Demokrat: Tak Ada Selembar pun Naskah Saat Pengesahan RUU Cipta Kerja

| 08 Oct 2020 10:21
Demokrat: Tak Ada Selembar pun Naskah Saat Pengesahan RUU Cipta Kerja
Sidang Paripurna Pengesahan RUU Cipta Kerja (Dok. Instagram DPR RI)

ERA.id - Anggota DPR Fraksi Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin mengungkapkan sejumlah kejanggalan yang terjadi selama Sidang Paripurna Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Diantaranya tak selembar pun naskah RUU dibagikan saat sidang hingga waktu sidang yang dadakan.

"Sudah tiga periode saya jadi anggota DPR RI. Baru kali ini saya punya pengalaman yang tidak terduga. Pimpinan DPR telah mengesahkan RUU yang sesat dan cacat prosedur. Tidak ada selembar pun naskah RUU terkait Ciptaker yang dibagikan saat rapat paripurna 5 Oktober 2020," kata Didi dalam keterangannya, Kamis (8/10/2020).

Menurutnya, sebelum mengesahkan RUU atau sebelum palu diketuk, seharusnya seluruh anggota DPR sudah bisa membaca naskah RUU Cipta Kerja. Apalagi sidang tersebut merupakan forum rapat tertinggi DPR.

"Jadi pertanyaannya, sesungguhnya RUU apa yang telah diketok palu kemarin 5 Oktober 2020 itu?" katanya.

Menurutnya, hukumnya wajib semua yang hadir diberikan naskah RUU tersebut. Tak hanya yang hadir secara fisik, mereka yang hadir virtual juga berhak mendapatkan naskahnya.

"Sebagai perbandingan, jangankan RUU Ciptaker yang sangat penting ini. Bahan-bahan rapat tingkat komisi dan badan saja kami bisa mendapatkannya beberapa hari sebelumnya," kata Didi.

Ia mempertanyakan kenapa justru RUU Omnibus Law Ciptaker yang berdampak luas pada kehidupan kaum buruh, UMKM, lingkungan hidup dan lainnya tidak tampak naskah RUU-nya sama sekali.

"Sungguh ironis RUU Ciptaker yang begitu sangat penting. Tidak selembar pun ada di meja kami," kata Didi.

Ia menegaskan seharusnya pimpinan DPR memastikan dulu RUU yang begitu sangat penting dan krusial yang berdampak pada nasib buruh, pekerja, UMKM, lingkungan hidup sudah ada di tangan seluruh anggota DPR, baik yang fisik dan virtual.  

"Padahal di forum rapat tertinggi paripurna, setiap anggota Dewan hadir mewakili daerah pemilihannya, mewakili suara yang memilihnya. Mewakili aspirasi dan harapan besar rakyat Indonesia, adalah wajib mendapatkan bahan dan informasi yang utuh," katanya.

Disamping itu hal yang janggal lainnya, ia menyebutkan undangan rapat diberitahu hanya beberapa jam sebelum paripurna. Bahkan ia menilai ini undangan rapat yang telah memecahkan rekor undangan secepat kilat.  

"Ada apa gerangan ini? Sungguh tidak etis untuk sebuah RUU sepenting dan krusial ini. Padahal sudah dijadwal sebelumnya akan dilakukan pada 8 Oktober 2020.  Tiba-tiba menjadi 5 Oktober, tanpa informasi yang cukup dan memadai. Sehingga rapat itu menjadi rapat yang dadakan, tergesa-gesa dan dipaksakan," kata Didi.

Rekomendasi