ERA.id - Dewan Perwakilan Rakyat secara resmi mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi Undang Undang dalam Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks DPR, Jakarta, Senin (5/10).
Fraksi-fraksi yang setuju adalah PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP, dan PAN. Hanya Fraksi Partai Demokrat dan PKS yang menolak pengesahan RUU Ciptaker. Bahkan terjadi aksi walkout dari Fraksi Demokrat.
Politikus Demokrat Benny Kabur Harman berkali-kali menginterupsi Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin yang tengah memimpin rapat. Saat Fraksi Demokrat menyampaikan pandangan terkait Omnibus Law Ciptaker, Sekretaris Fraksi Demokrat, Marwan Cik Hasan, yang mewakili partainya pun melewati batas waktu berbicara di podium.
Pimpinan rapat mengambil tindakan. Mikrofon Marwan dimatikan sepihak.
"Kami mencermati ada sejumlah persoalan mendasar dari RUU Ciptaker ini...," ucap Marwan lalu mikrofon mati.
Tudingan mengarah kepada Ketua DPR Puan Maharani. Ia dituduh sengaja mematikan mikrofon Fraksi Demokrat. Bahkan warganet menyamakan Puan dengan impostor di gim Among Us.
Puan Maharani the real IMPOSTOR!!!
Menyabotase hak bicara seorang anggota dengan mematikan mic!!!
Ra ngelingj jamane bapakmu meh modyar diuber PENJAJAH PO?? #MosiTidakPercaya pic.twitter.com/GNq7Uvlz9g
— MZ JIEM (@mahasiswaYUJIEM) October 5, 2020
Sedangkan, Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar menjelaskan insiden mikrofon mati saat anggota Fraksi Demokrat menyampaikan interupsi dalam rapat paripurna pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Senin (5/10/2020). Indra menegaskan, pimpinan sidang hanya menjalankan tugas untuk menjaga ketertiban peserta rapat saat menyampaikan pendapat.
“Semua diberikan waktu untuk berbicara, bergantian. Jika sampai dimatikan mikrofonnya, itu hanya untuk menertibkan lalu lintas interupsi, pimpinan punya hak mengatur jalannya rapat,” kata Indra, Selasa (6/10/2020).
Keputusan itu juga menimbulkan reaksi dari pengguna media sosial Twitter. Sejumlah pengguna pun menggunakan tagar #MosiTidakPercaya dalam mengomentari pengesahan RUU Ciptake menjadi UU. Tagar Mosi Tidak Percaya kemudian menjadi topik terpopuler di Twitter Indonesia.
"Proses pengesahan RUU itu terlampau telanjang menunjukkan betapa DPR dan Pemerintah memang tak punya niat untuk mendengarkan apa yang menjadi sikap publik umumnya," ujar peneliti Formappi, Lucius Karus, kepada ERA.id, Selasa (6/10/2020).
DPR disebutnya nampak mau mengecoh publik yang sebagian ingin berunjuk rasa untuk menolak RUU Cipta Kerja itu. Memanfaatkan pandemi sebagai alasan, DPR sukses mengecoh publik dengan memajukan jadwal paripurna sehingga publik tak punya kesempatan untuk menekan parlemen agar membatalkan atau menunda Pengesahan RUU Cipta Kerja itu.
Menurutnya, melalui gerakan mosi tidak percaya, rakyat sedang membangun sikap penolakan pada DPR yang sudah membunuh peran representasi mereka.