Perhimpunan Pendidikan dan Guru Lawan Permintaan Kemendikbud Soal Demo UU Cipta Kerja

| 11 Oct 2020 13:42
Perhimpunan Pendidikan dan Guru Lawan Permintaan Kemendikbud Soal Demo UU Cipta Kerja
Aksi Massa Tolak Omnibus Law (Saddam/era.id)

ERA.id - Kemeneterian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan surat imbauan pembelajaran secara daring dan sosialisasi Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Surat imbauan bernomor 1035/E/KM/2020 tertanggal 9 Oktober 2020 ini ditujukan kepada pengurus perguruan tinggi.

"Memperhatikan situasi akhir-akhir ini yang kurang kondusif untuk pembelajaran, terutama terkait dengan tanggapan atas akan diterbitkannya Undang-undang (UU) Cipta Kerja, dengan ini kami mohon Pimpinan Perguruan Tinggi untuk melaksanakan hal-hal berikut," demikian tertulis dalam pembukaan surat yang dikutip, Minggu (11/10/2020).

Terdapat sejumlah poin dalam surat tersebut. Pada poin 4, misalnya, Kemendikbud mengimbau para mahasiswa/i untuk tidak turut serta dalam kegiatan demonstrasi. Dalam poin tersebut, Kemendikbud juga menyinggung soal bahaya keselamatan dan kesehatan di tengah pandemi COVID-19 jika melakukan aksi unjuk rasa.

Pada poin 5, Kemendikbud meminta perguruan tinggi atau kampus membantu menyosialisasikan isi UU Cipta Kerja. Bahkan kementerian itu meminta perguruan tinggi mendorong kajian-kajian akademis obyektif atas UU tersebut.

Kemudian pada poin 6, kementerian di bawah pimpinan Nadiem Makarim ini menginstruksikan para dosen untuk mendorong mahasiswanya mengkritisi UU Cipta Kerja dan tidak memprovokasi mahasiswa untuk mengukuti kegiatan deminstrasi.

Surat edaran itu oleh Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) dinilai kontradiktif dan paradoksal. P2G juga meminta Kemendikbud tidak alergi dengan sikap kritis pada mahasiswa dan dosen terhadap UU Cipta Kerja.

"Kampus punya otonomi yang musti dihargai (Kemendikbud)," tegas Koordinator P2G Satriawan Salim melalui keterangan tertulisnya, Minggu (11/10/2020).

Menurut P2G, imbauan agar kampus ikut menyosialisasikan UU Cipta Kerja justru mengandung kontradiksi yang mendalam, terlebih draf final UU Cipta Kerja tidak bisa diakses oleh kalangan akademisi sejak disahkan pada 5 Oktober lalu dalam sidang Rapat Paripurna DPR RI. Apalagi terdapat keterangan dari pimpinan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bahwa draf tersebut belum beredar karena belum final.

"Lantas yang disahkan ketika sidang Paripurna itu apa? Jadi apanya yang harus disosialisasikan oleh universitas?" tegas Satriawan.

Dengan terbitnya surat edaran itu, P2G juga menilai slogan "Merdeka Belajar" dan "Kampus Merdeka" hanya sebatas jargon. Sebab, Kemendikbud telah mencabut kemerdekaan akademik unibersitas sebagai lembaga yang berfungsi mengembangkan nalar kritis. Selain itu, kebijakan tersebut juga kontradiktif dengan slogan tersebut.

Satriawan juga mengritik poin 6 dalam surat edaran tersebut yang menginstruksikan para dosen mendorong mahasiswa melakukan kegiatan intelektual dalam mengritisi UU Cipta Kerja. Menurutnya, kritik itulah yang sedang dilakukan para mahasiswa, apalagi para mahasiswa belajar tak hanya di ruang kelas saja, melainkan juga di tengah lingkungan masyarakat.

"Aksi turun ke jalan merupakan wujud aspirasi dan ekspresi mereka terhadap DPR dan pemerintah yang abai. Semestinya, Kemendikbud beri apresiasi kepada para mahasiswa yang sedang melakukan aktivitas kritisnya," ujarnya.

Lebih lanjut, Satriawan bilang, munculnya reaksi dari para mahasiswa, buruh dan kalangan sipil lainnya terhadap UU Cipta Kerja justru membuktikan jika pemeritah dan DPR tidak transparan dalam proses pembuatannya. Dengan adanya surat edaran itu, P2G mengecam sikap Kemendikbud yang telah membatasi kebebasan berpendapat dan kebebasan akademik yang dijamin konstitusi.

"Kemendikbud hendaknya paham jika kampus itu bukan lembaga tukang stempel," pungkasnya.

Rekomendasi