ERA.id - Tim COVID-19 Fraksi PKS Sukamta menilai program vaksinasi COVID-19 yang mulai dilakukan pada hari Rabu 13 Januari 2021 dengan rencana penyuntikan perdana kepada Presiden Jokowi, perlu disambut sebagai momentum untuk perbaikan secara menyeluruh penanganan pandemi. Optimisme yang muncul dengan mulainya program vaksinasi ini jangan sampai sebatas jadi euforia yang dikhawatirkan malah akan membuat terlena karena seakan-akan semua akan selesai dengan vaksin.
"Hampir 1 tahun pandemi berlangsung, penanganannya masih terlihat kedodoran. Kebijakan Pemerintah dalam penanganan COVID-19 sering berubah-ubah, ini membuat masyarakat kebingungan," kata Sukamta melalui keterangannya, Rabu (13/1/2020).
Ia menyebutkan ada 18 provinsi yang belum mencapai jumlah testing sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 1 per 1.000 penduduk per minggu. Sementara dalam penyaluran bansos ke masyarakat yang nilainya lebih dari 100 triliun, ada banyak masalah terkait data penerima.
"Di sisi lain, kedisiplinan masyarakat dalam melaksanakan protokol kesehatan cenderung menurun," katanya.
Menurut Sukamta dengan masih banyaknya masalah penanganan pandemi yang tidak kunjung terselesaikan, pemerintah terkesan andalkan vaksinasi ini sebagai kebijakan pamungkas. Jika hanya vaksinasi yang diandalkan sementara pemerintah tidak serius perbaiki berbagai persoalan yang ada, program vaksinasi tidak akan berjalan efektif.
"Banyak ahli epidemiologi ingatkan agar pemerintah tidak hanya andalkan vaksin. Memperkuat pelacakan dan pengetesan (3T) serta kedisiplinan masyarakat melakukan prokes menjadi kunci keberhasilan penangangan penyebaran virus, selain vaksinasi," ujarnya.
Wakil Ketua Fraksi PKS ini juga memandang pernyataan Presiden Jokowi yang menganggap Indonesia lebih beruntung karena tidak menerapkan lockdown tidak berarti apa-apa. Mengingat kebijakan yang diterapkan dari PSBB hingga saat ini PPKM juga tidak menunjukkan hasil penurunan laju penambahan kasus.
"Ketika jumlah kasus pasien positif meningkat tajam akhir-akhir ini, tidak terlihat upaya pemerintah membuat kebijakan yang lebih ketat dan menambah jumlah bed di rumah sakit," katanya.
Ia mengatakan akan lebih beruntung bagi masyarakat jika pemerintah segera berbenah. Jokowi di beberapa kesempatan mengatakan pandemi momentum kemandirian industri farmasi, momentum reformasi sistem kesehatan.
"Ada banyak temuan dan inovasi anak bangsa seperti alat deteksi COVID-19, GeNose UGM dan CePAD UNPAD. Juga ada ratusan inovasi lainnya terkait penanganan COVID-19. Mestinya pemerintah tidak sekedar memberi izin edar, tapi juga fasilitasi untuk produksi dalam jumlah massal. Yang terjadi kan tetap saja impor besar-besaran. Kalau seperti ini, kapan momentum kemandirian industri farmasi diwujudkan?" ujarnya.
Anggota DPR asal Yogyakarta ini juga berharap pemerintah mendorong percepatan produksi vaksin merah putih. Hal ini supaya Indonesia segera keluar dari ketergantungan impor vaksin.
"Kata Pak Menkes dibutuhkan kurang lebih sebanyak 468,8 juta dosis vaksin yang diperuntukkan bagi 181,5 juta jiwa. Jika satu dosis seharga 150 ribu rupiah, berarti butuh 70 triliun untuk impor vaksin. Virus merah putih perlu segera diwujudkan, anggaran triliunan jika diputar di dalam negeri akan mendorong kebangkitan ekonomi nasional," katanya.