ERA.id - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto minta pemerintah mempercepat riset dan produksi vaksin Merah Putih yang dikembangkan Konsorsium Riset COVID Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek). Riset yang dimotori LBM Eijkman dengan lembaga litbang nasional lainnya, termasuk pihak industri BUMN Kimia Farma, diharap bisa segera diproduksi dan didistribusikan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Mulyanto menegaskan saat ini Indonesia sedang berkejar-kejaran dengan waktu untuk menanggulangi penyebaran COVID-19. Distribusi 3 juta vaksin Sinovac masih kurang. Ditambah lagi efikasi vaksin buatan China ini hanya sebesar 65 persen. Karena itu masih diperlukan tambahan 100 juta dosis untuk vaksinasi penduduk Indonesia secara signifikan.
"Ini jumlah yang sangat besar dan secara bisnis merupakan pasar yang empuk," jelas Mulyanto dalam keterangannya, Jumat (15/1/2020).
Mulyanto menambahkan produksi dan penggunaan vaksin Merah Putih menjadi penting agar Indonesia tidak tergantung pada vaksin impor dan sekedar menjadi pasar bisnis vaksin semata.
"Selain itu kita juga tidak ingin devisa negara yang terbatas ini terkuras habis untuk membeli vaksin impor. Ketimbang digunakan untuk membeli vaksin impor lebih baik kita menggesa riset dan produksi vaksin Merah Putih ini, agar vaksin domestik dapat segera digunakan bagi pemulihan pandemi COVID-19," tegas Mulyanto.
Mulyanto juga menyayangkan minimnya alokasi dana riset produksi vaksin. Untuk riset vaksin ini Kemenristek hanya menyediakan anggaran Rp 5 miliar kepada LBM Eijkman.
"Ini sungguh miris dan jauh dari memadai, apalagi kalau dibandingkan dana yang disiapkan untuk membeli vaksin yang puluhan triliun," singgung Mulyanto.
Beberapa waktu lalu, Wakil Ketua LBM Eijkman mengibaratkan pendanaan riset covid seperti aliran air kran yang sudah hampir mampet. Maksudnya dananya sangat terbatas dan mengucur sedikit-sedikit.
"Menurut saya alokasi anggaran riset vaksin Covid itu sangat tidak wajar. Sangat kurang sekali.
Seharusnya dialokasikan dana riset yang cukup signifikan, terutama untuk uji klinis, sehingga vaksin dapat diproduksi lebih awal. Jangan sampai terlambat, diproduksi saat pasar vaksin sudah jenuh," imbuh Mulyanto.
Wakil Ketua FPKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini menyebut pasar vaksin domestik sangat besar. Karena itu tidak boleh dimonopoli oleh satu produk dengan harga yang tak terkendali. Selain itu proses pengadaanya jangan hanya dinikmati oleh produk impor yang menyedot devisa Negara.
Mulyanto merasa Pemerintah perlu mengintervensi dan mendorong riset produksi vaksin Merah Putih.
"Ini penting agar kita tidak sekedar menjadi Negara pengguna dan pembeli, tetapi menjadi Negara pembuat. Penting bagi Indonesia untuk membangun keunggulan daya saing nasional berbasis para innovator handal nasional. Kita bisa kalau kita mau," tandas Mulyanto.