Kejagung Tetapkan 7 Orang Tersangka Korupsi Tata Kelola Minyak, Rugikan Negara Rp193,7 T

| 24 Feb 2025 23:58
Kejagung Tetapkan 7 Orang Tersangka Korupsi Tata Kelola Minyak, Rugikan Negara Rp193,7 T
Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar umumkan tersangka korupsi tata kelola minyak. (Era.id/Sachril Agustin).

ERA.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina periode 2018-2023.

Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar menyebut dari ketujuh orang tersangka itu empat diantaranya merupakan pegawai Pertamina dan tiga dari pihak swasta.

"Penyelidik pada malam hari ini menetapkan tujuh orang sebagai tersangka," kata Abdul Qohar saat konferensi pers di kantor Kejagung, Jakarta, Senin (24/2).

Ketujuh tersangka itu yakni Dirut Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan; SDS selaku Direktur Feed stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; dan YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shiping.

Lalu AP selaku VP Feed stock Management PT Kilang Pertamina International; MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan ⁠YRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera.

"Selanjutnya tim penyelidik melakukan penahanan terhadap para tersangka selama 20 hari ke depan," jelasnya.

Di tempat yang sama, Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar menyebut kerugian negara dalam perkara korupsi ini mencapai ratusan triliun.

"Yang pertama bahwa kerugian keuangan negara sebesar Rp193,7 triliun. Tentunya itu baru perhitungan yang dilakukan oleh penyidik ya, jadi perkiraan," ujar Harli.

Sebelumnya, Kejagung mengatakan telah memeriksa 70 saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

“Penyidik pada Jampidsus hingga saat ini sudah mengumpulkan setidaknya bukti-bukti berupa keterangan saksi terhadap 70 orang saksi dan sudah dilakukan pemeriksaan,” kata Harli Siregar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin, melansir Antara. Selain itu, telah diperiksa pula satu orang ahli, yakni seorang ahli keuangan negara.

Ia memaparkan, kasus ini bermula ketika pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 yang mengatur mengenai prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

“Dengan tujuan PT Pertamina diwajibkan untuk mencari minyak yang diproduksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri,” kata dia.

Ia menyebut, minyak bagian dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama atau KKKS swasta wajib ditawarkan kepada PT Pertamina. Apabila penawaran tersebut ditolak oleh PT Pertamina, maka penolakan tersebut digunakan untuk mengajukan rekomendasi ekspor.

Akan tetapi, subholding Pertamina, yaitu PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), diduga berusaha menghindari kesepakatan.

“Dalam pelaksanaannya, KKKS swasta dan Pertamina, dalam hal ini ISC dan/atau PT KPI, berusaha untuk menghindari kesepakatan pada waktu penawaran yang dilakukan dengan berbagai cara,” ucapnya.

Lebih lanjut, dalam periode tersebut juga terdapat Minyak Mentah dan Kondensat Bagian Negara (MMKBN) yang diekspor karena terjadi pengurangan kapasitas intake produksi kilang lantaran pandemi COVID-19.

Namun pada waktu yang sama, PT Pertamina malah mengimpor minyak mentah untuk memenuhi intake produksi kilang.

“Perbuatan menjual MMKBN tersebut mengakibatkan minyak mentah yang dapat diolah, dikilang, harus digantikan dengan minyak mentah impor. Yang merupakan kebiasaan PT Pertamina yang tidak dapat lepas dari impor minyak mentah,” ujarnya.

Rekomendasi