Tim Editor
ERA.id - Di era digital yang serba cepat, kehadiran media lokal Jogja menjadi lebih dari sekadar penyampai informasi. Ia adalah jembatan, pengingat, sekaligus pencatat denyut nadi masyarakat yang seringkali terlewat oleh media arus utama. Di sinilah JogjaVoice mengambil peran penting—bukan hanya sebagai media, tapi sebagai ruang publik yang inklusif dan berpihak pada warga.
Dari Suara Pinggiran Jadi Arus Utama
Lahir dari semangat independen, JogjaVoice memilih jalur jurnalisme warga sebagai napas utamanya. Mulai dari berita tentang UMKM pinggiran kota, kisah petani yang mulai go digital, hingga polemik tata ruang di kampung padat—semuanya menjadi bagian dari narasi harian yang diangkat dengan sudut pandang khas masyarakat Jogja.
“Suara warga itu penting. Kami percaya, ketika media benar-benar mendengar, maka perubahan bisa dimulai,” demikian kutipan dari salah satu editor JogjaVoice dalam wawancara dengan komunitas pers mahasiswa UGM awal tahun ini.
Fokus pada Isu Keseharian
Berbeda dari media nasional yang kerap fokus pada isu makro, JogjaVoice justru menaruh perhatian pada hal-hal yang dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Contohnya, saat harga cabai naik tajam, JogjaVoice tak hanya memberitakan datanya, tapi juga menghadirkan cerita dari pedagang pasar hingga pelaku kuliner rumahan yang terdampak langsung.
Begitu pula saat DIY menghadapi tantangan inflasi beberapa waktu lalu, JogjaVoice menjadi salah satu media yang memberi ruang bagi pelaku UMKM untuk menyuarakan keluh kesah dan strateginya bertahan.
Etalase Digital Bagi Pelaku Usaha Lokal
Di luar berita, JogjaVoice juga bertransformasi menjadi etalase digital bagi pelaku usaha lokal. Banyak artikel di situs ini yang mengulas rekomendasi kuliner Jogja, homestay murah untuk rombongan, hingga profil bisnis rintisan anak muda di Bantul dan Sleman. Semua ini membantu pembaca menemukan sisi lain dari Jogja—yang dinamis, kreatif, dan penuh potensi.
Kritis tapi Tetap Santun
Meski berpihak pada warga, JogjaVoice tetap menjaga nilai-nilai jurnalistik yang berimbang dan santun. Kritik terhadap kebijakan daerah disampaikan dalam format data-driven journalism, dengan narasumber yang beragam, mulai dari akademisi, pelaku usaha, hingga pejabat publik.
Hal ini membuat JogjaVoice menjadi media lokal yang dipercaya, bukan hanya oleh masyarakat akar rumput, tapi juga oleh kalangan birokrat yang ingin mendengar denyut suara rakyat secara langsung.
Masa Depan Media Lokal Jogja
Di tengah arus besar informasi yang sering bias, keberadaan media lokal Jogja seperti JogjaVoice sangat dibutuhkan. Bukan sekadar pelengkap, tapi justru fondasi dari demokrasi informasi yang sehat dan menyeluruh.
Dengan pendekatan jurnalisme yang partisipatif, berorientasi komunitas, dan adaptif terhadap teknologi, JogjaVoice bukan hanya bicara soal hari ini. Ia sedang merancang masa depan media lokal yang lebih adil dan merata, dimulai dari Yogyakarta.
