ERA.id - Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah mengunggah responnya soal penangkapan aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Ia mempertanyakan penangkapan tersebut.
"Pak Presiden dan Pak Kyai, kenapa semua harus berakhir di bui?" kata Fahri dalam Instagram Fahri Hamzah, Kamis (15/9/2020).
Ia menambahkan kalau penguasa mau mendengar, Jumhur dan Syahganda jangan ditangkap. Mereka adalah alumni ITB yang idealis. Ia kenal keduanya sudah sejak 30 tahun lalu.
"Mereka adalah teman berdebat yang berkualitas. Mereka dulu korban rezim orba yang otoriter. Kok rezim ini juga mengorbankan mereka?" katanya.
Dulu ia menentang teori "crime control" dalam pemberantasan korupsi yang dianut KPK, sebab ia khawatir ini akan jadi mazhab penegakan hukum di Indonesia. Ia bersyukur melihat KPK lembali ke jalan hukum tapi sedih dengan ideologi lama itu di prektekkan penegak hukum lain.
"Inti dari 'crime control' adalah penegakan hukum yang mendorong 'tujuan menghalalkan cara' atau 'end justifies the means'. Penegak hukum menganggap menangkap orang tak bersalah agar tercipta suasana terkendali. Padahal kedamaian dan ketertiban adalah akibat dari keadilan," kata Fahri.
Kalau melihat abjad dari kriminalitasnya, menurutnya, yang harus ditangkap duluan justru orang-orang yang terekam CCTV itu sebagai perusuh. Bukan kritikus yang berjasa bagi demokrasi.
"Kalau kritik mereka dianggap memicu kerusuhan, kenapa tidak tangkap 575 anggota DPR yang bikin UU berbagai versi yang kemudian bikin rusuh?" kata Fahri.
Ia meminta kembali kepada yang benar bahwa kegaduhan publik ada dasarnya. Kerusuhan dan pengrusakan fasilitas publik adalah kejahatan.
"Tapi kejahatan dan kritik tidak tersambung. Kriminalitas akarnya adalah niat jahat. Tapi kritik muncul sebagai respon atas tata kelola yang gagal," kata Fahri.
Menurutnya, hukum tidak boleh menyasar para pengritik sementara perusuh dan vandalime belum diselesaikan. Apalagi menuduh mantan presiden segala. Sungguh suatu tindakan yang sembrono dan tidak punya etika.
"Mau apa sih kita ini? Mau adu domba siapa lagi? Mau ngerusak bangsakah kita?" kata Fahri.
Ia mengaku dari kampung yang sepi bersedih. Rasanya ada yang aneh di seputar kekuasaan. Ada agenda yang menurut perasaannya bukan agenda pemerintahan yang sah. "Tapi kita semua hanya bisa menduga tak bisa menyebut nama sebab sebagai rakyat, salah ketik bisa masuk penjara. Saya hanya bisa kirim doa kepada pak presiden dan pak kyai. Semoga bisa jernih meliha realitas ini. Kita tidak bisa begini," kata Fahri.