ERA.id - Pemerintah diharuskan melaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait operasi mengatasi kelompok separatis dan pemberontakan bersenjata. Ketentuan itu tercantum dalam draf final Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).
Berdasarkan dokumen draf final Revisi UU TNI yang diterima ERA pada Rabu (19/3/2025), di Pasal 7 ayat (2) disebutkan tugas pokok TNI mencakup operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang.
Terdapat 16 poin yang masuk dalam kategori operasi militer selain perang. Diantaranya yaitu tugas TNI dalam mengatasi gerakan separatis dan pemberontakan bersenjata.
"Operasi militer selain perang, yaitu untuk: 1. mengatasi gerakan separatis bersenjata; 2. mengatasi pemberontakan bersenjata," bunyi Pasal 7 ayat (2)b angka 1 dan 2 draf final Revisi UU TNI.
Pada bagian penjelasan, ditegaskan bahwa pemerintah harus menginformasikan prihal rencana mengatasi separatis dan pemberontakan bersenjata kepada DPR.
Berikut bunyi penjelasan atas Pasal 7 ayat (2)b angka 1 dan 2 draf final Revisi UU TNI:
(1). Dalam ketentuan ini, pemerintah menginformasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat terkait rencana awal dalam mengatasi separatis bersenjata.
(2). Dalam ketentuan ini, pemerintah menginformasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat terkait rencana awal dalam mengatasi pemberontakan bersenjata.
Selain itu, tugas pokok TNI lainnya terkait operasi militer selain perang yaitu mengatasi aksi terorisme, mengamankan wilayah perbatasan, mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis, melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri.
Kemudian, mengamankan presiden dan wakil presiden, memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta, membantu tugas pemerintah di daerah.
Membantu Polri dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang, membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia.
Membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan. Membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan. Membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perampokan, dan penyelundupan.
Terakhir, membantu dalam upaya menanggulangi ancaman siber, serta membantu dalam melindungi dan menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri.
Pada Pasal 7 ayat (4) ditambahkan bahwa pelaksaan operasi militer selain perang diatur dengan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden, kecuali terkait membantu Polri.
"Pelaksanaan operasi militer selain perang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah atau peraturan presiden, kecuali untuk ayat (2) huruf b angka 10."
Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin menjelaskan, dalam revisi UU TNI mengatur kewajiban pemerintah untuk berkomunikasi dengan DPR apabila ada penggunaan kekuataan yang berpotensi fatal.
"Kalau itu melibatkan penggunaan kekuatan sampai kemudian berakibat fatal soal misalnya masalah-masalah sosial masalah nyawa dan sebagainya, maka itu dikomunikasikan dengan DPR, sementara misalnya hanya membantu ada bencana alam ya itu tidak usah ke DPR itu kira-kira," kata Hasanuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/3).