ERA.id - Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengingatkan bahwa vaksin COVID-19 bukan senjata pamungkas penanganan wabah virus korona dan pemulihan ekonomi.
Dia juga menilai ada kesalahan pola pikir jika menganggap kehadiran vaksin akan menyelesaikan masalah pandemi Covid-19.
"Kalau dikaitkan dengan vaksin dan pemulihan ekonomi itu harapannya vaksin itu senjata pamungkas, ya. Padahal yang betul adalah kaitan penanganan pandemi yang berhasil itu kunci untuk pemulihan ekonomi, jadi kuncinya di sana," ujar Pandu seperti dikutip dari kanal YouTube Radio Smart FM, Minggu (20/12/2020).
Pandu mengatakan, banyak negara yang belum mendapat vaksin namun kondisi ekonominya sudah membaik. Sebabnya, negara tersebut bisa mengendalikan pandemi dengan baik.
Sementara Indonesia, kata Pandu, masih terjebak dengan harapan bahwa vaksin COVID-19 dapat mengendalikan pandemi
"Jadi, kita semua termakan oleh pendapat atau anggapan atau karena kegagalan kita menangani pandemi, sehingga kita semua bersandar mulai dari ekonomi kita, nasib kita semuanya bersandar terhadap adanya vaksin," tegasnya.
Sementara, Pandu melihat pola penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia tak terencana dengan baik. Misalnya rencana untuk testing hingga pelacakan kasus, serta komunikasi publik untuk perubahan perilaku.
Penanganan COVID-19 dinilai serba tiba-tiba. Misal, kebijakan mewajibkan swab test sebelum bepergian menjelang libur akhir tahun.
"Itu kan ada pola manajemen dan ini yang tidak dilakukan. Sifatnya adalah spontanitas. Tiba-tiba semua pelancong yang mau bepergian harus tes antigen, ini kan tiba-tiba saja," kata Pandu.
Pandu juga mengkritik pemerintah soal vaksin COVID-19 buatan Sinovac yang sudah tiba di Indonesia beberapa waktu lalu. Meski barangnya sudah tiba sejak beberapa pekan lalu, vaksin itu belum bisa digunakan lantaran uji klinis belum selesai.
Lantas, Pandu membandingkan dengan vaksin Pfizer dan Moderna yang sudah bisa digunakan untuk vaksinasi di beberapa negara. Sementara, Indonesia meski sudah membeli vaksin hanya tersimpan di gudang. Bahkan efikasi vaksin Sinovac itu belum teruji.
"Negara seperti Inggris, Singapura, Amerika itu Pfizer dan Moderna itu sudah disetujui dan mereka sudah mulai melaksanakan vaksinasi. Kita walapun sudah ada vaksinnya, hanya tersimpan di gudang. Karena nggak tahu seberapa besar efikasinya," kata Pandu.
Vaksin yang dibeli Indonesia itu, kata Pandu, juga belum diketahui pasti akan bisa digunakan. Dia pun mempertanyakan apakah vaksin Sinovac ini satu-satunya pilihan Indonesia.
Padahal, vaksin butuh waktu untuk mengendalikan pandemi. Proses vaksinasi di Indonesia juga tidak mudah karena luas geografis.
"Jadi harapannya hilang. Kan dulu bilang jangan takut nanti ada vaksin, dunia akan berubah. Hotel restoran akan kembali buka. Ternyata tidak semudah itu. Karena butuh proses lagi," pungkasnya.