai kader PDI Perjuangan. Dia mengundurkan diri dari jabatan Kepala Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) PDIP sejak 10 Juli 2023 silam.

Keputusan ini tertuang dalam Surat Internal Nomor 5278/IN/DPP/2023 yang ditandatangani Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat tertanggal 11 Juli 2023. Salinan surat tersebut beredar setelah Max ditahan KPK terkait dugaan korupsi di Basarnas.

“Bersama ini DPP PDI Perjuangan menyetujui pengunduran diri saudara dari jabatan sebagai Kepala Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) Pusat PDI Perjuangan,” demikian dikutip dari surat tersebut pada Selasa (25/6/2024).

“DPP PDI Perjuangan mengucapkan terima kasih atas kinerja dan dedikasinya terhadap partai selama menjadi Kepala Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) Pusat PDI Perjuangan masa bakti 2019-2024,” sambung keterangan dalam itu.

Diberitakan sebelumnya, KPK menahan tiga orang dalam kasus korupsi pengadaan truk angkut personel di Basarnas Tahun Anggaran 2012-2018. Penahanan ini dilakukan setelah mereka resmi ditetapkan sebagai tersangka.

Ketiga orang itu adalah Max Ruland Boseke; Kasubdit Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Badan SAR periode 2013-2014 selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Anjar Sulistiyono; dan Direktur CV Delima Mandiri, William Widarta.

"Para tersangka selanjutnya dilakukan penahanan untuk jangka waktu 20 hari pertama," kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur kepada wartawan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (25/6).

Penahanan ketiganya terhitung sejak 25 Juni hingga 14 Juli 2024. Mereka ditahan di Rutan Cabang KPK.

Asep mengungkapkan, kasus ini bermula pada November 2013, saat Basarnas mengajukan usulan Rencana Kerja Anggaran dan Kementerian (RKA-K/L) berdasarkan Rencana Strategis Badan SAR Nasional Tahun 2010- 2014. Salah satunya, yakni engadaan truk angkut personil 4 WD sebesar Rp47, 6 miliar dan Rescue Carrier Vehicle sebesar Rp48,7 miliar.

Selanjutnya, diadakan rapat tertutup yang dihadiri oleh Kepala Basarnas yang saat itu dijabat oleh Marsekal Madya Henri Alfiandi. Setelah DIPA Basarnas ditetapkan, Max kemudian memberikan daftar calon pemenang kepada Anjar selaku PPK.

“Termasuk pekerjaan pengadaan truk angkut personil 4 WD dan Rescue Carrier Vehicle yang akan dimenangkan oleh PT TAP (Trikarya Abadi Prima) yaitu perusahaan yang dikuasai dan dikendalikan oleh saudara WLW, CV DLM,” ungkap Asep

Pengadaan barang itu menggunakan harga perkiraan sendiri (HPS) yang telah disusun pegawai William, Riki Hansyah. 

“Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pasal 66 Ayat 7 bahwa penyusunan didasarkan pada data harga pasar setempat yang diperoleh berdasarkan hasil survei menjelang dilaksanakan pengadaan,” jelas Asep.

Kemudian, perusahaan milik William yang salah satunya adalah PT Trikarya Abadi Prima (TAP) memenangkan pengadaan truk di Basarnas tersebut. Asep menyebut, telah terjadi persekongkolan di dalam proses itu yang ternyata terdapat kesamaan IP Address peserta, surat dukungan hingga dokumen teknis dari perusahaan itu dengan PT Omega Raya Mandiri (ORM) dan PT Gapura Intan Mandiri (GIM).

Dari proses ini, lanjut Asep, Max menerima uang sebesar Rp2,5 miliar dalam bentuk ATM dan slip tarik tunai dari William. Max kemudian menggunakan uang itu untuk membeli ikan hias dan belanja kebutuhan pribadi lainnya.

Akibat perbuatannya para tersangka, diduga telah merugikan negara hingga Rp20,4 miliar.

Mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Rekomendasi