ERA.id - Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmawarta menyatakan saat ini pemerintah mengizinkan utang Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya dilunasi memakai aset yang dimiliki mereka.
"Mereka mau menyerahkan aset, oke," kata Isa Rachmawarta dalam diskusi daring di Jakarta dikutip dari Antara, Jumat (4/12/2020).
Isa menuturkan nantinya Kemenkeu beserta instansi terkait akan mencoba untuk melihat nilai aset-aset yang digunakan untuk membayar utang sejumlah Rp1,91 triliun.
"Kita jajaki itu. Kita akan lihat aset mana, karena yang jelas kan aset di wilayah yang terdampak itu yang mereka tawarkan pertama," ujarnya.
Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2019, total utang Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya hingga 31 Desember 2019 kepada pemerintah sebesar Rp1,91 triliun. Dengan rincian pokok utang sebesar Rp773,38 miliar, bunga Rp163,95 miliar, dan denda Rp981,42 miliar.
"Itu akan kita lihat. Kita akan valuasi kalau memang nilainya ada dan cukup ya tidak masalah akan kita ambil juga," katanya.
Menurut Isa, adanya keputusan untuk mengizinkan pembayaran utang tersebut melalui aset mencerminkan adanya kemajuan dari sisi internal pemerintah.
"Kita ada kemajuan internal di lingkungan pemerintah tapi karena internal maka kita konsultasi dengan Kejaksaan Agung dan BPK. Nanti kalau sudah ada kesimpulan kita mulai mengambil action," jelasnya.
Ia menegaskan esensi dari diberikannya izin membayar utang melalui aset adalah pemerintah ingin menciptakan progres agar kewajiban Lapindo terhadap negara tersebut dapat terpenuhi. Sejauh ini Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya baru membayar sekitar Rp5 miliar utang kepada pemerintah terkait dana talangan bagi warga terdampak semburan lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur.
"Esensinya adalah kita mau berprogres dengan mencoba berbagai cara agar kewajiban Lapindo itu bisa dipenuhi," tegasnya.
Meski demikian Isa menyatakan jika nilai aset yang diajukan tidak cukup dengan total utang maka pemerintah akan segera mencari cara lain termasuk meminta pembayaran secara tunai.
"Pembayaran tunai itu tetap menjadi opsi utama bagi kami, tapi kami sekarang mulai melihat opsi lain yang mungkin bisa mereka pakai untuk melunasi kewajiban itu," katanya.