ERA.id - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mengkaji soal pembentukan undang-undang terkait ketenagakerjaan. Hal ini merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mencabut klaster ketenagakerjaan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
"Nanti kita akan bicara dengan teman-teman dan pimpinan lain, kita juga sampaikan teman-teman di Badan Legislasi dan komisi terkait, nanti kita liat seperti apa respons kita terhadap putusan tersebut," kata Wakil Ketua DPR Adies Kadir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (1/11/2024).
Terkait dengan permintaan MK agar DPR membuat undang-undang dalam waktu dua tahun, dia mengatakan, DPR selalu siap untuk melalukan pembahasan. Terlebih untuk menindaklanjuti putusan MK.
"Kita kan harus selalu siap ya, mau dua tahun, tiga tahun, setahun, mau enam bulan, mau dua bulan, mau sebulan juga kalau memang harus itu ya kita juga, tapi kita harus liat konteksnya," kata Adies.
Namun, DPR tentunya harus melihat lebih dulu konteks pembentukan undang-undang baru. Serta berkomunikasi dengan pemerintah.
"Konteksnya seperti apa, dan apa yang harus kita, undang-undang seperti apa yang harus kita gol kan, sejalan apa tidak dengan program pemerintahan yang baru, Pak Prabowo," ujar Adies.
"Terkait dengan undang-undang kan itu persetujuan antara pemerintah dan DPR, jadi harus ada pembicaraan dulu antar pemerintah dan DPR, ada kajian-kajian akademis dan lain sebagainya, nanti kita akan liat," imbuhnya.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi dalam Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023. Perkara tersebut diajukan oleh Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Pada amar putusannya, MK mengabulkan pengujian isu konstitusionalitas 21 norma pasal dalam UU Ciptaker yang berkaitan dengan tenaga kerja asing, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), pekerjaan alih daya (outsourcing), cuti, upah, pemutusan hubungan kerja (PHK), dan pesangon.
Selain itu, MK juga memerintahkan pembentuk undang-undang untuk membentuk UU ketenagakerjaan yang baru dan memisahkannya dari UU Ciptaker. MK memberi waktu paling lambat dua tahun.