ERA.id - Pemerintah meminta DPR RI memasukan perbaikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Proglenas) Prioritas 2022.
Hal ini untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu.
"Mengingat UU ini masuk dalam daftar komulatif terbuka akibat putusan MK, maka perlu dimasukan di Prolegnas tetapi kami mohon supaya ini menjadi agenda prioritas kita awal tahun ini (2022)," kata Menteri Hukum dan HAM (Menkumkam) Yasonna Laoly dalam rapat kerja dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan DPD RI, Senin (6/12/2021).
Yasonna mengatakan, untuk menindaklanjuti putusan MK, pemerintah akan segera menyiapkan rancana perubahaan UU Cipta Kerja. Untuk diketahui, MK memberi waktu pemerintah dan DPR RI memperbaiki UU Cipta Kerja dalam kurun waktu dua tahun.
Selain itu, pemerintah juga meminta DPR RI memasukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP) ke dalam Prolegnas Prioritas 2022.
Yasonna berharap, pembahasan perubahan UU Cipta Kerja dan UU PPP segera dilakukan di masa sidang pertama DPR RI tahun 2022 secara pararel.
"Sehubungan dengan hal tersebut, maka pemerintah berahap perubahan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Perubahan UU Nomor 12 Tahun 2011 dapat dibahas secara pararel pada kesempatan pertama masa sidang tahun 2022," kata Yasonna.
"Pemerintah akan berkomitmen untuk bersinergi dengan DPR untuk membahas RUU perubahan UU Nomor 12 Tahun 2011 seefektif mungkin. Demikian pula kami mohon kesediaan DPR untuk bersinergi dalam pembahasan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagaimana perintah MK," imbuhnya.
Sebelumnya, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Fraksi Golkar Firman Soebagyo mendorong revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP). Hal ini merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).
Firman menjelaskan, revisi UU PPP ini untuk menambahkan frasa 'omnibus'law'. Sebab, dalam amar putusan MK, UU Cipta Kerja dinilai inkonstitusional karena tidak mengenal metode omnibus law.
Menurutnya, jika frasa omnibus law tak dimasukan dalam UU PPP maka UU Cipta Kerja maupun produk perundang-undangan lainnya yang menggunakan metode serupa akan terus bermasalah.
"Kita akan merevisi Undang-Undang 12/2011. Di UU PPP itu nanti kita akan normakan frasa 'omnibus law'," kata Firman dalam acara diskusi yang dikutip pada Selasa (30/11/2021).